Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Biarkan Nasib Menentukan Hidup Kita

7 April 2019   18:02 Diperbarui: 7 April 2019   18:22 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi:meme.com

Jadilah Perancang Nasib Sendiri

Dapat dipastikan bahwa semua orang pasti pernah mendengarkan ataupun membaca kutipan di atas. Bahkan mungkin sudah pernah mengucapkannya, baik bagi diri sendiri, maupun untuk memotivasi orang lain. 

Tapi sayangnya, kalimat tersebut di atas, tidak lebih dari sebatas mengucapkan sesuatu yang enak didengar oleh telinga, namun kemudian dilupakan orang. Baik karena di dera oleh berbagai kesibukan, maupun akibat seluruh energi sudah terkuras habis dalam menghadapi berbagai masalah hidup. Sehingga hal yang sesungguhnya sangat mendasar sebagai jalan untuk mengubah nasib, terabaikan. 

Padahal kita sudah tahu, bahwa setiap orang adalah perancang nasibnya sendiri. Gagal merancang nasib, berarti secara tanpa sadar kita sudah merancang kegagalan dalam hidup kita. Hal ini bukan hanya sebatas teori yang muluk muluk, melainkan cara untuk menentukan jalan hidup yang mana yang ingin ditempuh? Kalau dianalogikan, orang yang keluar rumah tanpa tahu tujuannya mau ke mana, maka pada akhirnya selama seharian ia tidak berbuat apapun, selain dari menghabiskan waktu untuk hal hal yang tidak perlu.

Hindari Hidup Mengikuti Arus 

Mungkin pernah mendengarkan bahwa, "Hidup itu tidak perlu neko-neko ,pokoknya hidup saja mengikuti arus." Nah, inilah salah satu kekeliruan dalam cara berpikir yang dapat menyesatkan orang menjalani hidup, terombang ambing ke sana ke mari. Terkadang, dalam menghadapi kesulitan hidup, saran dan nasihat yang lemah lembut tidak mempan bagi diri kita. 

Untuk mana, izinkanlah saya menuangkan sekilas pengalaman hidup saya. Ketika hidup kami sedang terpuruk, pikiran waras rasanya sudah tidak mampu berkerja. Suatu hari ketemu dengan salah seorang kerabat yang saya panggil Om karena merupakan sepupu dari ayah saya alm. 

Dalam pertemuan tersebut, Om saya hanya berpesan singkat, " Effendi, kalau boleh Om nasihatkan Jangan hidup seperti ayam. Mengais hanya untuk makan sehari. Kalau tetap seperti ini, maka hingga rambut anda memutih, hidup anda tidak akan berubah!"

Pada waktu itu ,sejujurnya saya merasa sangat tersinggung karena merasa diri saya disamakan dengan seekor ayam. Maka saya hanya mengucapkan terima kasih sebagai sopan santun dan langsung pamitan. Hingga larut malam, kalimat "Jangan hidup seperti ayam" ,ungguh terasa sangat melukai hati, walaupun saya tahu bahwa Om saya bermaksud memberikan suntikan kepada saya. Sejak saat itu, saya selalu mengucapkan kepada diri saya sendiri bahwa, "Saya tidak mau jadi seperti ayam."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun