Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Nafsu Manusia; Belum Berkuku Hendak Mencubit

25 Juli 2017   06:30 Diperbarui: 25 Juli 2019   07:14 1163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di zaman nenek moyang. Ada pepatah begini "belum berkuku hendak mencubit"

Kira-kira artinya, "belum berkuasa tapi sudah mencari - cari kesalahan orang". Kalo mau disederhanakan, bisa juga dimaknakan "belum apa-apa saja sudah pengen melukai". Apalagi kalo sudah jadi apa-apa ya?

Begitulah kira-kira yang terjadi di dekat kita. Banyak orang lebih doyan saling menyalahkan, saling mencari salahnya. 

Jadi koalisi gak senang, jadi oposisi ketemuan di MRT berisik. Gak bisa pulang ke tanah air katanya gak dibantu pemerintah, padahal dia sendiri yang pergi ke luar negeri. Belum jadi koalisi, udah minta porsi 55:45. Bertandang ke kantor partai, ujung-ujungnya pengen nyalon presiden 2024. Belum apa-apa, bawaannya "ruang gerak" orang maunya dibatasi. Tapi "ruang gerak" orang lain dikebiri. Hati-hati, sifat-sifat egosi dan mau menang sendiri kian membabi buta di zaman now.

Belum berkuku  hendak mencubit.

Atas nama nafsu kekuasaan, semua dianggap boleh. Boleh mengumbar aib, boleh menghakimi satu sama lain. Seolah mengkritisi tapi menebar hoaks. Katanya pengen hidup tenang dan harmoni. Ber-bhineka tunggal ika dan segalanya. Tapi sayang, kadang banyak orang gak mampu melepaskan diri dari pikiran keliru. Terlalu tekun dan rajin memperjuangkan pikiran yang gak sepenuhnya benar.

Emang udah zamannya kali ya. Banyak orang gemar "tidur bareng" dengan ketakutan, keraguan, kesalahan, kebencian hingga takhayul. Hidup dalam ilusi. Buat mereka, "kebaikan" itu HANYA objek nafsu dan selera semata. Wajar kalo akhirnya, mereka berjuang mati-matian untuk kepentingannya. Lalu, terhindar dari "kematian" eksistensi yang mengerikan.

MEMANG, HIDUP ITU DI ANTARA NALURI DAN AKAL. DI TENGAHNYA ADA NAFSU.

Ketika naluri dan akal bersinergi. Di situlah manusia gak  akan pernah istirahat dari kecemasan yang dia bangun sendiri. Menjadikan mereka selalu gak puas, dan ingin menang sendiri. Naluri dan akal kalo udah ngumpul, seremnya luar biasa. Mereka akan berbohong dan saling menipu satu sama lainnya. Berulang dan berulang terus.

NAFSU yang gak pernah berhenti untuk meraih kekuasaan dan kekuasaan.

Maka wajar buat siapapun. Ketika nafsu berkuasa, maka tiap orang selalu melihat orang lain sebagai ancaman.

Hidupnya ada di era digital, era yang serba modern. Era yang membolehkan segalanya. Era di mana tanpa belajar semua orang bisa dan boleh "berceramah". Banyak omong tapi belum tentu dilakonin. Era "memberi pelajaran" tanpa perlu "mempelajarinya apalagi melakoninya". 

Seperti kata pepatah lagi. "Gak pandai menari dikatakan lantai terjungkat" maka "gajah di pelupuk mata tak tampak, kuman di seberang lautan tampak" hingga akhirnya "bagai balam dengan ketitiran". Bila diartiin, kira-kira begini. "Kita yang gak tau apa-apa, tapi yang disalahin selalu orang lain" maka "kesalahan orang yang sedikit tampak, tetapi kesalahan sendiri yang besar gak tampak"  hingga akhirnya"selalu berselisih hingga gak mampu lagi bersatu-padu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun