Mohon tunggu...
Tito Prayitno
Tito Prayitno Mohon Tunggu... Notaris - Notaris dan PPAT

Ayah dua orang putri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kekuasaan Kadang Menjengkelkan

4 Maret 2020   19:45 Diperbarui: 4 Maret 2020   19:51 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jika ingin melihat perilaku seseorang terhadap kekuasaan, berikanlah kepadanya sebuah kendaraan bermotor, lalu perintahkan mereka ke jalan raya, dan kita akan segera mendapatkan jawabannya.  Tak peduli apa jenis kendaraannya, yang penting kendaraan yang diberikan menjadi yang tertinggi derajatnya di jalan raya.  Misalnya di jalan raya kendaraan terbanyak adalah sepeda, maka berikanlah sepeda motor.  Jika yang kebanyakan mobil murah, maka berikanlah mobil mahal lagi gagah.  Maka dalam waktu yang tidak terlalu lama, kita akan dapat menerka bagaimana watak seseorang tersebut jika diberikan setampuk kekuasaan.  Bagi yang agresif, kita akan melihat bahwa ia mengendarai kendaraannya tanpa menghiraukan pengendara lain, namun sebaliknya, bagi yang santun terhadap kekuasaan, ia akan sangat bertenggang rasa dengan pengendara lainnya.

Senada dengan kendaraan bermotor, pakaian seragam juga konon mampu mendongkrak kewibawaan yang bermuara kepada kekuasaan para penggunanya. Dengan pakaian seragam individu yang menggunakannya merasa lebih percaya diri dan menganggap dirinya memiliki kekuasaan lebih daripada mereka yang tak berseragam.

Apalagi jika pakaian seragam tersebut identik dengan organisasi atau instansi yang sangat berpengaruh, dan mampu menempatkan pemakainya sebagai orang yang mempunyai hak istimewa, paling tidak disegani oleh penduduk di sekitarnya.

Seorang anak putri kelas 2 SD di Tangerang, tatkala akan pergi berdarmawisata ke Planetarium di Taman Ismail Marzuki, diwajibkan oleh gurunya untuk memakai seragam olah raga.  Oleh karena untuk kegiatan ekstra kurikuler di sekolahnya adalah kegiatan pencak silat, maka seragam pencak silat yang berwarna merah dan orange tadi digunakan setiap hari Jum'at.  Sambil berseloroh sang ayah mengusulkan, "Daripada pakai baju olah raga kenapa tidak pakai seragam pencak silat saja nak?".  Sang anak dengan yakin menjawab, "Jangan ayah, nanti orang-orang pada takut.". 

Bayangkan, seorang gadis kecil kelas 2 SD pun, beranggapan bahwa seragamnya sangat menakutkan jika sudah dipakai beramai-ramai. Padahal entah siapa orangnya yang akan takut melihat serombongan anak umur delapan tahun dengan seragam pencak silat.  Segalak apapun rombongan tersebut.  Jadi ngeri juga jika ketemu seribuan anak berseragam pramuka, bisa-bisa sebuah kampung dijadikan api unggun oleh mereka.

Rasa berkuasa juga akan timbul, jika sudah melibatkan sekelompok orang yang jumlahnya relative besar, sehingga sudah menjelma menjadi sekelompok massa.  Kelompok ini, jika silau dengan kekuasaan maka akan sangat berkuasa, karena mereka akan didukung oleh kekuatan massa yang tak terbatas.  Dalam istilah kepemimpinan, sering diistilahkan dengan sebutan "Diktator Proletariat", yaitu sifat otoriter yang dimiliki pemimpin yang berasal dari rakyat jelata dan didukung oleh para rakyat jelata pula.  Jika mereka sudah berkonvoi, lumayan bikin deg degan.

Apalagi jika selain sudah menggunakan ratusan sepeda motor, ditambah lagi dengan bendera-bendera lambang organisasinya yang kadangkala  bergambar menyeramkan.  Misalnya gambar sepasang pisau dapur, dengan gambar bawang Bombay di tengah-tengahnya.  Terbayang mata akan segera perih dan berair hebat, dan konon dari sanalah istilah "Nangis Bombay" berasal.

Kelompok yang sedang berkonvoi dan berbendera tadi, akan merasa memiliki hak istimewa untuk menggunakan jalan umum dan harus didahulukan.

Dan entah mengapa, biasanya helm sebagai pelindung kepala dibiarkan tergantung di setang sepeda motornya.  Sambil mengibar-ngibarkan bendera, baik yang bergambar maupun tidak mereka melaju dengan kecepatan tinggi dan membahayakan dirinya dan orang lain. Polisi yang mengatur, tampak jengkel bukan kepalang.  Biasanya saat pulang, dan mereka tak lagi jalan berombongan polisi akan menunggu dengan penuh dendam kesumat.

Sayangnya, saat mereka pulang sendiri-sendiri, tak sedikitpun tampak keberingasan yang ditunjukkan saat berkonvoi.  Gulungan bendera dibawa sedemikian rupa, sehingga tak membahayakan orang lain, helm yang tadinya digantung di setang pun digunakan dengan baik, juga tak membahayakan diri sendiri, mengendarai motornya pun dengan cara yang baik dan benar.  Polisi hanya bisa tercengang-cengang, melihat perubahan perilaku yang sangat drastis.

Kekuasaan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun