Mohon tunggu...
Sigit Priyadi
Sigit Priyadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Padang rumput hijau, sepi, bersih, sapi merumput, segar, windmill, tubuh basah oleh keringat.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Jalan, Bantaran Sungai, Got, Adalah: Bak Sampah

8 Oktober 2010   02:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:37 1150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sampah adalah produk sisa yang kita hasilkan sehari-hari.  Beberapa kali saya lihat informasi mengenai proses pengolahan sampah menjadi barang yang kembali bermanfaat, misalnya: untuk kompos pertanian, apabila wujud sampahnya berupa sampah organic. Yang sulit adalah pengolahan sampah an organic, misalnya: bungkus makanan kecil. Penulis melihat kesukaan anak-anak pada jajanan berbungkus plastik telah memperbanyak jumlah sampah di jalanan dan got-got saluran air kotor.  Sudah menjadi ‘kewajaran' bila pemandangan di sekitar halaman sekolah, sekitar kios atau warung perumahan, dipenuhi oleh sampah-sampah plastik tersebut. Anak-anak itu tampak biasa saja membuang kantong plastik kosong bekas wadah minumannya ke jalan, berikut sedutannya, begitupula kantong plastik kemasan makanan keripiknya. Pada sisi lain para pedagang tidak menyiapkan kotak tempat sampah di sebelah warungnya. Kelakuan membuang seenaknya, tanpa perasaan risih ternyata juga dimiliki oleh kalangan orang dewasa, misalnya saya pernah melihat seorang sopir truk membuang botol minuman mineral melalui jendela truknya. Pak sopir dengan ‘entheng' melemparkan botol kosong tersebut keluar jendela tanpa memikirkan  : ‘seorang pengendara motor akan tertimpuk sampah yang dilempar itu'. Pada kesempatan lain, seorang nyonya besar dengan entengnya membuang  kertas tissue melalui jendela mobil sedan mewahnya, bahkan gelas kosong bekas minuman mineral. Pertanyaan: Apakah mereka tidak menyiapkan kantong plastic ‘kresek' untuk menampung sementara sampah selama perjalanan, untuk selanjutnya membuang di tempat sampah akhir setelah sampai di tujuan ?. Menurut protokoler masyarakat negeri maju,  ketentuan berperilaku ‘modern' seharusnya menyertai  produk teknologi modern yang mereka kendarai sehari-hari. [caption id="attachment_282461" align="aligncenter" width="500" caption="Melemparkan bungkusan sampah ke jalan, adalah cara termudah melepaskan tanggung jawab untuk mengumpulkan sampah ditempat yang telah ditentukan lokasinya. (Ilustrasi: Penulis)"][/caption] Yang mengenaskan, di jalur yang biasa dilalui penulis setiap hari, terlihat kecenderungan penumpukan kantong-kantong sampah di tempat-tempat sekitar jembatan sungai besar dan saluran air kecil. Fakta itu saya lihat, pertama:  Tanah kosong tepi jembatan Cibubur, setelah gudang Mitra 10, arah ke Cileungsi dari Kota Wisata Cibubur.  Kedua:  Jalan sepi  Desa Cimatis setelah terowongan tol Jagorawi, di tepi lapangan golf Emeralda. Di lokasi yang ke-2 ini kantong-kantong plastic sampah berceceran di sepanjang jalan , kadang-kadang robek sehingga isinya tumpah-ruah keluar, beberapa kantong sampah lainnya tergeletak di dasar saluran air yang kering tertutup semak-semak rumput. Padahal jalan umum di tepi lapangan Emeralda ini termasuk indah dan segar, karena masih banyak pepohonan, sepi dan hijau, bahkan sering digunakan untuk jalur jogging oleh para ekspatriat pada sore hari. Namun dengan bercecerannya kantung-kantung sampah tersebut sirnalah keasrian lingkungan di sekitar kawasan itu. Pertanyaannya: Darimanakah asal  kantung-kantung sampah tersebut ? Jawaban yang mengusik nurani saya adalah, Apakah ini berasal dari penumpang-penumpang mobil yang membawa sampahnya dari rumah, lalu sambil lewat di jalan tersebut mereka sekalian membuangnya keluar ? Apabila memang benar, apakah operasional pemungutan sampah tidak berjalan dengan baik di lokasi perumahan sekitar kawasan tersebut ? Kebiasaan membuang sampah semaunya ini ternyata tidak ditemukan dikawasan-kawasan non-terpelajar, namun justru berlangsung di kawasan-kawasan elit. Bahkan pada masyarakat  kecil nirsekolah saya lihat, justru mereka lebih bertanggung jawab membuang sampah pada halaman rumahnya , mengubur, atau mengolahnya, tanpa mengotori  ekosistem. Perilaku ‘menyampah' yang masih melekat pada masyarakat kota ternyata sangat sulit dihilangkan. Bahkan ini dilakukan oleh semua kalangan umur dan  semua level sosial. Sudah saatnya kita memulai gerakan :  Jeda sejenak dari rutinitas sehari-hari kita untuk bersi-bersih lingkungan. Kita beramai-ramai memunguti bungkusan-bungkusan sampah yang terserak di lingkungan rumah tinggal kita sejauh radius 500 meter. Saya teringat kisah seorang bapak tua nan enerjik, di Bandung,  yang hingga saat ini masih berkeliling kota naik sepeda, setiap hari,  sambil membawa pengki dan sapu ijuk, ikut serta membersihkan sampah di tepian jalan dalam cakupan radius puluhan kilometer dari rumahnya, demi rasa cintanya pada Kota Kembang ‘Paris van Java', tanpa ada yang mengupahnya. Sebab beliau melakukannya atas panggilan hati. Cileungsi, 7 Oktober 2010.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun