Mohon tunggu...
Shelty Julia
Shelty Julia Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

PLTS yang Berada di Daerah Dingin itu...

20 Agustus 2017   21:21 Diperbarui: 20 Agustus 2017   21:56 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

...PLTS di Desa Manmas, Alor. Selama ini, di Indonesia khususnya, kalau bicara tentang PLTS tentunya identik dengan tempat panas dan terik matahari. Entah itu di pinggir pantai, di tepi sungai, ataupun di tengah perkampungan di hutan belantara.

Beberapa bulan yang lalu, saya menemukan anomali dan bahkan sempat cukup terkejut, karena ternyata Desa Manmas tempat terpasangnya PLTS itu terletak di puncak gunung dengan suhu udara yang cukup dingin dan bahkan seringkali tertutupi kabut. Mungkin kondisinya mirip tidak jauh berbeda dengan Lembang 10-15 tahun lalu, jaman saya masih duduk di bangku SD/SMP. 

Sama seperti lokasi-lokasi PLTS lainnya, kami berangkat menuju lokasi dengan menggunakan mobil,yang kalau boleh saya bilang seperti mobil perang. Material bodynya banyak yang sudah berkarat. Mesin pendingin sudah tentu tidak ada. Jendela pun tidak bisa ditutup. Pintunya? Menggunakan slot seperti pintu kamar mandi umum di restoran-restoran jalur pantura. 

Bahkan saya ragu apakah mesinnya masih berfungsi normal atau tidak. Namun, karena tidak ada pilihan lain, terpaksalah kami menggunakan mobil "perang" tersebut. Berangkat sebelum matahari terbit, saya menemukan pemandangan yang cantik sekali dan sulit dilupakan. Matahari yang mengintip dari sela sela laut dan langit yang sama-sama biru itu menemani perjalanan kami menuju Desa Manmas.

Setibanya di lokasi PLTS, jam menunjukkan masih cukup pagi. Matahari belum terik dan kabut masih menutupi sebagian besar area perdesaan. Rumah kepala desa, yang kebetulan terletak di seberang area pasar cukup ramai didatangi warga. Rupanya, kami sedang beruntung karena hari itu adalah harinya "jual beli" untuk warga desa Manmas dan beberapa desa di sekitarnya. 

Sebagian besar dari mereka berjalan kaki berjam-jam lamanya ke Desa Manmas demi menjual hasil pertanian dan peternakan di pasar tersebut. Tidak hanya itu, karena mendengar kabar kedatangan kami, petinggi-petinggi desa sekitar antusias menyambut kami. Alasannya? Karena desa mereka juga belum dialiri listrik dan setelah melihat betapa bermanfaatnya PLTS di Desa Manmas, mereka sangat ingin mendapatkan kesempatan yang sama. Kesempatan untuk menikmati listrik gratis 24 jam dari pemerintah.

Dari sekian banyak PLTS yang pernah saya kunjungi, saya akui Desa Manmas jauh memimpin di atas. Kepala desa dan petinggi-petingginya responsif dan aktif serta antusias. Mereka juga tahu betul bahwa PLTS adalah salah satu "harta karun" mereka yang perlu dijaga. Mereka tidak ingin kalau sampai PLTS tersebut terabaikan dan rusak sehingga desa mereka kembali gelap gulita. Setelah berbincang dengan kepala desa, kami berjalan menuju lokasi pembangkit. 

Subhanallah, ternyata lokasinya sangat indah dan dikelilingi kabut awan pada saat itu. Rasanya jadi seperti PLTS di atas awan. Dibandingkan dengan PLTS yang satu angkatan dibangun oleh Kementerian ESDM dengan mereka lainnya, PLTS Manmas termasuk yang dipelihara dengan baik. Kondisi di dalam rumah pembangkit bersih, panel surya pun bersih dari debu-debu yang bisa mengurangi kinerja PLTS tersebut. Rumput-rumput di halaman rumah pembangkit terlihat cukup rajin disiangi.

Operator PLTS pun tahu betul apa yang harus mereka lakukan, apa yang harus mereka awasi dan hal-hal nakal apa yang biasanya dilakukan oleh warga dan bagaimana cara mengatasinya. Tidak bisa dipungkiri, tidak sedikit oknum warga yang berusaha melakukan cara-cara kotor agar bisa mendapatkan jatah listrik yang lebih.

Kami pun berkeliling ke rumah-rumah warga. Memeriksa bagaimana perubahan pola hidup dan rutinitas mereka setelah PLTS tersebut beroperasi. Menurut penuturan warga di sana, semenjak ada listrik, warga jadi berlomba-lomba memutar musik setempat keras-keras dari radio atau pemutar kaset mereka. Maklumlah, karena lokasinya yang jauh lebih dekat dengan Timor Leste, sinyal radiopun hanya bisa menangkap siaran dari Timor Leste tersebut. Mereka cukup haus dengan hiburan dari "dalam negeri".

Lain lagi warga lainnya, beberapa dari mereka ada juga yang sangat menjaga listrik tersebut sehingga mereka tidak mau menggunakan sembarangan dan menyalakan lampu depan rumah karena takut "kehabisan jatah listrik". Mereka memilih membiarkan jalanan gelap, asalkan anak-anak dan keluarga di rumah bisa beraktivitas dan memanfaatkan listrik tersebut dengan baik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun