Mohon tunggu...
Humaniora

Penyebab dan Penanggulangan Kenakalan Remaja

27 April 2017   13:33 Diperbarui: 27 April 2017   22:00 846
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Banyaknya fakta menunjukkan bahwa semua tipe kejahatan remaja itu semakin bertambah jumlahnya dengan semakin lajunya perkembangan industrialisasi dan urbanisasi. Kejahatan remaja lebih mudah berkembang di daerah perkotaan dari pada di daerah primitif atau di desa-desa. Kejahatan remaja di tingkat kota lebih mudah berkembang karena di daerah perkotaan sangat banyaknya akses untuk mendapatkan semuanya karena tersedianya took-toko atau tempat-tempat untuk mereka mendapatkan semuanya. Juga didukung dengan mereka yang memiliki uang banyak lebih gampang untuk membeli apa yang mereka mau, dan pergaulan di daerah kota juga lebih keras dibandingkan dengan di desa-desa. Sedangkan di desa-desa remaja akan lebih susah untuk mendapatkannya dan karena kurangnya akes yang ada di desa. Semakain banyaknya kejahatan remaja maka akan menimbulkan kejahatan yang lainnya seperti pencurian, perampokan, dan lain-lain.

Keluaraga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi perkembangan anak. Sedangkan lingkungan sekitar dan lingkungan sekolah hanya ikut memberikan nuansa pada perkembangan anak. Oleh sebab itu baik buruknya struktur keluarga dan masyarakat sekitar memberikan pengaruh baik atau buruknya pertumbuhan kepribadian anak. Semua perbuatan kriminal mereka itu merupakan mekanisme kompensatoris untuk mendapatkan pengakuan terhadap egonya, di samping dipakai sebagai kompensasi pembalasan terhadap perasaan minder. Kriminalitas remaja ini pada umumnya juga adalah akibat dari kegalalan sistem pengontrol diri, yitu gagal mengawasi dan mengatur perbuatan indtinktif mereka. Jadi, kejahatan remaja merupakan ketidakmampuan anak remaja dalam mengendalikan emosi primitif mereka, yang kemudian disalurkan dalam perbuatan jahat.

Pola kriminal ayah, ibu, atau salah satu dari seorang anggota keluarga dapat mencetak pola kriminal hampir kepada seluruh anggota keluarga yang lainnya. Karena keluarga merupakan hal yang paling dasar yang diikuti oleh anak-anak dari mulai mereka masih kecil belum mengetahui atau mengerti apapun. Anak sedari dulu kecil atau baru lahir mulai belajar sampai saat mereka sudah benar-benar mengerti itu dimulai dari keluarga. Terutama sifat dan perilaku orang tua ynga mendidiknya. Oleh sebab itu tradisi, sikap hidup, kebiasaan, dan filsafat hidup keluarga itu besar sekali pengaruhnya dalam membentuk tingkah laku dan sikap setiap anggota keluarga. Kualitas rumah tangga atau kehidupan keluarga jelas memainkan peranan yang paling besar dalam membentuk kepribadian remaja. Misalnya, seperti rumah tangga yang berantakan disebabkan oleh kemarian ayah atau ibu, kekearasan dalam rumah tangga atau pun perceraian. Hal tersebut dapat menimbulkan anak menjadi terjerumus kedalam kejahatan remaja karena faktor misalnya, anak kurang mendapatkan perhatian, kebutuhan fisik atau pun psikis anak-anak remaja menjadi tidak terpenuhi, anak0anak kurang mendapatkan pengajaran yang baik atau pun latihan fisik dan mental yang sangat diperlukan untuk hidup susila.

Perpindahan tempat tinggal dari derah pedesaan ke kota, dan perpindahan tempat tinggal yang berka;i-kali dari kota kecil yang satu ke kota lain, ke dua-duanya mengakibatkan  sulitnya penyesuaian diri bagi anak ditengah masyarakat, baik yang berupa lingkungan sosial yang menguntungkan maupun yang buruk. khususnya apabila ia tidak dapat diterima dengan baik dilingkungannya. Dalam keadaan ditolak itu anak menjadi sangat tidak bahagia, risau dan sedih, dan dalam kondisi batin yang resah itu anak mencoba menghibur diri dengan jalan berkeliaran ke mana-mana. Lama-kelamaan anak mulai menjadi binal liar tidak terkendali, sering dikuasai kecenderungan dan keinginan yang aneh-aneh.

Selain itu juga kenakalan remaja dipengaruhi oleh lingkungan luar yang buruk dan didorong oleh ambisi materil yang tinggi namun tidak rasioanal anak mulai menjadi agresif, desdruktif, tidak terkontrol perbuatannya. Mereka mulai menipu dan membohongi orang tua sendiri, mengambil dan mencurin barang-barang yang ada di rumah untuk dijual diluar dan pada akhirnya mengembangkan kebiasaan yang jelek atau menibulkan kriminakitas yang lebih besar seperti menipu, mencopet, mencuri, menjambret, maling, dan merampok di luar.

Dalam situasi sosial yang menjadi semakin melonggar itu, anak-anak muda kemudian menjauhkan diri dari keluarganyauntuk kemudian menegakkan eksistensi dirinya yang dirasakan sebagai (tersisih dan terancam). Mereka lalu memasuki satu unit (keluarga baru) dengan subkultur baru. Dengan sengaja mereka menjauhi pergaulan normal dan sistem pendidikan formal yang semula diikuti. Kemudian mereka merasakan satu kebutuhan untyk memainkan peranan sosial baru yang unik, dengan mengadakan kesibukkan baru, yaitu melakukan tindak kejahatan. Penggabungan dirinya dalam satu gang itu dirasa perlu, supaya mereka tidak menjadi gelisah dan risau juga tidak hanya sosial di tengah pusaran modernitas di kota-kota besar.

Dalam gang ini anak-anak muda mengembangkan solidaritas keremajaan yang anti-sosial sifatnya disebabkan oleh perasaan tidak puas terhadap kondisi lingkungan dan kewibawaan orang dewasa. Maka dalam masyarakat modern sekarang sangat dimungkinkan munculnya gang-gang anak berandalan. Karena anak-anak typis tidak dalam kondisi terawasi dan terkontrol secara baik oleh orang dewasa. Dalam masyarakat kontemporer unit-unit yang berpartisipasi dalam semua kegiatan sosial adalah individu-individu, dan kurang pentinglah peranan unit keluarga selaku komunitas atau kelompok. Di sekolah, di tengah kelompok bermain, dan di tengah masyarakat, anak merupakan individu. Dikemudian hari anak ingin berperan serta dalam sistem ekonomi dan sistem politik juga sebagai individu.

Disamping semakin menyusutnya control sosial ornagdewas terhadap anak-anak remaja yang menambah semakin kuatnya nafsu pementingan diri sensdiri (faham individualisme) serta menibgkatntya jumlah remaja delinkuen, terdapat pula prinsip atau teori “kekurangan relative” yang sangat berguna bagi upaya terbentunya gang-gang delinkuen. Pada zaman sekarang tidak sedikit anak remaja dan orang muda yang merasa kurang beruntung, kurang diperhatikan, kurag mendapatkan hak-haknya, bahkan selalu dirugikan oleh orang dewasa.

Muncullah perasaan aliensi (ketersaingan) terhadap dunia orang dewasa, dan merasa tidak pernah diikutsertakan dalam “permainan” yang dilakukan oleh orang dewasa. Bahkan sering kali anak muda meras dijadikan kelinci percobaan dan objek manipulasi oleh orang dewasa. Sebagai akibatnya, para remaja tadi menjadi agresif bahkan memberontak terhadapotoritas orang dewasa. Anak-anak muda itu melakukan pemberontakan dengan jalan menggabubgkan diri dalam geng-geng delinkuen karena mereka merasa tidak mempunyai peranan sosial yang berarti, bahkan mereka merasa tidak dimanusiakan oleh orang dewasa, sehingga hidupnya menjadi kosong melompong tidak berarti.

Maka dalam masyarakat modern sekarang pendidikan merupakan mekanisme vital untuk mengalokasikan remaja dan orang muda ke dalam posisi-posisi individu, terutama dalam sector pekerjaan dan jabatan. Karean itu murid-murid yang merasa tidak sukses di sekolah mempunyai alasan kuat untuk menjadi putus asa, dan tidak memiliki keberanian menghadapi hari esoknya. Keputusan mereka sering menjadi anteseden atau pendahuluan bagi kecenderungan rebeli (melakukan pemberontakan) serta menjadi criminal. Pukulan-pukulan batin dan perasaan putus asa itu apabila serius sifatnya dan berlangsung cukup lama, bisa menjai alasan kuat untuk menerjunkan diri kedalam dunia gang-gang delinkuen. Sebagai contoh dinegara swedia yang begitu kaya dan makmur, dengan minimnya kemiskinan hamper sampai titik nol, dan hamper-hampir tidak ada orang muda yang berputus asa melihat kemungkinan untuk hidup sejahtera pada hari esok, justru anak-anak mudanya banyak sekali yang merasa sebagai “kehilangan dan diabaikan”, merasa kurang mendapatkan perhatian dari orang tua dan orang dewasa jika dibandingkan dengan pemuda-pemuda miskin di negara melarat, misalnya seperti di negara India dan Pakistan.

Perkembangan arus modernisasi dam industrialisasi juga ikut terlibat dalam menunjang bertambahnya gang delinkuen, baik dalam kuantitas maupun kualitas jeseriusannya. Dan pada saat penuh pergolakan batin dan penuh perubahan sosial itu, anak-anak muda tadi banyak yang dimanfaatkan oleh gerombolan radikals untuk dipakai sebagai ujung tombak melakukan gerakan terror dn subversi guna mengacau serta melumpuhkan negara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun