DANA desa sesungguhnya merupakan solusi penanggulangan kemiskinan. Yakni orientasi pembangunan yang dimulai dari desa. Dengan suplai anggaran pemerintah pusat terhadap desa diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi desa.
Namun pada bagian lain, dandes akan menjadi 'ranjau' kepada pemerintah desa (Pemdes). Karena soal ketidakcakapan penguasa anggaran di desa. Artinya, masih banyak kepala desa yang tidak mampu mengelola dandes secara komprehensif. Apalagi Menteri Desa, Pembangunan Desa Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo telah meningkatkan pencairan dana desa 2018. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun depan dana desa mencapai Rp 120 triliun. Kenaikan dandes jika tidak ditunjang dengan kemampuan pengelolaan keuangan yang baik, maka bisa dipastikan, selepas menjabat para kades akan hijrah ke jeruji besi.
Terjadi penyelewengan dana desa sangat kompleks. Mulai dari aspek ketidakmampuan, kecakapan serta bermental korup (atitude).
Dari aspek implementasi kebijakan misalnya, apa pun itu (konteks dandes), sebelum diimplementasikan, semestinya dalam (UU NO 6/2014) soal pengrekrutan calon kepala desa harus lebih selektif. Dan menggunakan pendekatan yang rasional; kecapakan, profesionalitas, serta memiliki 'knowledge' (kemampuan), juga memiliki mental baik (tidak korup). Soal ini yang harus lebih didahulukan.