Mohon tunggu...
Taufiq Rahmat H
Taufiq Rahmat H Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengamat Sosial

Fokus dan Tenang

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Cinta Tak Harus Memiliki = Cinta Platonis?

30 Desember 2011   09:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:34 9521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

“Biar pada saat ini aku ceritakan padamu, siapapun yang baca tulisan ini.”

“Bahwa aku menyembunyikan sebuah cinta untuk seseorang yang telah lama ku kenal. Cinta itu kusimpan rapat-rapat. Tak ada satu orangpun yang tau, selain aku, dalam alam pikir dan perasaanku. Cintaku ini bersifat sangat rahasia dan istimewa. Bagiku, cinta ini adalah cinta yang sungguh sempurna dan sungguh ideal. Aku mencintainya bukan karena alasan yang bisa ku jelaskan lewat puisi atau bahasa yang indah-indah. Yang ku tahu, aku mencintainya karena dengan sendirinya tiba-tiba aku mencintainya atas dasar keseluruhan yang ada pada dirinya. Keseluruhan dirinya yang tidak bisa aku jelaskan lewat alasan apapun.”

“Aku tidak mau orang lain tau tentang siapa orang yang kucintai itu, termasuk dia sendiri yang ku anggap sebagai cinta idealku. Selamanya aku akan tetap menyimpan cinta ideal yang sempurna ini dalam hati dan alam pikirku sendiri. Tidak untuk kuinformasikan kepada siapaun. Tidak akan pernah! Justru dengan begini aku bisa merasakan keindahan dan kemurnian cinta itu. Cinta yang istimewa.”

“Apa kau pernah merasakan cinta seperti aku ini? Pernah aku membaca buku tentang cinta. Lewat buku itu, lalu aku mengerti. Bahwa cinta yang seperti ini adalah jenis cinta platonis.”

Wu Huuuuu.. Wau wau wau.. Galau cinta platonis ini kelihatannya.. hahaha

Pernahkah kamu mendengar kata cinta platonis? Kok kedengarannya aneh ya,. Cinta kok cinta platonis, haha. Oke deh, mari sama-sama kita selidiki lebih dalam, apa benar cinta yang dirasakan tokoh anonim dalam narasi diatas adalah cinta platonis? Cekidot!

Kata Platonis berasal dari nama seorang filsuf Yunani, Plato. Plato adalah filsuf yang menggagas pemikiran mengenai dunia idea, dimana menurutnya, segala sesuatu yang ada di alam realitas ini adalah hanya copy-an saja dari dunia idea. Dunia idea adalah sumber dari segala sesuatu, segala bentuk pengenalan tentang apa saja. Dunia idea bisa kita bayangkan sebagai gudang dalam super market yang maha besar, yang dari gudang itu kita bisa mendownload segala sesuatu, apa saja untuk kita jadikan bekal mengenali alam didunia realitas.

Seperti misalnya kita mengenali aneka macam burung di dunia realitas yang masing-masing memiliki bentuk dan ciri-ciri yang berbeda (burung gagak, burung elang, burung merpati, burung merak, dan sebagainya), kita bisa mengenali mereka sama-sama sebagai burung. Mengapa kita bisa mengenali mereka sebagai spesies yang sama padahal bentuk dan ciri-cirinya berbeda? Menurut Plato, hal itu teradi karena sebelumnya kita sudah mengenal konsep ideal tentang burung di dunia idea kita, yaitu pada alam pikir kita yang punya konsep ideal tentang segala sesuatu. Konsep ideal tentang burung berarti konsep tentang segala yang mencirikan “ke-burung-an” secara sempurna yang ada di alam pikiran kita. Sehingga, biarpun burung itu warnanya berbeda, bentuknya berbeda, cara hidupnya berbeda, atau makanannya berbeda, kita tetap bisa mengenalinya sebagai burung. Ya, karena alam pikir kita sudah punya konsep ideal dan sempurnya, untuk bisa meng-klaim bahwa sesuatu yang paling mendekati konsep burung ideal (di dunia idea kita) dapat kita kenali sebagi burung. Begitu juga dengan hal-hal lain. Bagi Plato, pengenalan manusia pada dunia realitas disekitarnya adalah pengenalan kedua setelah manusia itu terlebih dahulu mengenal konsep idealnya di dunia idea.

Belum pusing kan? Hehe. Oke, lanjut. Menurut murid Sokrates ini, dunia idea adalah hakikat tertinggi dari segala sesuatu. Dalam dunia idea tersimpan segalanya yang ideal tentang apa saja. Entah tentang konsep kebaikan yang ideal, konsep kecantikan yang ideal, konsep keindahan yang ideal, konsep keadilan yang ideal, atau konsep apapun yang ideal, termasuk konsep cinta yang ideal. Sesuatu yang ideal adalah sesuatu yang sudah tidak lagi terikat pada bentuknya sebagai yang material. Ideal bersifat murni sebagai ide. Ideal itu sejajar dengan sempurnya. Ideal tidak bisa didefinisikan dan diturunkan pada bentuk-bentuk ataupun informasi-informasi. Ia murni sebagai ide yang rahasia dan misterius. Namun, ia benar-benar ada. Hanya saja keberadaannya terbatas pada alam pikir atau alam ide manusia saja, tidak bisa serta-merta dibumikan ke alam realitas yang serba terikat bentuk. Adapun yang bisa kita gunakan untuk mengenali alam realitas adalah turunan kedua dari dunia idea kita. (sebagaimana dalam contoh tentang pengenalan burung tadi)

Bagaimana dengan konsep cinta platonis yang tidak lain adalah cara Plato memahami bahwa ada suatu cinta di dunia idea manusia yang sifatnya ideal itu?

Sebagaimana terdapat pada contoh mengenai aneka burung tadi, dimana kita tetap bisa mengenali mereka sebagai burung walaupun varian mereka berbeda satu sama lain dikarenakan sebelumnya kita telah mengenal konsep burung yang ideal di dunia idea. Cinta ideal juga seperi itu. Maka, cinta ideal itu hanya bisa dirasakan dan dinikmati keindahannya hanya dalam alam pikir kita atau dunia idea kita saja. Tidak bisa kita turunkan dari alam idea ke mulut, kemudian kita informasikan ke orang lain bahwa kita mempunyai cinta terhadap seseorang. Kalau cinta ideal itu kita informasikan ke orang lain, maka cinta tersebut sudah bukan lagi menjadi cinta yang ideal. Lalu apakah cinta ideal itu hanya milik dunia idea, yang artinya, juga tidak boleh dirasakan dalam hati? Bukan begitu. Cinta itu akan tetap ideal ketika cinta itu tidak diinformasikan pada siapapun diluar diri kita sendiri. Selama kita bisa menyimpan rapat dan merahasiakan cinta itu khusus untuk dunia idea dan hati atau perasaan kita, maka cinta ideal itu akan tetap singgah dalam diri kita.

Bagaimana kalau karena suatu keadaan tertentu (nggak tahan pengen ngungkapin misalnya, hehe), tiba-tiba kita bocorkan informasi tentang cinta ideal itu ke orang lain, bahkan mungkin ke orang yang kita cintai dalam dunia idea kita sendiri itu? Jika kita mengeluarkan informasi tentang siapa yang kita cintai secara ideal itu ke orang lain, siapapun itu, maka musnah sudah cinta ideal kita. Cinta yang sudah dinyatakan atau diinformasikan, sudah menjadi cinta kedua. Bukan cinta pertama! Cinta pertama adalah cinta ideal yang sangat sangat sangat misterius, tersembunyi, dan rahasia. Cukup kita sendiri yang tahu, orang lain tidak. Cinta ideal adalah cinta yang keindahan dan kenikmatannya murni hanya bisa kita rasakan secara pribadi, tak seorangpun boleh tahu, meskipun dia adalah orang yang kita anggap sebagai cinta ideal kita sendiri. Begitulah kira-kira model cinta platonis.. :)

Apakah 'cinta tak harus memiliki' adalah cinta platonis?

Tidak menutup kemungkinan, bahwa kamu bisa menafsirkannya sendiri. Selamat mencinta..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun