Mohon tunggu...
SONDONG MAJERUK
SONDONG MAJERUK Mohon Tunggu... Human Resources - solikolilolilo

aku terlantar oleh orang orang yang ku cintai , aku di campakkan kembali oleh mbah jono, istriku ibuku , mertuaku dan sistem negara ini-- aku minta keadilan para penguasa-- oh penguasa berilah hambamu uang aku butuh uang'' uang'' uang.aku terperangkap dalam sumur dan lembah yang curam dan gelap , aku masuk ke dalam lembah paling hina.. aku di cibir , aku terbuang dari kumpulan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Etis Para Koruptor dan Cukongnya

15 Agustus 2017   12:22 Diperbarui: 15 Agustus 2017   12:41 2501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Post trush

"Mereka yang mengorupsi pikiran publik adalah sama jahatnya dengan mereka yang mencuri dari dompet publik." (Adlai Stevenson, politisi dan Dubes AS untuk PBB, 1900-1965)

umumnya, jika kita mendengar kata "korupsi" maka yang langsung terlintas dalam pikiran adalah korupsi terkait dengan uang negara atau harta milik publik. Padahal korupsi juga bisa terjadi terhkait dengan pikiran atau opini public korupsi jenis pertama , maling alus.

Korupsi jenis kedua ini tak kalah berbahaya dan berdampak serius bagi kehidupan masyarakat dan negara. Sebab dengan melakukan korupsi terhadap pikiran opini publik, maka terjadilah sebuah kebangkrutan dalam kehidupan publik yang pada gilirannya akan memberi kesempatan bagi kekuasaan otoriter untuk melakukan berbagai tindakan yang merusak.

Korupsi terhadap pikiran publik terjadi ketika kesempatan dan wahana bagi pengebangan pikiran dan/ atau opini hanya dimiliki dan dikontrol oleh sementara kelompok kepentingan, misalnya penguasa atau pemilik industri media. Mereka kemudian akan menggunakan kekuasaannya untuk merekayasa opini dan bahkan kesepakatan publik mengenai persoalan strategis yang seharusnya dapat didiskusikan di ruang publik. Bahkan para koruptor pikiran ini juga mampu memanfaatkan para pakar, pengamat, pembuat keputusan dan pejabat untuk mendukung proses rekayasa tsb. Hasilnya, pikiran dan opini publik menjadi hanya sebuah komoditas yang diperjual belikan utk kepentingan-kepentingan segelintir orang.

Dalam masyarakat deokratis yang terbuka, publik juga harus awas dan wapada terhadap korupsi dan koruptor pikiran tsb. Di era "post-truth" saat ini, para pemilik industri media sangat sukses dalam membuat setting agenda-agenda politik yang sesuai dengan kepentingan oligarki politik. Apalagi kalau pemilik media tsb juga pemain politik praktis dan sekaligus memiliki jejaring konglomerasi! Potensi bagi korupsi pikiran yang sangat besar dan dahsyat semakin nyata//s undjoro//sondong

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun