Sebelumnya :
" Kamu telah berani berselingkuh dibelakangku ". Nafisah terdiam, tidak mengerti tentang apa yang dituduhkan oleh mandor besar Kartijo terhadap dirinya. Dia tidak pernah berselingkuh dengan siapapun selain menjadi gundik mandor besar Kartijo. Jangankan untuk berselingkuh dengan laki laki lain, terniat saja dihatinya untuk berselingkuh tidak pernah.
Kemudian :
" Saya tidak melakukan hal itu tuan ", kata Nafisah dia tidak membela diri, tapi benar dia tidak melakukannya.
 " Wanita jalang sepertimu mana mungkin mau mengakuinya ", mandor besar Kartijo, lupa bahwa sebenarnya dialah yang pantas untuk dikatakan sebagai laki laki jalang yang tidak tahu malu. Usianya yang sudah mendekati pintu kubur, bukannya berbuat kebajikan, tapi malah melakukan perbuatan perbuatan keji.
" Siapa yang telah menebar pitnah kepada tuan?", tanya Nafisah dia ingin tahu apakah yang ada didalam hatinya itulah orangnya.
" Poniah, gundik saya poniah yang member tahu saya ". Hati Nafisah sebenarnya sudah menduganya. Tapi sedikitpun dia tidak merasa ragu dan bimbang jika tuan mandor besar Kartijo meninggalkannya sebagai gundik. Sudah lama Nafisah ingin hidup merdeka, bebas dari penjajahan yang dilakukan oleh bangsanya sendiri.
 Tuan mandor besar ingat betul, ketika malam keramaian itu dia didatangi oleh gundiknya Poniah. Walaupun dengan sembunyi sembunyi mandor besar bertemu dengan Poniah dibelakang panggung acara. Sementara para petinggi perkebunan dan para mandor lagi asik asiknya menonton tari ronggeng. Pertemuan Poniah dengan mandor besar juga tidak diketahui oleh isterinya. Yang tahunya bahwa suaminya sedang menjalankan tugas keamanan dalam acara itu.
 " Kenapa kau datang kemari Poniah?". Poniah menatap sekelilingnya, dia juga takut akan ketahuan dengan isteri mandor besar Kartijo yang hadir diacara itu.
 " Tuan, saya melihat Nafisah masuk kesemak belukar di kebun sawit dengan seorang laki laki ". Poniah menunduk mengucapkan kata kata itu.
 " Siapa laki laki yang berani membawa Nafisah ".