Tepat pada tanggal 17 Oktober 2016 saya membuka rekening tabungan di Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang bernama BPRS Bina Rahmah berlokasi di Bogor – Jawa Barat. Perbankan BPRS ini merupakan bagian dari Perbankan Syariah dan dibawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Serta merta saya memperoleh Tabungan Bina Rahmah yang berdasarkan ketentuan umum tabungannya menggunakan akad Wadiah Yad Dhomanah, yaitu akad penitipan barang/uang. Tabungan Bina Rahmah juga memiliki ketentuan penyetoran dan penarikan, bonus/hadiah tabungan serta biaya, saldo minimal dan penutupan rekening.
Semisal, melalui tabungan BPRS Bina Rahmah saya menjadi lebih tenang dalam menabung dikarenakan prinsip syar’i melalui sistem bagi hasil yang diusungnya. Prof Idri (2015) dalam bukunya menjelaskan bahwa menurut para jumhur ulama, prinsip utama dalam riba yaitu penambahan atas harta pokok tanpa adanya transaksi bisnis riil. Hal inilah yang kemudian seringkali dikaitkan dengan kritikan terhadap perbankan konvensional.
Selain itu keseruan perbankan syariah ialah para nasabah tidak diperkenankan mendapatkan kartu ATM sehingga yang tertanam di benak nasabah ialah hanya menabung dan menabung tanpa perlu “tergoda” untuk mengutak atik saldo di dalam buku tabungan. Jadi, In Shaa Allah saldo dalam rekening tabungan terjaga keamanannya, hehe.
Contoh keseruan berbank syariah lainnya sebagaimana diutarakan oleh salah seorang pakar perbankan syariah yaitu Bapak Muhammad Syafei Antonio bahwasanya perkembangan perbankan syariah di dunia sekarang ini sangatlah luar biasa. Hal ini dikarenakan prinsip syariah sangat diterima secara global. Pasalnya sistem perbankan syariah bersifat anti spekulasi, berfokus pada usaha kecil, adanya keterbukaan/transparansi dan kemampuan untuk berbagi risk and return sehingga terdapat unsur keadilan didalamnya.
Sebagaimana ide dasar di balik perbankan syariah maka kehebatan para ekonom Islam dalam membangun sebuah sistem alternatif untuk memberikan pemahaman yang lebih kepada dunia khususnya dunia Islam benar-benar terimplementasikan secara nyata.
Islam yang diyakini sebagai way of life ternyata juga mampu menawarkan sebuah sistem ekonomi yang berlandaskan kepada Al Qur’an dan Sunnah. Diantaranya melalui sistem yang dikenal sebagai Mudharobah dan Musyarokah yaitu produk Islam yang muncul dari ide dasar bahwa perbankan syariah haruslah perbankan yang mengambil untung dari ikut berperannya perbankan tersebut dalam proses produksi dengan mendapat bagian dari bagi hasil pendataan atau dari keuntungan usaha yang diperoleh perusahaan yang menjadi rekan usahanya.
Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa perkembangan perbankan syariah sangat progresif. Jadi, tidak dapat dipungkiri bahwasanya perbankan syariah seakan telah menjadi gaya hidup (lifestyle). Sehingga kedepannya diharapkan bahwa perbankan syariah akan dapat menjadi motor penggerak perekonomian wilayah.
Berkenaan dengan hal tersebut, maka berdasarkan data dan informasi perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan Syariah tahun 2010 – 2015 diperoleh hasil bahwa perbankan syariah di Indonesia tumbuh pesat dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Hal ini terlihat dari DPK yang dihimpun perbankan syariah nasional pada tahun 2010 hingga tahun 2015 yang meningkat menjadi Rp 231,2 triliun. Dimana sektor swasta mendominasi penempatan DPK di perbankan syariah sebesar Rp 192 triliun, sementara dana pemerintah hanya mencapai Rp 38 triliun.
Kendati demikian perbankan syariah diharapkan tetap menjadi motor keberpihakan terhadap kepentingan umat. Khususnya terkait permasalahan akses ke sistem perbankan. Perbankan syariah harus benar-benar berperan dalam menggerakkan sektor riil. Diantaranya melalui tingkat suku Bunga pinjaman yang tidak menyulitkan calon peminjam. Perbankan syariah di masa depan harus dapat mengantisipasi beragam kritikan yang mempengaruhi mekanisme yang tidak efisien bagi sistem perbankan syariah.