Mohon tunggu...
Abdul Hakim Siregar
Abdul Hakim Siregar Mohon Tunggu... Guru - guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kekuatan Berperasa & Berpikir Negatif

31 Agustus 2017   16:12 Diperbarui: 31 Agustus 2017   16:41 1104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Por iko Id de foto almacenada: 71333344

Banyak orang terpola dengan asumsi perlunya berperasaan dan berpikir positif. Mungkin, satu di antaranya anjuran penulis Norman Vincent Peale tentang berpikir positif. 

Pertanyaannya kemudian, apakah perasaan yang mendahului pikiran? Ataukah pikiran yang mengatur jalan perasaan? Siapakah saudara tertua dari emosi perasaan ataukah otak pikiran? Itu perdebatan yang sengit di antara para ahli perasaan dan ahli pikir. Pendukung ahli perasaan dan pikiran sama-sama memiliki alasan.

Katakanlah bagi Norman Vincent Peale di atas, pikiranlah yang membentuk perasaan, bahkan tindakan. Sangat berbeda dengan itu, Tony Humphreys perasaanlah yang mendahului pikiran. Tony mencontohkan kalau Anda mengatakan: Aku tidak cerdas, aku bodoh, dan aku jelek. Itu bukan pikiran negatif, tetapi perasaan protektif (pelindung). "Aku tidak cerdas," memiliki perasaan proteksi agar orang lain tidak banyak berharap tanggung jawab terhadap. Karena itu, ia memproteksi bakalan luka yang lebih sakit bila tanggung jawab dibebankan kepadanya. Jadi, perasaan dalam hal itu mendahului pikiran, dengan proteksi sebagaimana alarm dan CCTV pengawas dari kemalingan di rumah, misalnya. Menurut Tony, perasaan menjadi alarm dalam tubuh manusia, bahkan sebelum diolah alam pikiran.

Lebih jauh, Bob Knight dalam buku karyanya, "The Power of Negative Thinking" mengejek sinis Norman Vincent Peale penulis buku, "The Power of Positive Thinking." Jika, menurut Norman VP berpikir positif pangkal kemajuan. Justru sebaliknya, bagi Bob Knight berpikir negatiflah pendorong kemajuan dan keberhasilan.

Sepertinya dua pendapat itu bertolak belakang. Lalu, bagaimana kita memaknainya? Saya rasa, kita ambil saja jalan tengahnya. Apabila selama ini Anda pengikut "Berpikir positif." Ada baiknya menyungsang logika dengan berpikir negatif. Sebaliknya, jika Anda pencetus "Berpikir negatif." Ada bagusnya mempertimbangkan berpikir positif. Biar lebih proporsional dan seimbang.

Untuk berpikir positif ada banyak argumen untuk itu. Abaikan dulu hal itu.

Ayo, ada kalanya penting berpikir negatif! Setidaknya berkata: tidak.

Sumber: Por g-stockstudio Id de foto almacenada: 234198124
Sumber: Por g-stockstudio Id de foto almacenada: 234198124
Di sini, saya coba menjelaskan sedikit keuntungan berperasaan atau berpikiran negatif. Cobalah bayangkan, ketika Anda berhadapan dengan penipu hipnotis? Anda, akan kena tipu jika masih berpikir positif. Sugesti yang diucapkan penipu kalau Anda sikapi dengan sikap positif, yakin Anda akan korban. Tapi, cobalah berpikir negatif bahkan hanya dengan berkata: "Tidak, tidak, tidak, dan tidak." Aku yakin, Anda selamat dari penipuan.

Saya sendiri telah memainkan berpikir negatif dalam kehidupan. Akhirnya, saya merasa lebih tegas dan berpenderian terhadap siapapun, saya berani mengatakan: tidak. Sikap kritis terhadap sesuatu juga banyak saya gunakan dari pikiran negatif. Paling tidak, menyungsang logika berpikir secara paradoks. 

Keuntungan lain berpikir negatif, Anda akan lebih teliti dan waspada. Bukan berarti penakut dan melulu curiga. Namun, jika Anda mutlak berpikir positif, cobalah balik logika melulu curiga untuk ketelitian diri Anda.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun