Salah satu kebutuhan mendasar pada mudik lebaran adalah masalah transportasi untuk melayani warga yang akan mudik ke kampung halaman. Mudik saat ini bukan monopoli orang Jawa namun sudah menjadi tradisi bangsa di seluruh nusantara.
Banyak orang Jawa yang tinggal di Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua sebagai pekerja perkebunan, proyek pembangunan jalan, jembatan hingga tukang kayu dan tukang batu, mereka pergi untuk membangun negeri. Mereka juga ingin mudik saat lebaran.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 16.056 pulau yang didaftarkan ke PBB pada 2017, negara ini perlu sistem transportasi laut dan udara yang terintegrasi antarmoda. Untuk mudik antar pulau ada dua pilihan, mengggunakan pesawat udara yang lebih cepat atau kapal laut yang lambat namun dapat membawa barang dalam jumlah besar.
Pesawat udara menjadi pilihan bagi orang yang punya uang namun tidak punya waktu. Sedangkan kapal laut menjadi pilihan bagi warga dengan uang tidak banyak, hanya saja mereka punya waktu, sehingga memilih kapal laut yang harus rela berhari-hari di atas lautan untuk bisa mudik ke kampung halaman.
Pengguna transportasi laut mayoritas golongan berpendapatan ekonomi kurang beruntung. Mereka mendapat pelayanan jauh berbeda dengan pelayanan di darat, terlebih dengan pengguna jalan tol setelah pemerintah berhasil membangun jalan tol Trans Jawa dan jalan tol Trans Sumatera.
Transportasi laut nasional yang dikelola perusahaan pelayaran nasional Pelni dan kapal-kapal swasta, armadanya sangat terbatas. Sehingga keterbatasan armada menjadikan tiket yang tersedia juga tidak banyak. Tiket kapal yang terbatas diperebutkan oleh ribuan calon penumpang, sehingga beberapa calon penumpang menangis karena tidak kebagian tiket kapal laut. Sedangkan bagi masyarakat yang dapat naik kapal sangat bersyukur bisa berlebaran di kampung halaman.
BUMN transportasi laut ini memiliki armada kapal penumpang dengan trayek jarak jauh yang dikenal dengan trayek nusantara sebanyak 26 unit dan mengoperasikan 46 trayek kapal perintis milik negara. Kapal-kapal Pelni berlayar jauh dari Belawan ke Jakarta dengan singgah di Tanjung Balai-Belawan dan Batam.
Ada pula kapal dari Tanjung Priok-Bangkabelitung-Tanjung Pinang-Tarempa-Natuna-Midai-Serasan-Pontianak-Surabaya. Semarang-Kumai/Sampit. Kumai/Sampit-Surabaya, Batulicin-Surabaya dan Balikpapan-Surabaya untuk menghubungkan port di Sumatera-Jawa-Kalimantan dan Kepulauan Riau Port. Kemudian ada pula rute Tanjung Priok-Surabaya-Makasar-Baubau-Ambon-Sorong-Biak hingga ke Jayapura, Papua serta rute NTB dan NTT.
Pada masa angkutan lebaran, kapal-kapal Pelni menjadi andalan masyarakat untuk pulang kampung. Terlebih ketika harga tiket pesawat mahal bagi kebanyakan orang, mereka akan memilih kapal Pelni yang tarifnya tidak naik meskipun jumlah permintaanya sangat tingggi.
Pelni bukan perusahaan komersil yang dapat mengambil untung besar saat lebaran permintaanya tinggi dan menjual tiket mahal. Pelni menjalani tugas negara melayani rakyatnya ke seluruh pelosok nusantara dengan dana PSO.