Mohon tunggu...
Mr Sae
Mr Sae Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti

Pemerhati sosial dan kebijakan

Selanjutnya

Tutup

Money

Dilema Kemiskinan dan Peran Sektor Pertanian

24 Agustus 2017   10:04 Diperbarui: 24 Agustus 2017   12:39 3387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Proses dan capaian pembangunan tidak bisa terlepas dan selalu dibayang-bayangi oleh kemiskinan atau ketimpangan. Pekerjaan berat pemerintah adalah bagaimana mencari jalan keluar yang sistematis, terukur dan berkelanjutan melalui pendekatan pembangunan seluruh sektor dalam upaya membuka lapangan kerja bagi penduduk, menumbuhkan sektor riil dan meningkatkan daya beli masyarakat. Upaya tersebut tentunya tidak mudah dan cepat menyelesaikan masalah jika tidak tepat dalam mengidentifikasi permasalahan sesungguhnya apa yang menyebabkan kemiskinan terus berkembang.

Kemiskinan Indonesia

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada Maret 2017 jumlah penduduk miskin yakni penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di lndonesia mencapai 27,77 juta orang (10,64 persen dari jumlah total penduduk). Angka tersebut bertambah 6,90 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2016 yang sebesar 27,76 juta orang (10,70 persen). Meski secara presentase angka kemiskinan mengalami penurunan, namun secara jumlah angka tersebut mengalami kenaikan. 

Sementara persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2016 sebesar 7,73 persen, turun menjadi 7,72 persen pada Maret 2017. Sementara, persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada September 2016 sebesar 13,96 persen, turun menjadi 13,93 persen pada Maret 2017. Selama periode September 2016--Maret 2017, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 188,19 ribu orang (dari 10,49 juta orang pada September 2016 menjadi 10,67 juta orang pada Maret 2017). Sementara, di daerah perdesaan turun sebanyak 181,29 ribu orang (dari 17,28 juta orang pada September 2016 menjadi 17,10 juta orang pada Maret 2017).

Berdasarkan data dari Lembaga Penelitian SMERU, pascakrisis 1998 hingga 2012, Indonesia hanya mampu menekan angka kemiskinan rata-rata 0,55% per tahun. Padahal, sebelum krisis, negara ini dapat mengurangi jumlah penduduk miskin hingga 1,44% per tahun. Kondisi tersebut merupakan cerminan sebuah ironi di saat berbagai pihak menilai Indonesia memiliki prospek ekonomi yang cerah seiring dengan semakin meroketnya jumlah kelas menengah di Tanah Air.

Jumlah penduduk Indonesia yang rentan jatuh ke dalam jurang kemiskinan mencapai 40% dari total penduduk. Kelompok masyarakat rentan miskin mencakup mereka yang kerap menjadi korban diskriminasi kerja seperti para penyandang cacat, penganut kepercayaan minoritas, perempuan, warga manula, imigran, anak-anak, dan sebagainya. Adapun tantangan-tantangan dalam upaya menekan angka kemiskinan, adalah semakin memburuknya kondisi multidimensi kemiskinan di wilayah pedesaan, lebarnya kesenjangan kesejahteraan, kurangnya partisipasi para pemangku kepentingan nonpemerintah, serta lemahnya manajemen penanggulangan kemiskinan dan kerentanan akibat rendahnya koordinasi dan tingginya ego sektoral.

Upaya pemerintah dalam memperbaiki lingkungan sosial dan pemberdayaan masyarakat harus mencakup skala yang luas, dan tidak hanya terbatas pada program pemberantasan kemiskinan saja dan diperlukan dilakukan transformasi tata usaha yang mengkombinasikan kebijakan sosial, ekonomi, dan politik untuk dapat menurunkan angka kemiskinan. Pengurangan kemiskinan bukan hanya menjadi tanggung jawab sektor tertentu, tetapi semua sektor. Untuk itu perlu ada kemitraan yang kuat antar lembaga, baik antarpemerintah maupun nonpemerintah. Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2017 tercatat sebesar 73,31 persen. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi September 2016 yaitu sebesar 73,19 persen.

Kemiskinan tersebut disebabkan disebabkan karena pertumbuhan penduduk yang terus naik dari tahun ke tahun. Saat ini jumlah penduduk Indonesia sebesar 261 juta, dan hal ini setiap hari juga berubah karena ada faktor kelahiran dan kematian. Disisi lain pemerintah menyebut masalah kemiskinan Indonesia selain laju pertumbuhan penduduk juga disebabkan oleh minimnya kepemilikan aset produktif. Pemerintah menyatakan tanpa aset produktif yang memadai, masyarakat ekonomi terbawah tidak dapat keluar dari kemiskinan serta tidak dapat meningkatkan pendapatannya. Mengatasi hal tersebut pemerintah mengalokasikan anggaran untuk mengatasi kemiskinan dan kesenjangan sebesar Rp 292,8 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018. Program-programnya terdiri atas perlindungan sosial, bantuan pangan, pelayanan kesehatan, serta pendidikan.Untuk perlindungan sosial, pemerintah akan meningkatkan jumlah program keluarga harapan (PKH) tahun depan menjadi 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Pada 2017, jumlah PKH mencapai 6 juta KPM. Dalam RAPBN 2018, anggaran untuk PKH mencapai Rp 17,3 triliun.

Peran dan Revitalisasi Sektor Pertanian

Jika melihat kontribusi makanan sebagai peredam kemiskinan perdesaan tidak bisa terlepas dari kontribusi dari sektor pertanian. Sektor pertanian berperan penting terhadap upaya pengurangan kemiskinan di wilayah perdesaan dibandingkan wilayah perkotaan.Sedangkan di wilayah perkotaan, industri pengolahan berperan penting dalam upaya mengurangi kemiskinan. Sektor pertanian menjadi kunci dan dapat sebagai leading sector dalam mengurangi kemiskinan secara agregat, mengingat kemiskinan terbesar terdapat di wilayah perdesaan. Kebijakan pemerintah diharapkan mampu langsung menuju pada pusat di mana kemiskinan tersebut berada. Wilayah perdesaan yang sarat dengan kegiatan usahatani sebaiknya menjadi titik awal yang penting untuk melindungi dan memberdayakan petani, khususnya petani kecil.

Melalui konsep agribisnis, petani sebagai subjek program kemiskinan yang utama harus pula diberdayakan dari sisi internal petani sehingga pada suatu saat nanti dapat mengembangkan usaha dan kehidupannya. Temuan lainnya bahwa tingkat kemiskinan di perdesaan relatif lambat dalam merespon perubahan pembangunan sektor pertanian dalam jangka pendek namun menjadi elastis dalam jangka panjang. Hal ini terjadi antara lain karena karakteristik elastisitas pendapatan dari permintaan produk-produk pertanian dibanding produk non-pertanian pada kondisi pendapatan yang meningkat dan pangsa sektor pertanian yang intensif tenaga kerja menurun relatif terhadap sektor non-pertanian yang cenderung intensif kapital. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun