Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Islamophobia" Antara Cadar dan Rok Mini

21 Juli 2019   18:50 Diperbarui: 21 Juli 2019   18:59 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mengancam! Konstruksi realitas tentang cadar menjadi sebuah ancaman menakutkan, bahkan rok mini pun tidak bisa mengalahkannya. Ketakutan menjalar ketika publik melihat ekspresi religiusitas, dibanding liberalisme. Bagaimana memahaminya?.

Semua bentuk kognisi publik, saat ini khususnya tentang Islam dan ekspresi keIslaman, tidak lepas dari bagaimana dunia dikepung oleh kekhawatiran yang diproduksi pascatragedi WTC 9/11. 

Lalu generalisasi terjadi, Islam menjadi bagian yang diperlekatkan kepada wajah kekerasan. Terorisme, radikalisme bahkan fundamentalisme adalah citra baru yang disematkan pada tubuh Islam. 

Padahal, Islam adalah agama yang sejatinya membawa pembebasan dan kebaharuan, bahkan melengkapi sekaligus menggenapkan peradaban kemanusiaan.

Dalam konteks komunikasi, produksi teks dalam narasi Barat, menembus benak khalayak tentang Islam yang kelam, berwajah gelap penuh kesuraman. Hasil konstruksi itu pula yang kini timbul, terutama dalam realitas ruang publik kita hari ini.

Arabisasi atau Islamisasi?

Jika merujuk pada kajian Oliver Roy dalam Globalisasi Islam, maka mampu dipahami bahwa nilai-nilai Islam hadir sebagai wacana pembanding dari kegagalan proyek westernisasi yang ternyata gagal menghadirkan konsep keadilan dan kemanusiaan, bahkan melalui proses demokratisasi ala Barat sekalipun.

Problemnya, dalam tubuh pemeluk Islam pun, tafsir atas petunjuk Hadits dan Al Quran juga berkembang. Maka kegagalan internalisasi demokrasi pada negara-negara Islam dengan menggunakan mekanisme politik, membuat munculnya interpretasi baru atas pemaknaan Islam, yang bisa jadi berbeda dari arus utama. 

Komplikasi dari perbenturan situasi tersebut, pada akhirnya menghadirkan model radikalisme dan terorisme, sebagaimana konstruksi kognisi ala Barat. Mengakibatkan kita menjadi semakin alergi pada gagasan Islam, tetapi sekaligus permisif pada nilai liberalisme yang seolah modern dan kekinian.

Salah satu bentuk yang salah dipahami, bahwa identitas keIslaman kemudian dijuluki sebagai Arabisasi, yang dimaknai berbeda dari Islamisasi. Kedua istilah tersebut, tentu perlu mendapatkan tempat berpangkal dalam pengistilahan. 

Islam memang berakar serta bermula di jazirah Arab, meski budaya Arab tidak melulu merupakan budaya Islam, tetapi perlu dimengerti keberadaan Islam menyempurnakan sendi kehidupan dan budaya Arab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun