Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Untuk apa sembuhkan luka, bila hanya tuk cipta luka baru? (Supartono JW.15092016) supartonojw@yahoo.co.id instagram @supartono_jw @ssbsukmajayadepok twiter @supartono jw

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Saat Media Massa Terus Menggerus Hati dan Pikiran Rakyat Atas Komoditi Berita Sengketa Pilpres

18 Juni 2019   12:31 Diperbarui: 18 Juni 2019   13:02 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Tribunnews.com

Hari ini, Selasa (18/6/2019) sedang berlangsung sidang lanjutan sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi, Jakarta.
Sidang yang agendanya adalah pembacaan dalil dari pihak termohon (KPU) dan pihak terkait paslon 01, apapun hasilnya, yakin akan kembali menjadi komoditi berita dan bahan perdebatan lanjutan oleh Media Massa (media cetak, media online, dan televisi).

Apakah selama ini rakyat menyadari bahwa sengketa pilpres yang terus mengular, satu di antara pemicu terbesarnya adalah andil dari media massa?

Bila antara Cebong (dari pihak 01) dan Kampret (pihak 02) selama ini saling tuduh bernarasi dan menggiring opini raykat demi mendapatkan simpati, namun siapa yang sejatinya memercik api di atas minyak, hingga pikiran dan hati rakyat terus tergerus? Semakin jauh dari toleransi, etika, dan tata krama, bahkan hingga dalam lingkungan keluarga yang saling berbeda dukungan suasana keluarga berubah menjadi seperti di neraka?

Tengok lingkungan di luar keluarga, mulai dari tingkat RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, Kota/Kabupaten, hingga tingkat provinsi, semua menjadi sangat ahli dalam berseteru.

Bernarasi mau menang sendiri, berkata-kata kasar, semua persis meneladani para elite dan pemimpin bangsa ini yang terus berperang demi kepentingan pribadi dan golongan sendiri.

Dari mana rakyat, mulai dari lingkungan keluarga hingga tingkat provinsi menjadi begitu mahir berseteru?

Biang keladi dari pendidikan berseteru itu adalah andil terbesar dari Media Massa yang secara cerdas terus mendidik rakyat menjadi pakar berseteru.

Tidak usah merekam jejak kisruh pilpres dari proses awal hingga sidang sengketa pertama di MK, 14 Juni lalu. Coba kita analisis saja, berapa banyak produk komoditi berita dan perdebatan di media massa seusai sidang MK, 14 Juni hingga 17 Juni 2019.

Hanya dalam tempo empat hari, ratusan berita (atau ribuan) baik dari medianya maupun dari nara sumber, artikel, opini, surat pembaca, hingga diskusi-didkusi di layar televisi dengan berbagai aktor yang mewakili pihak Cebong dan Kampret, semuanya terus menguras hati dan pikiran rakyat. Tidak menyelesaikan masalah dan terus menyisakan persoalan yang terus menjadi bola salju, karena masing-masing pihak terus bersikap seperti jagoan. Apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh media massa bila ujungnya malah terus membuat kecewa pembaca dan pemirsa?

Selama kisruh pilpres hingga usai Idul Fitri, di tambah usai sidang perdana di MK, saya terus setia menjadi pendengar keluh kesah kedua kubu, mulai dari lingkungan tempat tinggal, tempat kerja, sanak famili dan keluarga, hingga berbagai perkumpulan alumni atau reuni,  hasil utama rekaman menyimak adalah mereka semua sudah bosan, muak atas kisruh pilpres ini.

Sebab, apapun hasilnya, tidak signifikan juga kepada kesejahteraan hidup mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun