Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Dongeng dan Tulisan Dikepung Gawai yang Membanjir

19 Juli 2017   16:30 Diperbarui: 26 Juli 2017   06:43 725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Balita dan atau anak kita usia TK dalam sepuluh tahun mendatang seperti apa? Jawabannya kira-kira sudah tergambarkan. Jari-jemarinya kian terampil memainkan gawainya. Bahkan mungkin sudah menjelajah dan melampaui orangtuanya perihal kepintarannya memainkan alat modern itu.

Anak-anak di kota -- bahkan mungkin yang kota kecil -- hafal bagaimana membuka dan memilih game atau YouTube! Cukup dengan ponsel pintar yang menawarkan dan sekaligus menggoda iman anak-anak sebagai lembaran tidak kosong lagi (tabula rasa) seperti apa yang digambarkan Bapak Pendidikan kita Ki Hajar Dewantara.

DikepungInternet

Dengan kesibukan orangtua kota dan kini among anak bisa diwakili melalui gawai canggih, pada awalnya kita boleh merasa bangga. Sebagai anak modern yang menguasai fitur-fitur dengan sistem android per hari ini menggiring untuk bermedia sosial. Ada keasyikan yang kian melenakan: berapa jam dalam sehari mereka memelototi permainan yang membetot imajinasi mereka. Dalam laporan survei menunjukkan: rata-rata empat jam setengah dalam sehari.

Jika menilik indikasi pengguna komputer dengan seperangkat fiturnya, Indonesia sudah di angka lima besar dunia. Survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII) mengungkap bahwa lebih dari setengah penduduk Indonesia kini telah terhubung ke internet.

Survei yang dilakukan sepanjang 2016 itu menemukan bahwa 132,7 juta orang Indonesia telah terhubung ke internet. Adapun total penduduk Indonesia sendiri sebanyak 256,2 juta orang (Kompas.com).

  • 67,2 juta orang atau 50,7 persen mengakses melalui perangkat genggam dan komputer.
  • 63,1 juta orang atau 47,6 persen mengakses dari smartphone.
  • 2,2 juta orang atau 1,7 persen mengakses hanya dari komputer.

Lalu, di mana peran orangtua ketika ini eranya mbah Google karena semua pertanyaan anak-anak nyaris bisa dijawabnya. Bahkan untuk hal-hal aneh-aneh dan membuat orangtua bergidik mendengar sekaligus melihatnya. Sehingga merasakan betapa beda dua puluh tahun lalu teknologi yang kelewat maju -- di antaranya koran cetak sudah mesti tiarap, tutup.  

Dr. Murti Bunanta dosen UI dan penggagas KPBA (Kelompok Pencinta Buku Anak) sudah cemas sejak delapan puluhan, di mana era media pandang dengar televisi menyerbu sebelum kita terbiasa membaca dan ditambah era gawai seperti survei perihal pengguna gawai di negeri ini di atas. Jelas, makin menjelaskan turunan generasi kita berikutnya.

Oleh karenanya, Dongeng menjadi jadul, ketinggalan zaman dan diemohi anak-anak kita dewasa ini. Mengingat acara impor dan acara yang ditawarkan di media pandang dengar jauh lebih menarik daripada teks yang membosankan. Begitupun dengan internet yang menawarkan berbagai mainan menggiurkan dan memang menggoda. Tampilan yang imajinatif serta vulgar bercampur-baur dalam bayang-bayang terus menguntitnya. Selama dua puluh empat jam dan tak mengenal ruang dan waktu.

Di sisi lain dibutuhkan kemauan kuat orangtua dalam menyampaikan pembelajaran: ruang waktu dan kemampuan sebagai orangtua era kekinian. Sementara dalam mendongeng dibutuhkan peran aktif orangtua, selain kemampuan dalam olah cerita secara lisan. Semestinya itulah interaksi ia sebagai pendidik di lingkungan paling kecil. Mengingat secara psikologis anak masih membutuhkan perhatikan orangtuanya. Selain moral dongeng dengan bahasa ibu dalam arti yang lebih dalam.  

Dongeng dengan media penyampaiannya secara lisan yang gagap dikuasai orangtua dalam kesibukan mereka.  Pun  sudah mengimbas di era milenial dan komputerize yang bergadengan dengan indikasi payahnya kita mengunyah kata-kata. UNESCO dalam laporannya 2012 cukup menerangjelaskan posisi kita. Jika ternyata hanya satu orang dari seribu orang yang benar-benar membaca buku di negeri ini, menjadi indikasi kita dalam membekali diri masih di permukaan. Dan tiba-tiba melompat ke era yang melesat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun