Mohon tunggu...
Toto Karyanto
Toto Karyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bukan yang banyak pasti baik, tapi yang baik pastilah yang banyak.

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar Ikhlas

28 November 2015   05:13 Diperbarui: 10 Oktober 2018   02:03 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konvoi sepeda motor relawan PMI saat demo #SahkanRUUKepalangmerahan , 3 Desember 2013. Dokpri

 Dalam keseharian kita, ungkapan ini sering digunakan saat terkena musibah. Entah kehilangan sanak keluarga, harta benda atau sesuatu yang kita cintai. Kata ikhlas acapkali menggantikan sabar. Secara Islam, ikhlas diartikan berserah diri pada takdir Allah SWT, Tuhan Maha Pencipta seluruh isi alam semesta ini. Sementara itu, takdir adalah ketentuan yang bisa diubah dengan doa serta usaha yang halal dan baik tentunya.

Pengantar tulisan di atas ingin saya tegaskan sebagai gambaran tentang pemakaian kata "relawan" yang marak digunakan dalam beragam aktivitas kehidupan manusia. Ada relawan kemanusiaan, kebencanaan, perpolitikan dan sebagainya. Relawan kemanusiaan bisa dilakukan oleh siapapun, dalam wadah apapun dan dalam situasi yang beragam. Sepanjang masalah kemanusiaan ada, maka relawan kemanusiaan akan hadir di dalamnya. Masalah kemanusiaan yang hakiki boleh jadi berbeda di setiap jaman.

Di masa penjajahan di Indonesia misalnya, para pejuang layak disebut relawan kemanusiaan. Ada yang menjadi politisi semisal Soekarno, Moch. Hatta, Sutan Syahrir dan banyak lagi nama yang memilih jalan tersebut sebagai alat dan cara memperjuangkan derajat manusia Indonesia agar sejajar dengan bangsa-bangsa merdeka di seluruh penjuru dunia.

Jalur politik dan diplomasi lebih mengemuka sebelum dan sekitar Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indoonesia 17 Agustus 1945. Sementara itu, periode sesudahnya merupakan perpaduan antara jalur politik, militer dan banyak cara lain yang membuktikan bahwa peran relawan kemanusiaan sangat dominan dalam kancah mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan.

Di masa sekarang, kehadiran relawan kemanusiaan di berbagai sisi kehidupan Bangsa Indonesia adalah hal yang biasa. Apalagi dalam situasi kebencanaan alam khususnya. Dulu, sebelum hadirnya Basarnas dan BNPB, relawan kemanusiaan banyak dilakukan oleh petugas Palang Merah Indonesia (PMI). Apalagi di jaman Perang Kemerdekaan, petugas PMI yang kebanyakan anggotanya adalah perempuan dan siswi berbagai sekolah menengah (SMP/SMA). Mereka adalah bagian dari laskar-laskar perjuangan seperti Laskar Wanita Indonesia (Laswi),  Tentara Pelajar, para siswi sekolah perawat dan pribadi-pribadi yang ingin mewujudkan hasrat kesuka-relaannya bagi tegaknya Negara Indonesia. Panggilan jiwa yang menghantarkan mereka bergerak selaku relawan kemanusiaan.

Perkembangan dunia politik di Indonesia pasca reformasi nampaknya kurang berpihak pada PMI selaku organisasi suka relawan kemanusiaan formal yang telah diakui oleh negara Indonesia maupun Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah sejak 1950. Sayangnya, pengakuan tersebut kurang meyakinkan beberapa partai politik yang menginginkan penggantian lambang dari palang merah menjadi bulan sabit merah.

Sebenarnya bukan masalah lambang yang saya tegaskan, tapi sudahkah para legislator di gedung DPR RI yang menolak lambang palang merah atau ngotot ingin menggantinya dengan lambang lain yang juga diakui keabsahannya oleh Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah telah belajar ikhlas sebagaimana para pendiri dan penegak Republik Indonesia melakukannya untuk Bangsa Indonesia?

Memang tidak mudah, bahkan teramat sulit, melakukan usaha yang ikhlas jika tidak dilandasi oleh niat tulus ikhlas. Keyakinan diri yang prima dan usaha keras dalam memperbaiki fungsi, peran dan kedudukan organisasi PMI yang dalam beberapa tahun atau dasawarsa terakhir tidak dikelola secara maksimal. Sesuai Prinsip Dasar Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah serta manajemen organisasi modern. Jika para legislator di DPR RI periode sekarang mau belajar ikhlas, RUU Kepalangmerahan yang prosesnya sudah sangat jelas maslahat, tidak perlu menunda lagi untuk segera disahkan.

Boleh dengan syarat agar organisasi PMI dikembalikan sesuai maqomnya sebagai organisasi suka relawan yang merupakan roh Gerakan. Jika perlu syarat tambahan, PMI harus bebas dari segala kepentingan pemerintah (baca: penguasa baik daerah maupun pusat). Kalau semua pihak (stakeholder) mau mempelajari makna ikhlas, kedua syarat tersebut dicantumkan dalam catatan. Jadi...marilah kita belajar ikhlas memahami makna kehidupan, bukan sebaliknya. Semoga.     

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun