Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ramadan, Perdamaian, dan Akhlak Mulia

22 Mei 2019   13:18 Diperbarui: 22 Mei 2019   13:39 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Islam tentu saja agama yang selalu mengedepankan perdamaian (salaam) dan tradisi paling awal yang diperkenalkan oleh Nabi Muhammad adalah menebarkan perdamaian. Sejak abad ke enam Masehi, disaat sedikit diantara para pengikut ajaran Islam, hampir dipastikan mereka merasakan bahwa Islam adalah ajaran yang benar-benar memberikan ketentraman kepada mereka. Orang-orang yang tertarik memeluk Islam adalah orang-orang lemah, para hamba sahaya, mereka yang tertekan oleh kepongahan dan kesewenang-wenangan penguasa, padahal, Islam sendiri lahir di sebuah kota yang menjadi salah satu pusat perdagangan, bukan dari pedalaman kampung.

Karena perkembangan awalnya berada di pusat perkotaan, Islam selanjutnya menjadi agama "elitis" dengan adat dan tradisi yang khas perkotaan dengan realitas ekonominya yang menonjol. Maka, wajar, jika ayat-ayat Alquran periode awal diturunkan di Mekah, memang lebih menyentuh aspek-aspek perekonomian dan perdagangan, seperti misalnya bagaimana Alquran menggambarkan keuntungan dengan pahala atau balasan dan kerugian dengan dosa dan siksa neraka. Setiap orang yang berbuat baik, pasti beruntung dan Tuhan akan memberikan balasan yang berlipat-lipat atas kebaikannya, sebaliknya, jika mereka berbuat buruk dan menyakiti pihak lain, ancaman Tuhan sangat jelas, tidak hanya menjatuhkan kerugian di dunia tetapi juga kerugian di akhirat kelak.

Semakin banyaknya pemeluk agama Islam sejak awalnya memang telah memberikan kedamaian dan ketentraman kepada para pemeluknya. Mereka bersatu dalam ikatan umat, dimana terlarang salah satu dengan lainnya menyakiti, sebab mereka diikat oleh satu ikatan iman melampaui kekelompokan, kesukuan, atau kekeluargaan. Terjaganya entitas damai yang dibawa oleh Islam, tentu saja karena Islam sendiri merupakan agama akhlak, suatu ajaran budi pekerti luhur yang senantiasa ditradisikan dalam seluruh nilai-nilai ajaran agamanya. Akhlak merupakan tradisi yang melekat secara pribadi (khuluq) para pemeluknya, karena inti dari "makhluk" Tuhan tentu karena mereka bersatu dalam suasan akhlak yang mulia, sekalipun berbeda-beda dalam tujuan hidupnya.

Bukan suatu kebetulan, bahwa bulan Ramadan sarat dengan nilai-nilai perdamaian yang diajarkan didalamnya. Tidak hanya nilai itu secara khusus, Ramadan yang diperingati seluruh umat Muslim dengan berpuasa, selalu memberikan pemantapan soal budi pekerti yang luhur atau yang dalam ajaran resmi Islam dikenal dengan istilah "akhlak". Bersabar untuk tidak makan dan minum dalam waktu tertentu adalah akhlak, tidak berkata buruk atau menyakiti orang lain selama berpuasa juga akhlak, termasuk menahan diri dari segala hal yang dapat mengganggu atau membatalkan nilai-nilai puasa, jelas adalah akhlak yang mulia.

Menariknya, Nabi Muhammad justru diutus oleh Allah kepada umat manusia, karena tugas kenabiannya menyempurnakan akhlak (tradisi, prilaku, kebiasaan) masyarakat. Kebiasaan atau adat yang telah tertanam secara baik dan dipandang baik serta dikenal oleh suatu masyarakat, tentu dipertahankan dan dilestarikan. Hal-hal yang masih tidak sesuai dan bahkan belum menjadi suatu tabiat atau tradisi baik, diisi oleh akhlak Islam untuk tujuan kebahagiaan dan keadilan suatu masyarakat itu sendiri. Namun demikian, akhlak bisa saja hilang atau lenyap dalam diri kita sendiri atau dalam suatu kelompok dalam masyarakat, karena perkembangan zaman dan perubahan sosial.

Jika suatu akhlak hilang atau lenyap, tidak berarti bahwa akhlak itu tercerabut dari akar tradisinya, namun lebih banyak tergantikan oleh tradisi atau kebiasaan baru lain yang meresap kedalam budaya disadari maupun tidak. Hilangnya akhlak memungkinkan diketemukan kembali dengan upaya yang sungguh-sungguh dan susah payah yang mungkin saja berhasil atau malah gagal sama sekali. Maka, agama dalam hal ini berfungsi untuk mengembalikan akhlak melalui dorongan kesadaran etik yang digali dari nilai-nilai sejati dalam suatu ajaran agama itu sendiri.

Imam al-Ghazali dalam karyanya "Ihya Ulum ad-Din", menjelaskan bahwa akhlak merupakan suatu kondisi kejiwaan yang mantap, yang atas dasarnya lahir aneka kegiatan yang dilakukan dengan mudah, tanpa harus dipikirkan terlebih dahulu. Jika kondisi kejiwaan itu baik dan melahirkan perbuatan-perbuatan yang dinilai oleh akal dan agama baik, pemiliknya dinilai memiliki akhlak mulia. Puasa, tentu saja mengolah dimensi kejiwaan agar selalu cenderung ke arah kebajikan dan kesalehan, karena dalam puasa benar-benar mengekang syahwat bukan mengumbarnya. Akhlak yang baik, seharusnya muncul dari jiwa-jiwa yang bersih akibat nilai-nilai puasa yang benar-benar meresap ke dalam dirinya lalu tampak ke permukaan melalui kehendak tanpa keterpaksaan.

Lalu, bagaimana jika akhlak hilang dalam diri kita? Atau, ternyata puasa di bulan Ramadan justru tak mampu menyerap nilai-nilai akhlak di dalamnya, sehingga yang muncul ke permukaan adalah prilaku akhlak tercela? Mungkin saja, kerusuhan yang terjadi di bulan Mei 2019 kali ini---yang bertepatan dengan bulan Ramadan 1440 H---adalah contoh nyata hilangnya akhlak dalam diri kita, sebab puasa yang seharusnya mengajarkan kesabaran dan perdamaian, malah justru sebaliknya, menebar ketakutan, merusak, dan mengganggu ketentraman pihak lainnya. Sekalipun yang merusak dan melakukan anarkisme adalah oknum, paling tidak, kita sendiri gagal menyerap nilai-nilai puasa Ramadan yang mengajarkan nilai kebajikan melalui akhlak yang mulia.

Pernah suatu saat, Nabi Muhammad menyatakan, "jihad terbesar adalah menahan hawa nafsu". Pernyataan Nabi ini tentu saja seolah mengecilkan arti perang dalam konteks jihad yang justru perang Badar terjadi di bulan Ramadan pada waktu itu dan seluruh umat muslim sedang dalam keadaan berpuasa. Oleh karena itu, pesan Nabi ini menjadi sangat penting, dimana puasa bukan dimaknai secara fisik: lapar, haus, dan tidak melakukan aktivitas seks, namun lebih bernuansa batin: menahan hawa nafsu dan jika perlu mengekangnya sampai ke titik terendah dan kita akan menjadi "pemenang" sebagai manusia yang mampu mengendalikan nafsunya sendiri.

Namun, kita tentu saja tak mungkin secara merata sanggup meneladani nilai-nilai puasa di bulan Ramadan, sebab hanya beberapa orang saja yang benar-benar membangun kesadaran etik secara paripurna melalui puasa. Kebanyakan hanya sebatas menahan hawa nafsu untuk tidak makan dan minum dan itulah sesungguhnya ungkapan Nabi Muhammad dalam memandang betapa banyaknya umat Muslim yang berpuasa sekadar mendapatkan rasa haus dan lapar saja, tanpa memahami esensi pendidikannya yang mengajarkan nilai-nilai moral yang agung. Itulah kenapa kita tidak heran, jika semangat anarkis justru bisa saja muncul dalam keadaan puasa, sebab yang mereka rasakan hanya lapar dan haus dan dorongan inilah yang paling besar membuat seseorang meluapkan hawa nafsunya demi memenuhi rasa lapar dan dahaga yang selama ini dijalaninya.

Kita tentu saja berharap, bahwa Ramadan tetap menjadi bulan suci, bukan karena di bulan itu Alquran diturunkan ke dunia, tetapi karena orang-orangnya dengan keyakinan kuat, berpuasa demi Tuhannya. Ketika berpuasa demi Tuhan, maka biarlah Tuhan yang akan menilai soal kesempurnaanya. Kita hanya fokus pada pengendalian hawa nafsu sebagaimana yang diperintahkan Tuhan, untuk tidak makan, minum, mengekang syahwat, menahan diri dari segala yang membatalkan puasa, termasuk marah, berbicara buruk, terlebih melakukan perusakan dan mengumbar fitnah kepada pihak lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun