Yuliani Aisyah1*, Samadi1, Novi Safriani1
1Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala
*E-mail: yuliani.aisyah@unsyiah.ac.id
Kerupuk kulit adalah produk makanan ringan yang dibuat dari kulit sapi atau kerbau melalui tahap proses pembuangan bulu, pengembangan kulit, perebusan, pengeringan dan perendaman dengan bumbu untuk kerupuk mentah atau dilanjutkan penggorengan untuk kerupuk kulit siap di konsumsi. Syarat mutu kerupuk kulit yaitu bau normal, rasa khas, warna normal dan tekstur renyah (Standar Nasional Indonesia, 1996).
Saat ini sejumlah usaha yang bergerak di bidang pengolahan kerupuk kulit banyak terdapat di Banda Aceh. Beberapa diantaranya merupakan usaha dengan skala mikro seperti usaha kerupuk kulit "Rencong Aceh" dan "Aceh Po" yang berada di Kecamatan Baiturrahman Kota Banda Aceh. Secara umum, yang menjadi permasalahan utama dalam produksi kerupuk kulit adalah pada proses pengolahan yang masih sederhana.Â
Berdasarkan hasil wawancara dengan pelaku kedua usaha kerupuk kulit tersebut, yang menjadi masalah utama adalah proses perebusan kulit dan kontinuitas bahan baku kulit. Proses perebusan masih dilakukan dengan menggunakan drum bekas yang biasa digunakan sebagai wadah kemasan oli curah. Panci perebusan yang digunakan ini tentu saja masih belum sesuai dengan keamanan pangannya. Penggunaan wadah perebusan dari bahan yang lebih efisien dan aman tidak mereka lakukan mengingat biaya yang cukup tinggi dalam pengadaan wadah tersebut yang akan meningkatkan harga jual kerupuk kulit yang tidak dikehendaki oleh konsumen.
Sedangkan permasalahan lain adalah kontinuitas bahan baku utamanya yaitu kulit sapi. Kontinuitas bahan baku kulit yang tidak selalu tersedia di pasar ataupun di produsen bahan baku kulit, mengharuskan produsen kerupuk kulit menyetok (menyimpan) bahan baku kulit pada saat bahan baku kulit banyak tersedia di pasar, misalnya saat hari-hari besar seperti lebaran idul fitri dan idul adha. Oleh karena itu sangat diperlukan alat penyimpan untuk bahan baku kulit tersebut. Selain itu pada saat permintaan kerupuk kulit meningkat, produsen juga harus menyimpan bahan baku kulit karena proses pembuatan kerupuk kulit lama dan tidak dapat dikerjakan dalam waktu 1 (satu) hari.
Tim pengabdi dari Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala telah melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat pada usaha kerupuk kulit Rencong Aceh dan Aceh Po dengan melakukan penerapan teknologi pada proses perebusan yaitu dengan memperkenalkan pembuatan panci perebusan yang terbuat dari bahan stainless steel. Panci perebusan yang diberikan adalah merupakan hasil rancangan/desain dari tim pengabdi. Ada beberapa hal yang diharapkan dari penggantian panci perebusan ini yaitu : (1) waktu perebusan akan menjadi lebih singkat mengingat proses pindah panas menjadi lebih efisien dibandingkan menggunakan wadah drum bekas; Â (2) biaya untuk penggantian drum bekas setiap 2-3 bulan sekali dapat dieliminasi; (3) bahan baku kulit tidak terkontaminasi oleh cemaran logam dari partikel penyusun drum bekas. Selain itu, tim pengabdi juga telah menerapkan teknologi untuk penyimpanan bahan baku kulit (freezer) untuk menjaga kontinuitas ketersediaan bahan baku.
Selain penerapan teknologi dari sisi produksi, tim pengabdi juga melakukan pendampingan proses pengurusan perizinan usaha (PIRT) pada dinas kesehatan. Perkembangan produk olahan di Banda Aceh yang berbasis industri rumah tangga telah semakin banyak, hal ini dapat dilihat dengan semakin beragamnya produk pangan olahan yang ditawarkan di pusat perbelanjaan (pasar maupun swalayan). Produsen produk olahan harus pintar mencari peluang untuk meningkatkan daya saing produknya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengurus perizinan usaha (PIRT).
Tim pengabdi berharap dengan adanya penerapan teknologi ini dan perizinan usaha akan meningkatkan mutu dan daya saing produk kerupuk kulit sehingga akan mempengaruhi omset penjualan kerupuk kulit.