Mohon tunggu...
Wahyu Wibisana
Wahyu Wibisana Mohon Tunggu... Konsultan pr dan penulis freelance -

Penulis lepas dan konsultan PR

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seminggu Jadi Kompasianer Direspon Pujian sampai Caci Maki

13 November 2017   11:02 Diperbarui: 13 November 2017   11:08 850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menulis adalah seni - Dok National Geograpic

Usia  perkenalan saya dengan Kompasiana mungkin sudah terjadi beberapa tahun lalu ketika trend nge-blogmulai merambah Indonesia. Namun karena kesibukan sebagai seorang wartawan dan memimpin sebuah perusahaan penerbitan buku di Jakarta, saya cuma sesekali suka iseng-iseng mencari artikel-artikel yang menghibur di Kompasiana. Ada keinginan untuk menulis namun waktu yang tak mendukung.

Namun seiring kesibukan saya saat ini sudah mulai berkurang, ketertarikan saya pada dunia tulis-menulis seperti kembali terusik. Namun di mana wadah yang tepat bagi saya menyampaikan kebebasan berekspresi dalam dunia tulis menulis. Sampai kemudian akhir minggu lalu, saya membaca sebuah artikel menarik seorang kompasiner yang menyatakan bisa menyalurkan hobinya sambil sesekali "mengais rejeki" lewat lomba-lomba yang diadakan di blog ini.

Sebagai eks wartatan, ini seperti "sebuah tantangan" untuk kembali ke dunia jurnalistik, walau kali ini lebih ke arah citizen journalism. Bukan soal hadiahnya, tapi lewat menulis saya bisa menggali "ide-ide gila" dalam beropini. Maka saya pun kemudian tertarik mendaftarkan diri sebagai blogger di Kompasiana. Dan mencoba menuliskan beberapa "opini" seperti yang pernah saya lakukan ketika masih aktif menjadi wartawan di sebuah harian sore ibu kota.

Begitu mulai menulis, saya malah mendapatkan sensasi pengalaman yang tidak saya rasakan ketika kita menulis di sebuah koran harian. Kalau kita menulis di koran, biasanya respon yang kita dapatkan dari pembaca hampir tidak ada. Kalau pun ada, itu terjadi setelah beberapa hari. Itu pun kalau tulisan kita dianggap terlalu keras "menyentil" si pejabat. Kita biasanya akan dapat tanggapan melalui surat pembaca harian tersebut.

Tapi di website Kompasiana ini, saya justru senang karena kita kita bisa tahu berapa orang yang tertarik dengan artikel kita sekaligus saya bisa melihat langsung respon dari kawan-kawan yang berkunjung ke halaman ini. Ada yang merespon dengan sangat postif dan membangun, ada yang mengajak menjalin pertemanan, tapi tentu saja ada juga yang merespon keras dan mengarah pada caci maki. Dinamika seperti ini yang jarang saya rasakan ketika menjadi wartawan dan menulis opini di surat kabar.

Pujian yang diberikan pada kita bisa menjadikan standar untuk penulisan kita selanjutnya sekaligus untuk terus memacu kita untuk menulis dan menulis lagi. Sementara kritikan pedas yang dilontarkan orang terhadap tulisan kita justru makin membuat kita sadar bahwa Kompasiana adalah sebuah wadah nge-blogyang cukup demokratis sehingga para pembacanya pun diberikan kesempatan untuk membantah/meng-counter tulisan kita.

Bagi saya, kritik pedas pada sebuah opini adalah sebuah semangat kebebasan menyampaikan pendapat yang positif juga.  Bandingkan kalau dikit-dikit orang melapor polisi atau membawa sebuah kritik ke meja hijau, mau jadi apa negeri ini. Balaslah opini dengan opini yang berdasarkan fakta yang tepat, bukan asal menyampaikan kritik. Sebab beradu argument jauh lebih sehat dalam menciptakan hidup berdemokrasi. Dan hendaklah para kompasianer juga tidak perlu patah semangat hanya karena sebuah caci maki. Karena justru caci maki yang kita terima menanda kalau tulisan Anda banyak dibaca orang.

Siapa tahu tulisan-tulisan Anda dalam Kompasiana ini bisa dibukukan seperti beberapa penulis yang juga pernah membukukan tulisan-tulisannya yang ada di rubrik Kompasiana ini. Selamat Ulang Tahun ke-9, Kompasiana. Semoga dengan bertambahnya usia, Kompasiana terus menjadi wadah bagi para penulis menyalurkan opini-opininya yang positif. ()

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun