Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Artis Lolos ke Senayan, Mau Ngapain?

6 Mei 2019   04:04 Diperbarui: 7 Mei 2019   08:06 2417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah selebritas turut mengantar perwakilan pimpinan Partai Nasional Demokrat  memasukkan berkas dan mendaftarkan calon legislatifnya untuk Pemilu 2019 di kantor Komisi Pemilihan Umum Pusat, Jakarta, Senin (16/7/2018).  | Foto: KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO (RON 

Dunia hiburan dan politik memiliki banyak sisi yang berbeda, bahkan bertolak belakang. Sebab sesuai pakemnya, artis dan seniman memiliki tugas menghibur, mencipta (karya), membangun peradaban, dan mengubah dunia dengan karsa.

Sedangkan, politisi berkewajiban memperjuangankan aspirasi warga bangsa menuju tatanan kehidupan yang lebih baik sebagaimana tertulis dalam cita-cita kebangsaan.

Dalam scope yang lebih kecil, politisi yang menjadi wakil rakyat, memiliki tugas untuk mengemban amanat rakyat yang diwakili, memperjuangkan kepentingan daerah pemilihan terkait alokasi anggaran pembangunan, mengawasi jalannya pemerintahan, dan bersama eksekutif merancang undang-undang untuk kepentingan seluruh warga bangsa.

Lalu apa jadinya jika artis, terlebih perempuan, menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau Dewan Perwakilan Daerah (DPD)?

Penekanan pada perempuan di sini bukan dimaksud dalam frame gender, melainkan pola pikir dan pandangan masyarakat secara umum di mana artis perempuan dianggap lebih menonjolkan faktor ragawi (kecantikan dan lain-lain) sehingga kontras dengan pekerjaan politisi yang membutuhkan kemampuan dalam beradu argumen dan gagasan dengan dilandasi kepentingan rakyat yang diwakilinya. Tentunya, para politisi perempuan non-artis tidak termasuk dalam bahasan ini.

Atas dasar pemahaman di atas, kita pun akhir mahfum dan tidak menyalahkan sikap pesimis, bahkan sinis, sebagian masyarakat terhadap maraknya hijrah artis ke dunia politik. 

Sebab apa yang hendak mereka kerja di Senayan atau ruang-ruang politik di level daerah? Seberapa mereka paham terhadap tugas-tugas yang akan diemban? Bagaimana cara mereka mengegolkan suatu program yang berasal dari aspirasi rakyat yang diwakili?

Ilustrasi : kolase Tribunnews.com
Ilustrasi : kolase Tribunnews.com
Terhadap pertanyaan-pertanyaan di atas, umumnya akan muncul jawaban jika kehadiran mereka di Senayan dalam rangka memperjuangkan bidang yang selama ini mereka geluti. Jika dia pemusik, maka cita-citanya adalah melahirkan undang-undang tentang permusikkan. Jika dia artis film, maka dengungan yang sampai ke publik tidak jauh dari keinginannya memperjuangkan industri film tanah air.

Artinya sejak awal mereka memang sudah membatasi diri pada lingkup yang hanya berkesesuaian dengan aktivitas sebelumnya. Maka tidak mengherankan jika para senator berlatar belakang artis atau seniman akan dilempar partainya ke komisi hiburan.

Sungguh ironi meski kita pun paham rakyat yang memberikan suaranya mungkin juga tidak memiliki ekspektasi apa pun terhadap artis tersebut. Faktor lain, semisal nge-fans, lebih dominan dibanding harapan ideal pada seorang wakil rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun