Mohon tunggu...
sri nuraini
sri nuraini Mohon Tunggu... Hoteliers - swasta

seorang yang gemar snorkeling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menguatkan Komitmen Memutus Rantai Radikalisme dan Terorisme

29 Mei 2018   06:15 Diperbarui: 29 Mei 2018   08:57 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lawan Terorisme - jpp.go.id

Pekan kemarin, dalam sebuah rapat terbatas di Istana Negara, presiden Joko Widodo mengingatkan, indoktrinasi radikalisme telah menyasar keluarga, lembaga pendidikan, dan semua lini kehidupan. Karena itulah, perlu upaya yang efektif dan serius, untuk memutus mata rantai penyebaran bibit radikalisme di masyarakat. Karena bibit radikal inilah yang kemudian memunculkan berbagai aksi teror di Indonesia, termasuk aksi bom bunuh diri di Surabaya beberapa waktu lalu.

Jika melihat pola aksi bom bunuh diri di Surabaya, banyak hal yang bisa kita jadikan pembelajaran. Pelaku bom bunuh diri tidak hanya dilakukan oleh pria dewasa, tetapi juga perempuan, bahkan anak-anak pun juga diajak serta melakukan aksi bom bunuh diri. Publik tentu mengutuk keras sikap orang tua, yang melibatkan anak-anak dalam aksi terorisme. Tapi begitulah faktanya. Terorisme terus berkembang dan terkadang membuat kita tercengang.

Karena terorisme merupakan kejahatan yang luar biasa, maka penangannya pun juga membutuhkan upaya yang luar biasa. Banyak contoh menunjukkan, dampak yang terjadi akibat aksi terorisme ini sangat mengkhawatirkan. Tidak hanya menimbulkan korban jiwa serta kerusakan gedung, aksi terorisme juga telah merusak tatanan kehidupan yang telah ada.

Terorisme juga telah membuat harapan generasi penerus pupus, akibat paham radikalisme ini. Karena itulah, tidak hanya penguatan penindakan, pencegahan pun juga harus dikuatkan. Dan semua itu bisa dilakukan jika semua pihak berkomitmen dalam memutus mata rantai radikalisme ini.

Baru saja, pemerintah dan DPR sepakat mengesahkan RUU Antiterorisme menjadi undang-undang. Publik pun menyambut gembira keputusan ini, setelah pembahasan RUU berlangsung selama hampir 2 tahun. Dengan adanya paying hukum dalam penindakan kasus tindak pidana terorisme ini, diharapkan petugas bisa dengan mudah melakukan penangkapan dan deteksi dini. Sehingga, ancaman dan rencana aksi bom bisa dicegah dan diminimalisir.

Namun, undang-undang ini tentu tidak akan bisa membendung ideologi radikal yang mungkin sudah merasuki sebagian besar masyarakat Indonesia. Ideologi harus dilawan dengan ideologi. Ideologi takfiri harus dilawan dengan ideologi Pancasila, yang sangat menghargai toleransi dan keberagaman. Ideologi mengkafirkan orang lain, jelas tidak sesuai dengan budaya di Indonesia. Bahkan, ideologi ini juga tidak sesuai dengan ajaran Islam. Karena dalam Islam sendiri menganjurkan kepada kita saling mengenal, saling berinteraksi, dan saling mengerti antar umat beragama.

Tidak cukup hanya disitu, penyebaran paham radikal dan teror juga terjadi di dunia maya. Perlu komitmen bersama pula, untuk menjaga media sosial yang banyak diakses generasi muda, dari segala pengaruh buruk termasuk bibit radikal. Ingat, ancaman intoleransi, radikalisme dan terorisme terus berkembang menyesuaikan dinamika zaman.

Perkembangan teknologi seringkali dimanfaatkan untuk menyebarluaskan paham menyesatkan ini. Sebagian pihak tidak sadar, bahwa ujaran kebencian yang saat ini begitu masif, juga bisa berpotensi didomplengi oleh kelompok radikal untuk menyebarkan propagandanya. Pengesahan UU Antiterorisme, harus menjadi energi baru bagi negeri ini, untuk terus semangat dan komitmen dalam melawan segala bentuk intoleransi, radikalisme dan terorisme.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun