Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Fenomena Belanja Menjelang Puasa

25 Mei 2017   18:41 Diperbarui: 25 Mei 2017   19:05 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai seorang ibu rumah tangga, yang pekerjaan rutinnya  belanja,   saya merasakan perbedaan nuansa menjelang puasa.   Normalnya,  ketika pulang dari olahraga, saya mampir ke pasar. Di pasar, saya masih dapat mengunjungi lapak-lapak yang pengunjungnya dapat dihitung dengan jari.  Untuk  bertransaksi di satu lapak tidak perlu berjejal-jejal  mengantri untuk membeli sayuran, daging ayam, bumbu dapur.

Namun, sudah dua hari ini suasana sangat berbeda sekali. Begitu masuk ke dalam pasar tradisional,  pengunjung sangat ramai.  Suara riuh baik dari pedagang yang merasa laris jualannya, sampai harus melayani pembeli dengan cepat dan omzet jualannya yang laku keras.

Bahkan, ketika saya berangkat hari ini karena merasa hari libur, ingin ke pasar agak siangan. Ternyata  saya kehabisan daging ayam langganan saya.  Antrean pembeli yang mengular panjang sekali. Belum lagi untuk beli kelapa yang diparut,  hampir saya tidak jadi beli karena malas untuk mengantre panjang sekali.

Pedagang bumbu-bumbu dapur juga keciptran rezeki .  Para ibu yang rupanya ingin masak untuk buka puasa sudah harus membeli bumbu dapur jadi (tinggal minta kepada pedagang bumbu masakan apa yang ingin dibeli).   Seorang pembeli bisa beli banyak sekali bumbu dapur. Saya tidak membayangkan berapa masakan dalam sehari, ataukah membeli bumbu untuk beberapa hari sekaligus.   Umumnya bumbu yang telah diolah itu tidak baik jika terlalu lama disimpan dalam lemari es. Tetapi menjelang puasa, para ibu menyerbu pedagang bumbu dapur. 

Penasaran saya sering bertanya kepada pembeli , apakah dia membeli sekian banyak bumbu itu hanya untuk sehari saja atau untuk beberapa hari.   Salah seorang mengatakan bahwa untuk buka puasa harus memasak paling sedikit 3 macam masakan, jadi harus beli banyak bumbu.   “Wah”, pantas saja seorang pembeli paling sedikit menghabiskan waktu hampir 10 -15 menit untuk diladeni .

Keramaian dan keriuhan pembeli untuk belanja bukan hanya di pasar tradisional.   Minggu yang lalu, saya berbelanja ke supermarket, suasana tempat belanja sangat penuh dengan makanan kaleng, kue-kue kering, maupun minuman sirup.  Begitu masuk ke pasar swalayan, terasa sempit jalan antar satu koridor dengan koridor lainnya. Ditengah-tengahnya dipenuhi dengan makanan kering dan lainnya.  

Sesak untuk memilih barang karena dipenuhi barang.   Begitu pula  pada saat mau membayar di kasir, antrian sebenarnya tidak begitu panjang, tetapi setiap pengunjung berbelanja begitu banyaknya.  Paling sedikit setiap pengunjung memakan waktu sekitar 20-30 menit.

Saya sempat berpikir apabila mereka berbelanja untuk persiapan puasa, bagaimana nanti jika mendekati lebaran.  Pastinya jauh lebih ramai pengunjungnya.   Perlu trik agar tidak terjebak dalam antrean panjang.  Yang pertama tentunya belanja lebih awal dengan list dari barang yang memang diperlukan.   Yang kedua pastikan bahwa barang-barang yang dibeli terutama makanan dan kue kering untuk Lebaran itu tidak kadaluwarsa.    Saya telah melihat makanan kaleng itu sejak 2 atau 3 bulan sebelum puasa, artinya dari produsen sampai ke distributor dan sampai ke swalayan pasti sudah makan waktu yang lama, belum lagi di tempat swalayan itu sampai tangan ke pembeli .  Hal ini sangat perlu diperhatikan sekali .

Apakah suasana ini akan terus berlangsugn selama 30 hari? Sampai menjelang lebaran.   Biasanya ada trend dimana menjelang puasa saja pasar begitu penuh tetapi saat puasa,  pasar akan normal kembali. 

Juga perlu diperhatikan saat berbelanja menjelang puasa , pembeli harus berhati-hati dengan uang yang dibawanya. Terutama di pasar tradisional,  ketidak-nyamanan saat orang yang antre itu seringkali mendesak tanpa kita ketahui.   SEringkali orang menggunakan kesempatan dalam suasana hiruk pikuk itu.  

Jika belanja di pasar swalayan dalam jumlah besar pun, perlu berhati-hati untuk memperhatikan struk pembelanjaan apakah harga yang tercantum sudah sesuai dengan harga barang yang dibeli. Saya pernah berbelanja satu kantong kerupuk yang harga normalnya Rp.15,000  tetapi tercantum di struk seharga Rp.120,00   Saya baru menyadarinya setelah sampai di rumah.Terpaksa harus kembali lagi swalayan yang lumayan jauh.  Dari harga yang terpaut jauh dikurangi ongkos untuk kembali seperti hampir sama.   Itu yang harus diperhitungkan supaya sebelum meninggalkan swalayan, lihat dan perhatikan struk pembelian terlebih dulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun