Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengapa di Australia Tidak Ada Sarjana Pengangguran?

3 Mei 2016   20:36 Diperbarui: 19 Mei 2016   14:31 3007
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

genfringe.com

Di Australia, tidak ada istilah "Sarjana Pengangguran”, karena sebelum lulus mereka sudah bekerja. Bahkan kebanyakan sejak SMA sudah bekerja part time. Sehingga tidak ada waktu jeda antara lulus ujian sarjana dan mencari, serta mendapatkan lowongan pekerjaaan. Cucu-cucu kami, baik yang di western Australia, maupun yang di Wollongong, sejak SMA semua sudah bekerja part time.

Mengapa Hal Ini Tidak Dapat Diterapkan di Indonesia?

Akibat Ruwetnya UU Tentang Pekerja Anak, pengusaha tidak mau ambil resiko. Hari Buruh yang diperingati pada tanggal 1 Mei 2016 masih terasa hangat. Maka saya terinspirasi untuk menuliskan tentang pekerja anak. Sebagai mantan Pengusaha yang memanfaatkan tenaga kerja sekitar 100 orang, tentu setidaknya saya sudah harus memahami hal-hal mendasar tentang Undang-undang tenaga kerja.

Pada waktu itu, perusahaan saya berkantor di Jalan Niaga, kota Padang. Tepat berseberangan dengan kantor Polsek, di bagian belakang kantor, dimanfaatkan sekaligus sebagai gudang kopi dan kulit manis. Untuk tenaga bongkar muat, itu sudah ada kelompok buruh yang mengatur. Tegasnya bukan urusan saya. Setiap kali mereka membongkar muatan kopi, kulit manis dan komoditas lainnya, kepala gudang akan melaporkan jumlah koli nya dan kemudian ongkos dibayar dan urusan selesai.

Pada waktu akan dimuat ke truk untuk dikapalkan di pelabuhan Teluk Bayur, maka kembali buruh lepas dari luar diizinkan masuk kedalam gudang untuk mengangkat barang-barang yang sudah ready for export. Sama halnya ketika membongkar barang, setelah selesai dimuat, maka ongkos mereka dibayar dan urusan selesai.

Urusan Pekerja Anak Ruwet

Yang menjadi ruwet adalah pekerja harian, yang jumlahnya sekitar 100 orang dan ditugaskan di 3 unit gudang, yakni gudang kopi, gudang pinang dan gudang gambir. Secara berkala petugas dari kantor tenaga kerja datang dan melakukan pemeriksaan. Tentunya mereka dipersilakan memeriksa dan bertanya langsung kepada pekerja di dalam gudang kami.

Ternyata kemudian saya dapat surat panggilan karena tercatat ada beberapa pekerja kedapatan dibawah umur 18 tahun. Dan berdasarkan Pasal 68 UU No. 13 tahun 2003 dinyatakan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan anak. Pada ketentuan undang-undang tersebut, usia 18 tahun adalah usia minimum yang diperbolehkan untuk bekerja, tapi di bagian lain dikatakan bahwa pengusaha boleh menerima anak anak dibawah umur 18 tahun, selama tidak menganggu sekolah mereka. Nah, hal ini bagaimana pengusaha tahu bahwa mereka terganggu atau tidak?

Padahal perkerjaan mereka bukan mengangkat barang, melainkan hanya duduk menyortir, sesuai dengan mutu barang, mana yang A dan mana yang B dan C. Secara tidak langsung, sesungguhnya mereka dilatih untuk keterampilan mengenali kualitas barang. Dan untuk itu mereka mendapatkan upah sesuai UMR, apalagi mereka masuk bekerja dengan menunjukkan KTP atau surat dari RT bahwa usia mereka sudah lebih dari 18 tahun.

Dipanggil bolak balik, malahan dengan menyebutkan ancaman hukuman sekian ratus juta dan sekian tahun penjara, maka asosiasi pengusaha menghimbau untuk  memilih jalan aman yakni stop sama sekali memperkerjakan orang-orang yang diperkirakan usianya dibawah 20 tahun, karena upah mereka tidak ada bedanya antara usia muda dan dewasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun