Mohon tunggu...
wishnu sukmantoro
wishnu sukmantoro Mohon Tunggu... Administrasi - Saya suka menulis dan fotografi. Suka menulis tentang politik, militer, humaniora, lingkungan dan kesehatan

Saya ekolog satwa liar, menyelesaikan S1 Biologi Universitas padjadjaran, Master degree ekologi di Institut Teknologi Bandung, fellowship program di Pittsburg University dan Doktoral Fakultas Kehutanan di Institut Pertanian Bogor.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mari Selamatkan Gajah - Dalam rangka Hari Gajah Sedunia 12 Agustus 2014

15 Agustus 2014   02:58 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:31 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14080214921513460150

Oleh Wishnu Sukmantoro

Kemarin (12 Agustus 2014), masyarakat seluruh dunia memperingati Hari gajah Sedunia. Hari ini pula. Masyarakat seluruh dunia merenung dalam keprihatinan mengenai nasib-nasib gajah seluruh dunia dan merenung pula mengenai makna dari hari tersebut.

Dalam lima tahun  terakhir, masyarakat konservasi dunia dikejutkan mengenai begitu maraknya pembantaian gajah di Afrika. Di Afrika menurut catatan CITES 2013, lebih dari 20 ribu gajah dibantai (catatan tahun 2012 oleh Guilford 2013, 22 ribu gajah afrika mati terbunuh) diantaranya di Mozambik, diperkirakan 900 ekor gajah mati dibantai. Di Zimbagwe, 300 ekor gajah mati terbunuh oleh racun dan di Afrika Tengah, ada satu kejadian 26 ekor gajah mati dalam satu insiden penembakan dengan senjata serbu Kalashnikov. Tak kurang dari 51 lokasi penting sebagai wilayah pembantaian gajah di Afrika sampai saat ini.

Di asia, informasi kematian gajah merupakan informasi yang seringkali tertutup atau kurang pemantauan terutama di Myanmar, Thailand, Vietnam dan wilayah-wilayah lain semenanjung Malaya. Sedangkan di Indonesia, catatan kematian gajah lebih terbuka. Baik semenanjung Malaya, wilayah Indonesia (Sumatera) dan satu populasi Gajah Kalimantan, kematian akibat perburuan ataupun konflik meningkat secara drastis pula dalam 3 tahun terakhir. Forum Konservasi gajah Indonesia, WWF Indonesia dan berbagai NGO lain mencatat bahwa sekurangnya 85 ekor gajah mati di Sumatera sejak tahun 2012 sampai pertengahan tahun 2014 dan meningkat dari data sebelum tahun 2012. Hampir kebanyakan kematian gajah akibat diburu dan konflik, tetapi trend sejak 2012, perburuan menempati posisi penting penyebab kematian gajah.

Inforest (International Forest Investigator) tahun 2013 dalam laporannya yang berjudul Mesin Pembunuh melansir kematian gajah di beberapa negara asia didominasi oleh penggunaan racun terutama bagi Gajah Sumatera. Sekurangnya 4 jenis racun rodentisida yang terindikasi material pembunuh gajah yaitu zinc phospida, potassium cyanide, warfarin dan brodifakum. Zinc phospida dan potassium cyanide adalah yang terbukti sebagai penyebab racun gajah di Sumatera dan ini dibuktikan dari hasil catatan Balitvet Bogor dan otopsi yang dilakukan pemerintah. Inforest juga mencatat secara detail 34 toko penjual rodentisida pembunuh gajah disekitar Taman Nasional Tesso Nilo (Propinsi Riau) dan penjualan rodentisida ini umum dilakukan di seluruh wilayah Sumatera.

Perdagangan Gading

Maraknya perdagangan gading gajah di seluruh dunia dalam periode tahun terakhir memunculkan berbagai pemberitaan media Internasional. Laporan yang dilansir National Geographic tanggal 9 Juli tahun 2014 bahwa negara – negara  Asia Tenggara belum berbuat cukup untuk menghambat penjualan pasar gelap gading, dan tetap pasar terbesar gading gajah di dunia.

Di samping itu, regulasi untuk penolakan terhadap perdagangan gading di berbagai negara di Asia berjalan sangat alot  bahkan di beberapa negara tidak setuju memberlakukan pemberhentian perdagangan gading. Tiongkok misalnya sampai saat ini masih memiliki 150 toko penjual gading legal meskipun komitmen Tiongkok yaitu perang terhadap perdagangan gading. Di Thailand, perdagangan gading tidak terkendali karena pemerintah sampai saat ini belum melarang perdagangan gading illegal dari Afrika. Jumlah produk gading yang diperjualbelikan di Bangkok hampir tiga kali lipat dari 5.865 unit pada Januari tahun lalu menjadi 14.512 unit pada Mei 2014 (TRAFFIC 2014).

Di Indonesia, regulasi mengenai penolakan ijin masuk gading Gajah Afrika belum menjadi hal penting . Tetapi dalam konteks Gajah Sumatera, memperdagangkan satwa atau organ tubuhnya adalah illegal dan dapat dikenai pidana. Meskipun demikian, Januari 2013, polisi Kenya menyita gading Gajah Afrika sebesar 2 ton (lebih dari 600 potong gading) yang tujuannya adalah Indonesia. Gading-gading itu diselundupkan sebagai bebatuan dekorasi dan diberangkatkan ke Indonesia dari Tanzania.

Sampai saat ini, persoalan gading gajah lokal dari Sumatera merupakan hal yang pelik. Beberapa tim patroli satwa liar misalnya hanya mengindikasi peta sebaran gading gajah lokal menuju Malaysia dan SIngapura dan adapula indikasi digunakan para pengrajin lokal bali ataupun untuk upacara adat di Nusa Tenggara. Bukti terhadap peredarannya masih menjadi teka teki meskipun upaya mendorong penegakan hukum dilakukan seperti di Aceh dan Riau.

Masa Depan Suram

Gajah Afrika dan Gajah Asia memiliki masa depan yang suram. Banyak negara termasuk Afrika sendiri memiliki komitmen yang kurang kuat terutama dalam implementasi perlindungan gajah. Terjadi desakan beberapa negara Afrika meminta ijin pelegalan perdagangan gading gajah kembali untuk kepentingan devisa negara. Hal ini mengulang pada peristiwa tahun 2002 dimana 5 negara Afrika Selatan, Botswana, Namibia, Zambia dan Zimbagwe memohon pelonggaran larangan perdagangan gading karena keuntungannya untuk membiayai konservasi.

Di Asia, meskipun banyak penyitaan terjadi di beberapa negara Asia, tetapi pasar gading masih tetap marak, contoh kasus di bulan mei 2014, kepolisian Hong Kong memusnahkan hampir 30 ton gading dar Afrika untuk tujuan Tiongkok meskipun Tiongkok memiliki komitmen untuk menghentikan perdagangan gading (BBC Indonesia 16 mei 2014).

Di Indonesia, selain perburuan mulai meningkat, persoalan-persoalan klasik tidak pernah selesai terutama berkenaan dengan perlindungan habitat gajah dan konflik gajah dengan manusia. Riau, adalah salah satu lokasi yang dalam sejarah memiliki populasi terbanyak dari wilayah lain di Pulau Sumatera, habitat gajah compang camping digerus oleh alih fungsi lahan menjadi pemukiman dan garapan masyarakat. Populasi gajah tersisa di Riau diperkirakan tinggal 28% lagi dari catatan tahun 1985 yaitu antara 1067 – 1647 ekor.  Penurunan populasi ini akan lenbih bermakna apabila tidak dapat ditanggulangi di tahun-tahun berikutnya terutama pada perburuan, habitat dan konflik satwa-manusia.

Mari Selamatkan Gajah

Dalam merayakan Hari Gajah Sedunia, masyarakat dunia diharapkan dapat merenungkan dan menyadari kehadiran satwa Gajah di dunia. Dalam kerangka taksonomi dan evolusi, Gajah sendiri menjadi hal yang menarik dan perdebatan para ahli mengingat bahwa gajah dianggap sebagai sisa spesies purba yang masih bertahan hidup sampai saat ini (Mammoth merupakan salah satu spesies gajah telah punah). Gajahpun selama ribuan tahun telah berjasa bagi manusia, minimal mereka dapat digunakan sebagai alat bantu misalnya transportasi sampai saat ini ataupun kendaraan perang di masa lalu.

Secara ekologi, gajah adalah spesies penting dalam penyebaran biji, membantu secara cepat dan signifikan pertumbuhan hutan alami dan pemulihan ekologi.

Pada pertemuan di Bangkok 2013, pertemuan CITES dikhususkan bagi para pejabat di delapan negara sebagai instrumen dalam mendorong perdagangan gading ilegal, baik sebagai pemasok, transporter, atau konsumen: Tiongkok, Kenya, Malaysia, Filipina, Tanzania, Thailand, Uganda, dan Vietnam. CITES menuntut perlu adanya tindakan-tindakan yang spesifik untuk mengatasi perdagangan gading ini dan apabila tidak diindahkan akan menghadapi sanksi perdagangan. Kemudian, pada awal tahun 2014, strategi nasional Amerika mendorong perang dan penghentian terhadap perdagangan komersial gading gajah terutama di negaranya.

Di Indonesia, Forum Konservasi gajah Indonesia, pemerintah, LSM dan masyarakat telah mendorong upaya-upaya perlindungan Gajah Sumatera dan Gajah Kalimantan. Meskipun demikian upaya serius dalam penanganan kasus kematian gajah terutama dalam hal penegakan hukum, investigasi perdagangan adalah hal yang paling krusial tahun ini. Mitigasi konflik dan komitmen dalam mempertahankan habitat gajah adalah yang penting dilakukan terus menerus termasuk penghentian peredaran atau perdagangan racun rodentisida yang menjadi penyebab terbesar kematian gajah. Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, Kepolisian RI dan berbagai instansi terkait, mulai memperkuat diri dalam kerjasama pengetatan atau penghentian terhadap penggunaan rodentisida bagi hama pertanian atau kecuali digunakan hal yang sangat spesifik di luar habitat Gajah.

Selamat Hari Gajah Sedunia, seluruh masyarakat dunia mendukung kehidupanmu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun