Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jokowi sebagai Seorang Ayah

19 Desember 2017   07:29 Diperbarui: 19 Desember 2017   08:37 1298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : https://web.facebook.com/Jokowi

Pagi ini saya baca tulisan Jokowi di facebook yang menarik. Bukan sebagai seorang presiden tapi sebagai seorang ayah. Rencana semula mau saya copas secara utuh agar lebih jelas tapi karena ada aturan dari Admin bahwa kutipan tidak boleh lebih dari sekian persen maka darpada artikel ini dihapus,maka saya kutip dua alinea saja.

Siapapun tahu,bahwa Jokowi adalah Pengusaha meubel, yang mengekspor hasil produk perusahaannya keberbagai negara di dunia, Seperti yang pernah diceritakan langsung, ketika kebetulan saya beruntung duduk semeja dan berdampingan dalam acara makan siang beberapa tahun lalu. 

Bahkan pernah mengekspor meubel ke Australia. Nah,sebagai seorang  Pengusaha yang dengan susah payah merintis sejak dari nol hingga sukses wajarlah sebagai seorang ayah membayangkan bahwa kelak ada diantara anak anaknya yang akan meneruskan hasil jerih payahnya. Namun ternyata pilihan anaknya, justru bertolak belakang dari apa yang diharapkannya.

Kutipan :

,,,,,,saya sedih tiga anak saya tak satu pun yang mau meneruskan usaha saya. Kurang apa? Pabriknya ada, alat-alat produksinya ada, karyawannya ada. Yang bikin "shock", waktu anak sulung saya Gibran datang: "Pak, saya mau jualan martabak". Dalam hati saya, "Waduh, jualan martabak."

Tapi kemudian apa yang terjadi? Saya terkejut, hanya dalam rentang waktu lima tahun saja "brand value" pabrik kayu yang saya bangun ternyata sudah kalah jauh dari "brand value" martabak milik Gibran. Merek usaha martabak Gibran nilainya lima kali lipat dari merek pabrik kayu saya.

Rupanya ini yang membedakan antara generasi tua dengan generasi muda saat ini. Generasi dahulu seperti saya lebih bangga jika memiliki aset besar, karyawan banyak, dan ekspor besar. Saat ini ada hal yang lebih besar nilainya yakni "brand value".

Itulah sebabnya saya tidak kaget lagi ketika tiga bulan lalu, anak bungsu saya Kaesang, juga datang dan menyampaikan: "Pak, saya mau jualan pisang goreng." (sumber :https://web.facebook.com/Jokowi )

Pengalaman Pribadi

Karena usia saya jauh lebih tua daripada Jokowi, maka saya sudah terlebih dulu mengalaminya. Mulai merangkak dari penjual kelapa, kemudian bekerjas sebagai karyawan di perusahaan Ekspor, hingga menjadi Eksportir Kopi dan Cassia, tentu membayangkan kelak ada salah satu dari anak anak kami yang akan melanjutkan hasil kerja keras saya.

Tetapi malah mereka memilih jurusan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan dunia usaha, Putra pertama kami lulus Msc dibidang program computer dan begitu juga putera kedua kami mengambil jurusan yang sama. Sementara putri kami memilih jujuran Art and design.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun