Mohon tunggu...
Widyanti Yuliandari
Widyanti Yuliandari Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger, ASN, Penulis buku

Widyanti adalah blogger yang juga penulis buku yang saat ini mengetuai komunitas Ibu-ibu Doyan Nulis, sebuah komunitas yang mewadahi perempuan penulis. Kini Widya tengah menjalani pendidikan Master di program Magister Teknik Lingkungan, Institut teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Kesibukan kuliah tak membuatnya berhenti untuk menekuni blogging dan menulis buku. Saat ini Widya sedang menunggu proses penerbitan buku solo ke-5 nya yang bertema Pola Makan Sehat, Food Combining. www.widyantiyuliandari.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Dana Sosial Keagamaan, Harapan Baru Sanitasi Indonesia

19 Januari 2017   18:41 Diperbarui: 19 Januari 2017   21:46 654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PR Besar Sanitasi Indonesia (Dok: Panitia Kemitraan Pamsimas Kab Bondowoso)

Sebagai PNS daerah, jujur, kadang ada sedikit rasa enggan untuk menghadiri undangan dari Provinsi ataupun pusat, kalau acaranya bernada evaluasi. Ini ternyata bukan hanya saya sendiri yang merasakan, ternyata teman-teman sesama PNS di tempat saya juga ada saja yang mengeluhkan hal yang sama. Memangnya kenapa?

Malu. Iya, malu. Kami kadang malu saat menghadapi evaluasi dan menjumpai angka-angka capaian kami masih jauhhh dari target. Kalau yang paling sering saya alami sih, yang berkaitan dengan sanitasi. Sejak tahun 2012 bergabung dengan Pokja Sanitasi, sejak tahun 2012 bersama-sama beberapa rekan dalam Program PPSP (Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman) rasanya kami seperti ngos-ngosan mengejar target. Begitu pula terkait Program PAMSIMAS. Rasanya enggak selesai-selesai kami bisa melayani 100 persen.

Padahal rasanya sudah segenap daya upaya kami. Dana yang mungkin sebagai kabupaten kecil, memang rasanya tak pernah cukup-cukup, sampai menggalang kepedulian sektor swasta lewat CSR pun sudah kami lakukan. Meski alhamdulillah gayung bersambut, tetap saja nilainya tidak sebanding dengan kebutuhan yang kami kejar. Kadang, dalam rapat-rapat pembahasan di pokja, kami hanya bisa saling berpandangan, lalu menarik napas panjang bersama-sama. Sound a lil bit lebay? Tapi itulah realita.

Melakukan paparan pentingnya sanitasi, mengetuk kepedulian dunia usaha berpartisipasi dalam pembangunan sanitasi melalui CSR (Foto: Dokpri)
Melakukan paparan pentingnya sanitasi, mengetuk kepedulian dunia usaha berpartisipasi dalam pembangunan sanitasi melalui CSR (Foto: Dokpri)
Sanitasi dan air minum memang masih menjadi salah satu pe er besar, bukan hanya bagi kami tetapi juga bagi Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, capaian akses air minum di Indonesia baru mencapai 70,97 persen dan sanitasi 62,14 persen pada 2015. Padahal target kita adalah Universal Access di tahun 2019 nanti. Di atas itu baru angka-angka secara nasional lo, di daerah-daerah tertentu (rasanya kurang pantas menyebut daerah miskin, tetapi bingung mencari istilah yg tepat), capaiannya bisa di bawah itu, loh.

Lalu suatu saat, saking suntuknya saya melihat angka-angka, memelototi lebarnya gap antara target dan capaian, saya tulislah sebuah status. Lupa banget detail atau lengkapnya, yang jelas saya cerita kondisi riil di sektor sanitasi kita. Ada sebuah komen sangat menarik yang masuk di status tersebut (sayangnya saking lamanya, saya malas mencari dan men-capturenya). Komen yang sangat solutif menurut saya. Kira-kira begini: sebaiknya kita yang mampu, membangunkan fasilitas sanitasi bagi saudara-saudara sebangsa yang belum mampu membuatnya sendiri. Anggap saja itu bagian dari sedekah atau amal jariyah. Wow! Kece ya komennya. Dan saya sangat setuju.

Senada dengan pengalaman saya di atas, ternyata beberapa waktu lalu Kementerian PPN/Bappenas sudah melangkah melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga Badan Amil Zakat Nasional serta Badan Wakaf Indonesia. Nota kesepahaman yang ditandatangani pada hari Selasa 10 Januari lalu di Ruang Rapat SG-4 Bappenas adalah tentang Sinergi Pendayagunaan Harta Wakaf Zakat, Infak, Sedekah dan Dana Sosial Keagamaan Lainnya dengan Program Pemerintah dalam Penyediaan Layanan Air Minum dan Sanitasi untuk Masyarakat.

Nah, kalau yang saya ceritakan di atas, komen di status saya tersebut kan sifatnya baru lontaran alias celetukan. Kalaupun terlaksana dan banyak yang mengikuti, tentunya memiliki kelemahan di ketepatan sasarannya. Pastilah ada daerah-daerah tertentu yang butuh prioritas. Ada masyarakat-masyarakat tertentu yang benar-benar perlu dibantu, ada juga yang sebenarnya mampu, hanya perlu distimulasi saja, dimunculkan kesadarannya bahwa memiliki fasilitas sanitasi sendiri itu sangat penting. Namun jika Bappenas dan lembaga-lembaga tersebut sudah melangkah sampai ke MoU, tentunya ada harapan besar, bahwa nantinya program ini bisa lebih tepat sasaran, ya. Kalau harapan saya sih, demikian.

Tentang dukungan terhadap sektor sanitasi dan penyediaan air minum masyarakat tersebut, ternyata oleh Majelis Ulama Indonesia sudah dinyatakan dalam bentuk fatwa, yakni Fatwa MUI nomor 001/MUNAS-IX/MUI/2015 tentang Pendayagunaan Harta Zakat, Infak, Sedekah dan Wakaf untuk Pembangunan Sarana Air Bersih dan Sanitasi bagi Masyarakat.

Menteri PPN (Kepala Bappenas) sendiri mengapresiasi langkah tersebut. Tentunya, setiap kebijakan dan segala sesuatu pasti ada sisi pro dan kontra, termasuk fatwa MUI yang ini. Kalau bagi saya sih, sebagai orang yang berkecimpung di sektor lingkungan dan sanitasi sejak tahun 2002, kenapa tidak? Toh agama islam yang saya anut dan percayai juga mengajarkan kebersihan dan kelestarian lingkungan.

Islam juga memperingatkan agar manusia tidak berbuat kerusakan di muka bumi. Lemahnya pengelolaan sektor sanitasi itu bisa berarti kerusakan loh, kalau dalam kacamata saya. Jadi sinergitas itu perlu banget.

Syukurlah, menurut MUI, mereka memiliki networking kuat juga hingga ke tingkat kabupaten/kota. Denganya, diharapkan, jejaring ini dapat dimanfaatkan sebaik mungkin guna mendukung program ini. KH. Muhyidin Junaidi, ketua MUI mengatakan bahwa dengan networking yang luas tersebut, mereka akan melaksanakan kesepakatan-kesepakatan yang telah ditandatangani untuk suksesnya program tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun