Sebagai PNS daerah, jujur, kadang ada sedikit rasa enggan untuk menghadiri undangan dari Provinsi ataupun pusat, kalau acaranya bernada evaluasi. Ini ternyata bukan hanya saya sendiri yang merasakan, ternyata teman-teman sesama PNS di tempat saya juga ada saja yang mengeluhkan hal yang sama. Memangnya kenapa?
Malu. Iya, malu. Kami kadang malu saat menghadapi evaluasi dan menjumpai angka-angka capaian kami masih jauhhh dari target. Kalau yang paling sering saya alami sih, yang berkaitan dengan sanitasi. Sejak tahun 2012 bergabung dengan Pokja Sanitasi, sejak tahun 2012 bersama-sama beberapa rekan dalam Program PPSP (Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman) rasanya kami seperti ngos-ngosan mengejar target. Begitu pula terkait Program PAMSIMAS. Rasanya enggak selesai-selesai kami bisa melayani 100 persen.
Padahal rasanya sudah segenap daya upaya kami. Dana yang mungkin sebagai kabupaten kecil, memang rasanya tak pernah cukup-cukup, sampai menggalang kepedulian sektor swasta lewat CSR pun sudah kami lakukan. Meski alhamdulillah gayung bersambut, tetap saja nilainya tidak sebanding dengan kebutuhan yang kami kejar. Kadang, dalam rapat-rapat pembahasan di pokja, kami hanya bisa saling berpandangan, lalu menarik napas panjang bersama-sama. Sound a lil bit lebay? Tapi itulah realita.
Lalu suatu saat, saking suntuknya saya melihat angka-angka, memelototi lebarnya gap antara target dan capaian, saya tulislah sebuah status. Lupa banget detail atau lengkapnya, yang jelas saya cerita kondisi riil di sektor sanitasi kita. Ada sebuah komen sangat menarik yang masuk di status tersebut (sayangnya saking lamanya, saya malas mencari dan men-capturenya). Komen yang sangat solutif menurut saya. Kira-kira begini: sebaiknya kita yang mampu, membangunkan fasilitas sanitasi bagi saudara-saudara sebangsa yang belum mampu membuatnya sendiri. Anggap saja itu bagian dari sedekah atau amal jariyah. Wow! Kece ya komennya. Dan saya sangat setuju.
Senada dengan pengalaman saya di atas, ternyata beberapa waktu lalu Kementerian PPN/Bappenas sudah melangkah melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga Badan Amil Zakat Nasional serta Badan Wakaf Indonesia. Nota kesepahaman yang ditandatangani pada hari Selasa 10 Januari lalu di Ruang Rapat SG-4 Bappenas adalah tentang Sinergi Pendayagunaan Harta Wakaf Zakat, Infak, Sedekah dan Dana Sosial Keagamaan Lainnya dengan Program Pemerintah dalam Penyediaan Layanan Air Minum dan Sanitasi untuk Masyarakat.
Nah, kalau yang saya ceritakan di atas, komen di status saya tersebut kan sifatnya baru lontaran alias celetukan. Kalaupun terlaksana dan banyak yang mengikuti, tentunya memiliki kelemahan di ketepatan sasarannya. Pastilah ada daerah-daerah tertentu yang butuh prioritas. Ada masyarakat-masyarakat tertentu yang benar-benar perlu dibantu, ada juga yang sebenarnya mampu, hanya perlu distimulasi saja, dimunculkan kesadarannya bahwa memiliki fasilitas sanitasi sendiri itu sangat penting. Namun jika Bappenas dan lembaga-lembaga tersebut sudah melangkah sampai ke MoU, tentunya ada harapan besar, bahwa nantinya program ini bisa lebih tepat sasaran, ya. Kalau harapan saya sih, demikian.
Tentang dukungan terhadap sektor sanitasi dan penyediaan air minum masyarakat tersebut, ternyata oleh Majelis Ulama Indonesia sudah dinyatakan dalam bentuk fatwa, yakni Fatwa MUI nomor 001/MUNAS-IX/MUI/2015 tentang Pendayagunaan Harta Zakat, Infak, Sedekah dan Wakaf untuk Pembangunan Sarana Air Bersih dan Sanitasi bagi Masyarakat.
Menteri PPN (Kepala Bappenas) sendiri mengapresiasi langkah tersebut. Tentunya, setiap kebijakan dan segala sesuatu pasti ada sisi pro dan kontra, termasuk fatwa MUI yang ini. Kalau bagi saya sih, sebagai orang yang berkecimpung di sektor lingkungan dan sanitasi sejak tahun 2002, kenapa tidak? Toh agama islam yang saya anut dan percayai juga mengajarkan kebersihan dan kelestarian lingkungan.
Islam juga memperingatkan agar manusia tidak berbuat kerusakan di muka bumi. Lemahnya pengelolaan sektor sanitasi itu bisa berarti kerusakan loh, kalau dalam kacamata saya. Jadi sinergitas itu perlu banget.
Syukurlah, menurut MUI, mereka memiliki networking kuat juga hingga ke tingkat kabupaten/kota. Denganya, diharapkan, jejaring ini dapat dimanfaatkan sebaik mungkin guna mendukung program ini. KH. Muhyidin Junaidi, ketua MUI mengatakan bahwa dengan networking yang luas tersebut, mereka akan melaksanakan kesepakatan-kesepakatan yang telah ditandatangani untuk suksesnya program tersebut.