Kemudian  :
      " Sudah kang mas, saya sudah siap untuk itu, lagi pula tidak semua wanita penari ronggeng yang suka dipegang pegang oleh lelaki peronggeng, terkecuali suaminya. Jika terjadi hal seperti itu saya sudah siap untuk mengatasinya ", dengan kesungguhan yang penuh Nafisah meyakinkan suaminya Kasiran.
      " Kalau itu merupakan keputusan terbaik menurut adik, kang mas mengizinkannya ", Nafisah dapat menangkap ada secercah kecemburuan dimata suaminya, untuk menghapus kecemburuan itu Nafisah berusaha untuk meyakinkan Kasiran suaminya.
      " Percayalah kang mas dengan adik, saya tidak semurah itu, untuk dapat dipegang pegang ". Dia memeluk Kasiran, malam terus bercumbu dengan rembulan.
      Waktu terus berlalu, tidak seorang pun yang mampu untuk menahannya, dia bagaikan kereta api tidak pernah menunggu penompangnya dan berjalan pada rel nya. Begitu suara peluit yang ditiup oleh sep stasiun, keretapun akan meninggalkan stasiunnya, kendatipun masih ada penumpang yang tertinggal. Begitulah waktu, waktu adalah laksana pedang, jika salah menggunakannya maka pedang itu akan menebas batang leher orang yang memegangnya.
***
      Perjalanan hidup memang ditentukan dengan takdir, walaupun takdir tidak selamanya bercerita tentang penderitaan, tapi ada kalanya takdir juga bertutur tentang kesenangan dan kebahagiaan, namun tidak seorangpun yang dapat untuk merobah takdir.
      Nafisah menjalani kehidupannya sebagai penari ronggeng, dari kampung yang satu kekampung yang lain, dari satu perkebunan keperkebunan yang lainnya, dijalani oleh group tari ronggeng dimana Nafisah berada didalamnya.
Selama mengikuti perjalanan group tari rogeng, Nafisahpun jarang bertemu dengan Kasiran, terkadang ada rasa rindu yang mendera dan memanggil manggilnya untuk pulang bertemu dengan kekasihnya, begitu juga dengan yang dirasakan oleh Kasiran yang menahan rindu untuk bertemu dengan sang isteri.
Namun semua hasrat itu dapat untuk mereka tahan karena keadaan, keadaanlah yang membuat Nafisah tahan berpisah dengan suaminya, begitu juga dengan Kasiran dia dapat menahan rasa rindu untuk bertemu dengan Nafisah, juga karena keadaan. Ketika Nafisah tinggal diperkebunan dan menjadi gundik mandor besar Kartijo, juga karena keadaan, keadaan yang dibalut oleh kekuasaan memaksa dirinya harus menerima kemauan sang pemegang kekuasaan.
Dua tahun sudah Nafisah menjadi penari ronggeng, banyak suka dan duka yang dialaminya, mulai dari ronggeng laki laki yang menyelipkan uang tip kebalik be ha nya sambil meronggeng, sampai kepada pelukan dan ciuman laki laki kepadanya diatas panggung, semua itu tidak mampu untuk dihindarinya.