Mohon tunggu...
sri nuraini
sri nuraini Mohon Tunggu... Hoteliers - swasta

seorang yang gemar snorkeling

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Menyatukan Agama dan Budaya, Merekatkan Kebhinekaan

23 September 2017   19:56 Diperbarui: 23 September 2017   20:16 3514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bhineka Tunggal Ika - http://sarapandulu.blogspot.co.id

       

Sejarah menjelaskan, bahwa Indonesia merupakan negara dengan berbagai macam suku dan adat istiadatnya. Pada masa kerajaan, budaya masyarakat kita masih  ada yang menganut aliran kepercayaan. Bahkan ada juga yang tidak mempunyai kepercayaan. Namun, adat istiadat masih melekat pada diri masyarakat ketika itu. Misalnya saja, ada di Jawa ada tradisi selametan. Suatu acara syukuran dengan mengundang beberapa kerabat dan tetangga. Dalam acara ini biasanya dimulai dengan berdoa, duduk melingkari nasi tumpeng dan lauknya. Tumpeng itulah yang kemudian dibagi secara rata, kepada seluruh masyarakat sekitar.

Ketika Islam masuk ke tanah Jawa melalui Wali Songo, tradisi nenek moyang itu masih tetap saja ada. Dalam menyebarkan Islam, para wali justru menggunakan pendekatan budaya lokal. Sunan Kalijaga pun masih melakukan tradisi selamatan. Dalam perkembangannya, tradisi selametan itu kemudian berkembang menjadi tahlilan, dan masih ada hingga saat ini. Masih lagi contoh akulturasi antara Islam dan budaya lokal di negeri ini. Akulturasi itu juga terlihat dalam bangunan masjid, gereja, dan bangunan lain.

Menara masjid Kudus, merupakan hasil akulturasi antara kebudayaan Hindu -- Jawa dengan Islam. Jika dlihat dari bentuknya, menara masjid mirik seperti candi Hindu. Sedangkan budaya Islam, terlihat dari fungsi menara itu sendiri, yang digunakan untuk adzan. Akulturasi juga terlihat di masjid Agung Demak. Pola atap masjid yang tumpang tiga, merupakan bentuk dari atap pura tempat ibadah agama Hindu. Masjid agung Demak, ternyata juga ada pengaruh India. Bahan batu nisan yang terdapat di Kompleks masjid agung merupakan marmer putih yang berasal dari India. Tidak hanya itu, piring-piring Cina yang di bagian pintu masuk makam di kompleks masjid, merupakan pengaruh dari Cina.

Hal diatas menunjukkan, bahwa Islam ternyata bisa beradaptasi dengan budaya lokal yang telah ada sebelumnya. Islam juga mampu bersanding dengan perbedaan. Islam juga sangat menghormati keberagaman yang telah ada, jauh sebelum republik ini berdiri. Fakta-fakta diatas, seakan diputar balikkan oleh kelompok radikal di negeri ini. Kelompok intolerans seringkali menggunakan atribut-atribut Islam. Kelompok intoleran yang sering melakukan tindak kekerasan, seringkali berteriak takbir. Kelompok teroris, sebelum meledakkan bom, juga sering kita lihat meneriakkan takbir. Apa maksudnya? Bahkan, aksi peledakan bom dimaknai sebagai bagian dari jihad. Padahal, anggapan itu semua adalah salah. Islam tidak pernah menganjurkan bom bunuh diri, Islam tidak pernah membenci kelompok lain, dan Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan.

Mari belajar dari sejarah. Rasulullah menyebarkan Islam tidak pernah dlakukan dengan cara kekerasan ataupun ada unsur paksaan. Wali Songo menyebarkan Islam di tanah Jawa, juga tidak dengan menggunakan kekerasan. Justru para wali menggunakan budaya lokal, agar masyarakat bisa dengan mudah memahami Islam. Karena Islam agama yang rahmatan lil alamin, semestinya Islam tetap menjunjung pesan-pesan damai. Semestinya Islam juga mampu merangkul semua perbedaan, bukan mempersoalkan keberagaman seperti yang dilakukan kelompok radikal dan kelompok intoleran.

Tidak ada yang salah ketika agama dan budaya disandingkan. Tidak ada yang salah, karena Indonesia merupakan negara yang berbudaya. Negara yang menjadikan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar, tapi juga sekaligus tetap memanusiakan manusia, mempersatukan keberagaman, musyarawarah untuk mufakat, dan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

                                                                                                                                

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun