Mohon tunggu...
Eka Tanjung
Eka Tanjung Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan Wisata Eropa

Sahabat Wisata Eropa | Pemilik Tour Serbalanda | Tetap Semangat Jangan Kasih Kendor |

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belanda Makin Marah, Jokowi Makin Untung

20 Januari 2015   13:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:46 1199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam logika politik, satu tambah satu tampaknya tidak selalu jadi dua. Eka Tanjung mengamati polemik pasca hukuman mati enam penjahat narkoba di Nusakambangan. Presiden Jokowi tampaknya bukan dirugikan tapi sebaliknya diuntungkan oleh ‘amarah’ Belanda dan Brasil yang menyesalkan warganya dihukum mati. Analisa ku begini..


Minyak dan Air
Momentum yang tidak sengaja bisa menghembuskan angin segar, ketika rakyat Indonesia yang sedang terbelah pasca pemilu presiden akhirnya mulai melebur dan menghadapkan muka ke arah lawan yang sama. Perkembangan di Indonesia hari-hari ini perlu disyukuri. Pertentangan pendukung Jokowi dan Prabowo yang sudah seperti minyak dan air, seketika mulai melebur seperti malam dengan rembulan. Kohesi opini publik terbangunkan menjadi sebuah irama satu nada.

Common Enemy
Mendadak kita punya musuh bersama, common enemy. Sebuah realita politik yang terkesan merugikan, tetapi faktanya malah bisa berbalik menguntungkan kita. Tidak ada yang aneh sebenarnya dengan hukuman mati, karena masih banyak negara besar yang melaksanakannya. Amerika Serikat masih getol menyuntiki terpidana mati. Negara tetangga kita Singapura masih sering menggunakan tali untuk nggantungi para bandit narkoba.

Momentum
Dalam politik, imbas keputusan sangat kental dipengaruhi  momentumnya. Eka Tanjung ingat pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono I (pertama) yang memulai masa tugasnya pada 20 Oktober 2004. Program 100 harinya tidak dipertanggungjawabkan, karena ‘terselamatkan’ oleh tsunami 26 Desember 2004. Negara sedang berkabung atas meninggalnya 200 ribuan warga, harus fokus dalam menangani masalah bantuan dan pembangunan kembali Aceh. Dia harus mengkoordinir bantuan dan menerima kunjungan dari rekan-rekan dari seluruh penjuru jagad. Masyarakat Indonesia serempak bersimpati pada pemerintah SBY yang sedang prihatin.

Budi Gunawan
Kembali ke realita saat ini. Amarah Bert Koenders, menteri luar negeri Belanda atas eksekusi warga Belanda di Indonesia, tidak otomatis berdampak buruk terhadap simpati masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Presiden Joko Widodo. Masalah persatuan yang terusik pasca pilpres, seketika lumer. Polemik calon Kapolri Budi Gunawan, yang begitu membuat gerah akhirnya sedikit reda.

Belum lagi masalah harga bensin yang sudah diturunkan tetapi tidak memberikan imbas yang diharapkan. Sebagian masyarakat yang awalnya membela pengurangan subsidi BBM, malah berbalik kecewa pada Jokowi. Belum lagi setumpukan permasalahan yang menggelantungi tugas presiden dengan seribu persoalan di negari indah kaya belasan ribu pulau itu.

Sejarah
Jika menilik sejarah, pemimpin zaman dulu mencari strategi common enemy. Seperti ketika Hitler di Jerman menciptakan kebencian kepada kelompok tertentu untuk mendapatkan simpati dari rakyatnya. Lalu Eropa Barat yang mencari lawan bersama di Pakta Warsawa di era Perang Dingin. Mereka menggunakan program untuk menemukan lawan bersama. Akhirnya periode Perang Dingin dipandang sebagai periode minim konflik di Eropa Barat.

Orang Baik
Eka Tanjung yakin bahwa Jokowi mendapat anugrah ‘lawan bersama’ karena dia orang baik. Demi rakyat dia berani menanggung resiko. Ketika para pendahulunya tidak berani menaikkan harga BBM secara sungguh-sungguh, dia berani. Ketika vonis mati sudah ketok palu tahun 2003 dan pendahulunya tidak berani memerintahkan eksekusi, dia berani.

Bahu Membahu
Presiden Jokowi adalah orang baik yang mendapat jalan dari Tuhan. Semoga niatnya tetap baik dan Belanda mau berlama-lama menjadi musuh bersama rakyat Indonesia. Betapa asiknya ketika menyaksikan masyarakat Indonesia kompak satu pendapat. Presiden dan para mentrinya berkerjasama bahu membahu untuk kemajuan bangsa. Berkat amarah yang mengarah kepada satu arah. Menggerakan rasa, “kira harus bersatu” untuk memberi pelajaran pada Belanda.

Penduduk Indonesia yang di era pemilu presiden masih skeptik terhadap niat baik Presiden Jokowi, perlahan mulai merapat dan ikut tersengat oleh sentimen terhadap suara lantang dari negeri mantan penjajah. Semakin Belanda marah-marah semakin membantu Jokowi menyatukan hati bangsa Indonesia.

Penulis: Eka Tanjung

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun