Mohon tunggu...
Tonang Dwi Ardyanto
Tonang Dwi Ardyanto Mohon Tunggu... Dokter - Akademisi dan Praktisi Pelayanan Kesehatan

Dosen, Dokter, ... Biasa saja.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Memang Sudah Saatnya "Jamkesda-Plus": KJS-Plus...

30 April 2017   14:36 Diperbarui: 30 April 2017   15:01 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Sesuai Peta Jalan JKN yang disusun DJSN kemudian ditetapkan dalam Perpres 74/2014, maka seharusnya 1 Januari 2017 menjadi batas akhir proses integrasi Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) ke Program JKN. Melihat masih adanya beberapa daerah yang belum melaksanakannya, pada tanggal 19 Oktober 2016 terbit SE Mendagri nomor 440/3890/SJ yang menegaskan kembali agar semua daerah mendukung Program JKN dengan salah satunya segera mengintegrasikan program Jamkesdanya. 

Jumlah peserta integrasi Jamkesda sampai dengan November 2016 adalah 15.151.350 jiwa. Dari 34 provinsi sudah 32 provinsi telah mengintegrasikan sebagian atau seluruh Jamkesda Kabupaten/Kota di wilayahnya. Terdapat 15 provinsi yang berkontribusi melalui sharing iuran/peserta dalam pembiayaan integrasi Jamkesda dengan pola yang bervariasi, misalnya 40% iuran dibayar oleh pemerintah provinsi, 60 % oleh Pembab/Pemkot. 15 provinsi tersebut adalah Aceh, SumateraUtara, Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Bangka Belitung, Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan Tengah, NTB, Sulawesi Barat, Gorontalo, Sulawesi Selatan. Merujuk dari data BPJS Kesehatan, sebanyak 378 Jamkesda kabupaten/Kota sudah integrasi ke program JKN-KIS. Lalu, terdapat 4 provinsi yang sudah dapat dikategorikan Universal Health Coverage (UHC) atau kepesertaan JKN-KIS dari penduduknya > 95% yaitu Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Aceh, Provinsi Papua Barat, Provinsi Gorontalo.

Dalam hal KJS di DKI, sejak April 2013, DKI menjadi tempat uji coba JKN dengan wujud Program KJS. Selain DKI, juga dilaksanakan di Propinsi NAD. Untuk melaksanakan JKS, disepakati kerjasama antara Pemprov dengan PT Askes (waktu 2013 selanjut berubah menjadi BPJSK per 1 Januari 2014). Kemudian mulai 1 Januari 2014, maka KJS secara resmi berintegrasi ke Program JKN.  Dengan demikian sebenarnya secara formal, per 1 Januari 2014 sudah tidak ada lagi Program KJS, yang ada adalah JKN bagi warga DKI. Kartu KJS yang ada, sebenarnya sudah tidak berlaku, tetapi masih tetap dapat digunakan selama belum mendapat ganti Kartu BPJSK (waktu itu) yang kemudian disebut Kartu JKN-KIS sesuai Perpres 19/2016. 

Pada titik inilah memang sebenarnya membingungkan ketika di era kampanye Pilpres ada lontaran: "KJS lebih baik daripada BPJS" atau "KIS lebih baik daripada BPJS". Apa yang lebi baik kalau sebenarnya KJS itu bagian uji coba dari Program JKN. Juga KIS itu hanya nama lain dari Program JKN. Sedangkan BPJS? Itu hanya badan penyelenggaranya saja. 

Lantas bagaimana Pemda tetap dapat memberikan "sesuatu" seperti Jamkesda setelah harus melaksanakan integrasi? Pada tulisan sebelumnya telah diuraikan, apa yang sudah ditanggung dalam JKN memang tidak boleh lagi menjadi subyek pertanggungan bagi pemda. Tetapi pemda tetap dapat merancang Program yang memberikan manfaat terhadap apa yang belum ditanggung dalam JKN. Misalnya: memberikan layanan ambulans di luar skema JKN (karena dalam JKN hanya untuk rujukan antar faskes), tanggungan biaya hidup untuk kehilangan waktu kerja akibat harus dirawat di RS (kecuali telah ditanggung dalam skema BPJSTK), dan sejenisnya. Dalam hal DKI, hal itu dilaksanakan dalam bentuk misalnya Program Ketuk Pintu Layani dengan Hati. Artinya, di luar manfaat dari Program JKN, Pemda DKI memberikan layanan bagi usaha peningkatan kesehatan warganya. 

Kata kuncinya, memang saat ini tidak lagi Jamkesda, tetapi Jamkesda-plus dalam arti memberikan pertanggungan atau jaminan plus terhadap manfaat JKN. 

#SalamKawalJKN

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun