Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Perangkai Kata, Penikmat Citarasa Kuliner dan Pejalan Semesta. Pecinta Budaya melalui bincang hangat, senyum sapa ramah dan jabat erat antar sesama

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Wanita Biasa, Bisa Berbuat Apa untuk Indonesia?

17 Agustus 2017   19:54 Diperbarui: 18 Agustus 2017   08:19 873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia, lahirku, hidupku, matiku ada dalam bumi mu (Dokumentasi Pribadi)

Rasanya butuh keberanian tingkat tinggi saat saya harus mengikuti flashblogging dengan tema Apa yang sudah diperbuat untuk Indonesia. Tepat disaat negara kita tercinta genap berusia 72 tahun. Sebagai perempuan, saya bukanlah siapa-siapa. Bukan tokoh, bukan pejuang, bukan orang kenamaan, bukan pula perempuan yang sudah menginspirasi sekian banyak orang. Lantas, bagi perempuan biasa seperti saya, apa yang sudah saya lakukan.

Sungguh, saya tidak ingin membuka beberapa catatan yang tertoreh terkait rekam jejak saya dimasa lalu. Biarlah saya,  Tuhan dan segelintir orang yang memang pernah bersinggunggan di sebuah dunia yang cukup hingar bingarlah yang tahu. Sebab saya sadar, malu rasanya menghitung apa yang sudah kita lakukan. Sebab tentu itu amat sangat tidaklah seberapa jika dibanding dengan apa yang sudah dilakukan banyak pihak yang memberi dampak nyata pada masyarakat.

Hanyalah berbekal sebuah kepercayaan diri. Disertai dengan sebuah kutipan tentang perubahan diri yang tertulis di makam seorang uskup Anglikan bernama Westminter Abbey yang dirasa mampu menginspirasi.

Ketika aku muda, aku ingin mengubah seluruh dunia. Lalu aku sadari, betapa sulit mengubah seluruh dunia ini. Maka aku putuskan untuk mengubah negaraku saja.

Ketika aku sadari bahwa aku tidak bisa mengubah negaraku, aku mulai berusaha mengubah kotaku. Ketika aku semakin tua, aku sadari tidak mudah mengubah kotaku. Maka aku mulai mengubah keluargaku...(dst)

Sungguh saya sadar bahwa keinginan untuk melakukan banyak hal yang bermanfaat kadang sedemikian kuat. Namun kembali pada ruang kesadaran diri bahwa tiap diri kita memiliki kapasitas dan kemampuan yang berbeda satu sama lain. Tentu itu semua tidak sebatas dimaknai sebagai ruang untuk menisbikan peran minoritas manakala telah ada peran mayoritas. Semua saling melengkapi, berbeda peran, berbeda apa yang dilakukan. Subtansinya tetap sama.

Maka, dengan penuh kerendahan diri, sungguh tak banyak yang bisa saya perbuat untuk bangsa ini. Dalam Ilmu Antropologi yang pernah saya pelajari, saya meyakini bahwa keluarga yang dibentuk dengan awalan berumahtangga adalah entitas terkecil dari bangsa. Dan oleh karena itu pulalah, maka sebagai perempuan biasa yang berkutat dalam ruang rumah tangga saya berusaha sekuat tenaga untuk tidak kehilangan jati diri sebagai perempuan Indonesia.

Tidak sekedar mencintai, namun membuka ruang toleransi bagi keberagaman adalah salah satu yang selama ini saya pertahankan dalam diri. Berbeda warna kulit, berbeda suku bangsa, berbeda agama, berbeda isi kepala, hingga berbeda pandangan justru akan semakin menguatkan khasanah kebangsaan. Memang saat ini saya belum bisa melakukan banyak hal terkait dengan kemanfaatan bagi khalayak luas. Tapi setidaknya ketika kita belum mampu memberi lebih, maka mempertahankan sesuatu yang menjadi jatidiri pada diri sendiri merupakan satu perbuatan yang cukup bagi saya

Sebagai Perempuan biasa, saya belumlah apa-apa dibandingkan tokoh-tokoh bangsa, terlebih pahlawan-pahlawan bangsa. Tapi setidaknya saya terinspirasi dari mereka. Ketika Kartini menulis dengan sekian surat dan karya-karya pemikirannya, maka saya hanya mampu menulis di kompasiana. Itupun dengan kualitas konten yang tidak seberapa. Tapi setidaknya saya sudah berusaha. Ketika Tjut Nyak Dien dengan gagah berani naik kuda mendampingi Teuku Umar sebagai suami dalam berjuang. Maka saya pun berusaha meneladani mereka para pahlawan kusuma bangsa. Dengan sepeda motor saya melintasi terjalnya medan Trenggalek-Ponorogo-hingga Jogjakarta. Sembari turut serta mendampingi suami yang bekerja di sebuah proyek insfrastruktur demi percepatan pembangunan negeri.

Memang sih kadarnya jauuuhhh berbeda, Tapi sekali lagi. Inilah saya yang hanya seorang perempuan biasa. Ketika kita belum bisa melakukan banyak hal untuk bangsa, maka tidak ada salahnya kita tetap melakukan hal-hal kecil dalam jangkauan kita. Itu saja. Semua berawal dari hal terkecil. 

Saya sadar betul bahwa Nasionalisme bukan sekedar kata-kata. Namun tidak ada salahnya, sebagai perempuan biasa, saya curahkan semua yang sudah saya lakukan meski itu tidaklah seberapa dalam rangkaian kata-kata

sebab saya perempuan Merdeka!!!!

salam  

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun