Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Orang-orang di Kebun Sawit (50)

24 September 2017   13:32 Diperbarui: 24 September 2017   13:34 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fhoto/Adin Umar Lubis

Sebelumnya baca di sini.

" Karena itulah mbok saya jadi bingung sekarang. Apa yang mesti saya lakukan mbok?", suara Nafisah terdengar serak. Mbok Kartini melemparkan pandangannya kearah rimbunan pohon sawit, sepertinya dia sedang berpikir bagai mana caranya agar Nafisah tidak merasa gelisah. Tapi tidak ada jalan yang ditemuinya. Jalan itu bagaikan sudah buntu.

" Nafisah mbok tidak bisa lagi berpikir agar sampean tidak terus menerus merasa gelisah. Hanya saja mbok sarankan kepada sampean agar sampean sering berdoa kepada Gusti Allah. Setiap orang yang meminta kepadanya pasti akan dikabulkannya, berdoalah kepada dia agar sampean dihindarkan dari mara bahaya",  itulah kata kata yang dapat diberikan oleh mbok Kartini.

" Mbok tidak mungkin saya lari meninggalkan perkebunan ini, kalaupun seandainya saya dapat untuk melarikan diri dari perkebunan ini, tapi saya tidak punya tujuan, saya tidak punya sanak saudara dikota ini ", bagaikan putus asa Nafisah mengatakannya kepada mbok Kartini. Kini rasa penyesalan itu datang menderanya.

" Nak, kematian itu adalah takdir dan ketentuan dari Gusti Allah. Dimanapun kita berada jika kematian itu datang, kita tidak dapat untuk mengelakkannya, tidak seorangpun yang dapat untuk menahannya. Kemudian datangnya kematian itu tidak ada kabar sebelumnya, kematian tidak pernah memberi tahu terlebih dahulu bahwa dia akan datang. Dan kematian itu tidak pula dapat untuk ditunda, tidak bisa dimundurkan walau sedetik, dan juga tidak pula bisa untuk dimajukan walaupun sedetik. Dimanapun kita berada, sekalipun kita dilobang semut, atau didalam benteng yang kokoh, jika kematian datang, kita hanya bisa berpasrah diri. Maka mbok menyarankan kepadamu, agar senantiasalah engkau berdoal kepada Gusti Allah ", kata kata yang diucapkan oleh mbok Kartini meresap kedalam pikirannya, dan kata kata kematian itu pulalah yang tidak dapat  membuat dia untuk memejamkan matanya.

Nafisah tidak takut akan kematian itu, tapi yang menjadi pikirannya, dan menjadi ketakutannya adalah tentang kedua orang putrinya. Jika dia tiada bagaimana nasib dari kedua anaknya ini, siapa yang akan memperhatikannya, siapa yang akan menjaganya. Dan jika nanti mereka menjadi dewasa, bagaimana pula perjalanan hidup mereka. Kemanakah mereka akan pergi sepeninggalnya?. Semua pertanyaan yang muncul dari hatinya semakin membuat Nafisah sulit untuk memejamkan matanya.

Sedangkan ditempat yang lain, mandor besar Bambang juga tidak dapat untuk memejamkan matanya. Pikirannya berkecamuk, beberapa kali dia bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan jalan diruangan kamar tidur itu, sementara isteri dan anak anaknya dapat memejamkan mata dengan tidur lelapnya.

Perintah dari tuan asisten, untuk melenyapkan Parno dan Nafisah, masih terngiang ngiang ditelinganya. Jika dia tidak melakukan perintah itu, maka tarohannya adalah jabatan dan kekuasaannya sebagai mandor besar diperkebunan akan hilang melayang. Karena dia akan dipecat oleh tuan asisten.

Kekuasaan memang sangatlah perlu di perkebunan, bagaimana mungkin jika kekuasaan tidak lagi melekat didalam diri, siapa lagi yang akan diperintah, siapa lagi yang akan menaruh hormat. Inilah yang menjadi ketakutan mandor besar Bambang, jika jabatannya sebagai mandor besar di copot, tentu dia tidak lagi memiliki kekuasaan terhadap para kuli. Dan para kulipun akan mencibirnya jika berpapasan. Untuk suatu jabatan diperkebunan, orang orang saling merebutkannya, karena jabatan dan kekuasaan adalah suatu kekuatan yang diperebutkan oleh orang orang diperkebunan sawit ini.

Terhadap Parno mandor besar Bambang tidak memiliki perhitungan, apa lagi pertimbangan, tapi terhadap Nafisah, banyak perhitungan dan pertimbangan didalam hatinya. Mandor besar Bambang diahadapkan kepada dua pilihan, antara Nafsu dan rasa kasihan terhadap kedua anak Nafisah yang masih kecil dan tidak mengerti apa.

Hatinya berkata kata, andai saja dia memilih untuk melenyapkan Nafisah, lalu bagaimana dengan anak anak Nafisah yang masih mengharapkan rasa kasih sayang dari ibunya.  Tentang nafsu, inilah yang sulit untuk dilawan oleh mandor besar bambang, nafsu bukan saja untuk meniduri Nafisah. Tentang meniduri Nafisah bisa saja dilakukannya sebelum Nafisah dihabisinya, lagi pula masih banyak Nafisah Nafisah yang lainnya diperkebunan ini, yang dapat untuk ditidurinya kapan saja dia mau. Tapi nafsu untuk mempertahankan kekuasaan, inilah yang paling sulit untuk dihadapi oleh mandor besar Bambang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun