Mohon tunggu...
sri nuraini
sri nuraini Mohon Tunggu... Hoteliers - swasta

seorang yang gemar snorkeling

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Yuk, Hilangkan Hoax di Putaran Kedua DKI

16 Februari 2017   23:47 Diperbarui: 16 Februari 2017   23:58 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stop Hoax - http://hakunnay.blogspot.co.id/

Hoax alias berita bohong masih menjadi musuh bersama semua negara. Tidak terkecuali bagi masyarakat Indonesia. Hoax telah membuat masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang pragmatis, ingin mudahnya saja, dan tidak mau belajar. Ironisnya, hoax juga membuat kebencian kian meraja lela. Banyak masyarakat saling membenci satu sama lain, karena terprovokasi oleh berita bohong. Berita bohong ini juga kian marak, ketika beberapa bulan menjelang pencoblosan pilkada DKI Jakarta. Apa akibatnya? Banyak masyarakat mendapatkan informasi yang tidak utuh. Banyak program paslon yang tidak terserap dengan baik di masyarakat. Sebaliknya, masyarakat justru banyak yang mendapatkan berita sesat, yang akhirnya mempengaruhi pandangan negatif terhadap paslon tertentu.

15 Februari kemarin, masyarakat ibukota telah selesai melaksanakan pilkada. Berdasarkan hasil penghitungan cepat, pasangan Ahok Djarot dan Anies Sandi, maju ke putaran kedua. Sedangkan AHY dan Sylvi tersingkir karena mendapat perolehan suara paling sedikit. Dengan berakhirnya pilkada putaran pertama, ujaran kebencian yang selama ini bermunculan diharapkan selesai. Tidak ada lagi kebencian terhadap salah satu paslon. Tidak lagi kebencian terhadap kelompok tertentu.

Tentu kita masih ingat ketika Ahok naik menjadi gubernur, ketika Joko Widodo terpilih menjadi presiden. Ketika itu kelompok intoleran berunjuk rasa dan menolak Ahok sebagai gubernur. Alasannya, karena Indonesia mayoritas penduduk muslim, sudah semestinya dipimpin oleh pemimpin muslim. Tidak lama kemudian unjuk rasa mereda. Kini, ketika Ahok memutuskan kembali maju sebagai calon petahana, kelompok yang sama juga kembali berunjuk rasa. Penolakan kian memuncak, ketika sang petahana tersandung kasus dugaan penodaan agama.  Alhasil lahirlah aksi 411, 212, dan terakhir 112.

Kini, meski pilkada DKI akan memasuki putaran kedua, semestinya ujaran kebencian dan pengerahan massa secara berlebihan, tidak lagi terjadi. Paslon dua dan tiga, sebaiknya juga mengingatkan dan mengajak kepada para timses dan seluruh masyarakat, untuk menjadi pemilih yang cerdas. Selain itu, media massa juga harus bisa memberikan pemberitaan yang berimbang dan valid. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah, masyarakat jangan ‘latah’ ikut-ikutan menyebarkan berita bohong kepada masyarakat, yang belum tentu kebenarannya. Jika kita membekali diri dengan berbagai pengetahuan, kiata akan menjadi pribadi yang cerdas, yang tidak mudah terpengaruh oleh berita sesat.

Mari kita belajar dari pernyataan AHY, yang secara kesatria mengakui kekalahannya dalam perhelatan pilkada DKI Jakarta. Ketika masa kampanye mereka saling merebut simpati publik. Ketika debat mereka saling beradu argument dan merasa programnya yang paling unggul. Namun jika masyarakat belum menghendaki, maka calon pemimpin harus berani bersifat kesatria dan mengakui kekalahannya. Dan AHY melakukan itu. Dia berharap Jakarta akan mendapatkan pemimpin yang amanah, yang mengerti kemauan rakyatnya.

Mari kita renungkan kembali. Mari kita bergandengan tangan, untuk menjaga ibukota dari ancaman perpecahan akibat sentimen SARA, yang sengaja dimunculkan oleh pihak lain. Meski pada putaran pertama, sentimen SARA tetap membuat masyarakat pada pendiriannya, namun ketegangan dan kekhawatiran yang muncul akibat sentimen ini bisa masih bisa dirasakan. Akibat dari itu semua, masyarakat ibukota sendiri yang mengalami kerugian. Mari kita renungan kembali, agar putaran kedua dapat berjalan aman, lancar, jujur dan adil. Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun