Baru saja tersiar berita penangkapan orang yang mengelola prostitusi online di Bogor awal Februari 2013. Publik dibuat terperangah ketika blog yang dikelola mahasiswa itu ternyata menyediakan jasa kencan dengan wanita-wanita penghibur. Tak ayal lagi, tidak susah buat polisi untuk menangkap si pembuat blog. Bagi kita, pecinta dunia online, mungkin bukan barang baru tentang prostitusi online lewat blog atau web pribadi. Namun bagaimana dengan wanita penghibur yang terang-terangan membuka akun layanan jasa esek-esek lewat twitter?
Awalnya saya tidak suka untuk menuliskan hal-hal seperti ini. Saya takut dianggap penyuka hal-hal berbau mesum dan pornografi. Namun , ada hal yang menggelitik saya, ketika seorang teman menjawab mention teman saya yang lain dengan gurauan "adanya penjaja seks" di twitter dan ia memberi sebuah nama perempuan di twitter untuk dihubungi kalau teman saya ini mau. Aduh ?? Kok twitter juga tidak luput dari beginian ya ?? pikir saya.
Kenapa Twitter ?
Praktis dan mendunia, mungkin itu jawaban tepatnya. Kenapa tidak memilih facebook ? Dari berbagai pengamatan yang ada , facebook kurang tepat dipilih penyedia jasa esek-esek ini. Twitter yang menyediakan 140 karakter dianggap lebih praktis dan tidak harus memakan "loading" software terlalu banyak. Tinggal menulis sesuatu yang singkat, nanti berbagai macam balasan akan datang.
Singkatnya, memang Fb juga bisa diakses lewat smartphone, tapi twitter sangatlah praktis, menurut berbagai sumber yang saya cari keterangannya. Penulis mencoba menelusuri dari keterangan teman di twitter. Mengejutkan memang, ada beberapa wanita memang jelas-jelas mengaku bersedia menjadi penghibur para lelaki hidung belang dengan cara memesan lewat twitter.
Juga ada ucapan terima kasih karena sudah memberi servis bagus dan ucapan terimakasih karena sudah menerima uang transfer hasil "keringat panas" mereka.
Miris. Mengingat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Eletronik harusnya juga diberlakukan kepada semua orang yang melakukan prostitusi online, maka wanita-wanita penghibur seperti ini harusnya juga bisa dikenakan hukum pidana dengan perspektif Cybercrime. Pasal yang pernah penulis catat dan baca ada 2 UU yang bisa menjerat cyber sex ini.
1. KUHP Pasal 296 dan 506, pasal 296 adalah “Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah”. Pasal 506 KUH Pidana merumuskan sebagai berikut “Barangsiapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikan sebagai pencarian diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun”
2. UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 27 Ayat (1), Isi pasal 27 ayat (1) adalah sebagai berikut “ setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau menstransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Tentu saja ini akan membuat banyak wanita-wanita penjaja bisnis esek-esek ini tidak berani lagi untuk memasang badan mereka di penjara, dengan masang iklan di twitter.