Dari sisi kebahasaan, seperti yang dikutip oleh Binti Ma’unah dari kamus Webster tahun 1812, kurikulum berarti (1) a race course, a place for running, a chariot, (2) a course, in general, applied particullary to the course of study in university (Ma’unah, 2005: 1). Namun menurut S. Nasution istilah kurikulum baru muncul dalam kamus 1856, dan itu pun penggunaannya baru di dalam bidang olah raga. Kemudian istilah kurikulum digunakan di dalam dunia
pendidikan dan ditulis dalam kamus Webster tahun 1955 dan diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran atau kuliah di sekolah atau perguruan tinggi yang harus ditempuh untuk mencapai suatu ijazah atau tingkat, juga keseluruhan pelajaran yang disajikan oleh suatu lembaga pendidikan (Nasution, 2005: 1).
Banyak terjadi perdebatan terkait pengertian kurikulum. Dalam pengertian di atas kurikulum lebih diartikan sebagai terkait mata pelajaran dikelas saja. Namun Binti Ma’unah dengan merujuk pada pendapat J.G. Taylor dan William H. Alexander berpendapat bahwa kurikulum adalah semua pengalaman belajar atau pengalaman pendidikan bagi siswa (Ma’unah, 2005: 2).
Tanpa mengesampingkan perdebatan-perdebatan tersebut, pemerintah RI dalam UUSPN menyebutkan bahwa:
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan isi pelajaran, bahan kajian, dan cara penyampaian serta penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman  penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar.
1. Â Â Landasan Kurikulum
Bila kurikulum dikaitkan denga hal-hal yang praktis-aplikatif maka akan lebih cenderung berkenaan dengan usaha-usaha yang dilakukan oleh perencana kurikulum dalam menyusun bidang matapelajaran sesuai tingkat pendidikan. Oleh karena setiap jenjang pendidikan selalu memiliki perbedaan di dalam banyak hal maka dalam penyusunan kurikulum harus berlandaskan pada  landasan yang jelas. Binti Ma’unah menyebutkan 5 landasan dalam hal ini, yaitu:
landasan filosofis
landasan sosial budaya
landasan  psikologis
hakikat pengetahuan (Ma’unah, 2005: 5),