Mohon tunggu...
Billa
Billa Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Komunikasi

Seorang fresh graduate yang menyukai dunia pertelevisian, media, dan industri kreatif

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kebakaran Hutan dan Ekologi Politik

26 Agustus 2017   12:06 Diperbarui: 26 Agustus 2017   12:31 1744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia adalah negara yang kaya akan kekayaan alamnya. Indonesia juga memiliki hutan-hutan yang menjadi elemen penting dalam penyediaan oksigen bagi dunia. Hal ini tentu saja membuat hutan di Indonesia turut serta dalam menjaga kestabilan iklim dunia. Hutan di Indonesia tidak hanya luas, melainkan juga tinggi dalam tingkat keanekaragaman hayatinya di dunia. Dikutip dari WWF-Indonesia/Samsuardi, keanekaragaman hayati yang terkandung di hutan Indonesia antara lain 12% spesies mamalia dunia, 7,3% spesies reptil dan amfibi, serta 17% burung dari seluruh dunia. Selain itu, masih banyak lagi keanekaragaman hayati lainnya yang belum terhitung di hutan Indonesia. Hutan-hutan di Indonesia memang tidak hanya berguna bagi manusia, namun juga  berguna bagi flora maupun fauna di dalamnya.

Ekologi politik adalah kondisi sosial dan politik seputar penyebab, pengalaman, dan pengelolaan dari permasalahan lingkungan (Forsyth dalam Satria, 2007). Permasalahan lingkungan dianggap sebagai interaksi fenomena dari proses biofisik, kebutuhan manusia, dan sistem politik yang lebih luas. Hal ini juga dapat berarti interdepensi interaktif antar ruang meliputi individu, komunitas, dunia yang alami, serta masyarakat secara nasional. 

Ekologi politik adalah bidang kajian yang mempelajari aspek-aspek sosial politik terhadap pengelolaan lingkungan. Dari sudut pandang ekologi politik, dapat dikatakan bahwa perubahan lingkungan bukan proses yang netral-teknis, melainkan proses politik dari aktor-aktor yang terkait dengan kepentingan sumber daya alam baik pada tingkat lokal, regional, maupun global. Hal ini berarti perubahan lingkungan merupakan bentuk politicized environment(Satria, 2007). 

Ekologi politik menilai keputusan pengelolaan sumber daya alam tidak hanya dipahami dari sudut pandang teknis yang memprioritaskan efisiensi (Arsel, 2009: 12). Adams (dalam Arsel, 2009) menyatakan bahwa 'kehijauan' dari perencanaan pembangunan akan ditemukan dalam keprihatian dengan masalah kekendalian, kekuasaan, dan kedaulatan, bukan melalui ekologi atau lingkungan di dalam dirinya. Pola-pola pengembangan sumber daya akan muncul melalui interaksi alam dan sistem sosial. Pendekatan ekologi politik saat ini dipandang sebagai pendekatan yang sangat penting dalam memahami kompleksitas persoalan lingkungan serta sebagai pijakan dalam formulasi kebijakan lingkungan (Satria, 2007).

Kebakaran hutan bukan lagi menjadi hal asing yang terdengar di telinga kita. Bahkan dapat dikatakan bahwa Indonesia menjadi 'langganan' kebakaran hutan setiap tahunnya. Kebakaran hutan di Indonesia paling sering terjadi di Sumatera dan Kalimantan. Menurut Syaufina Musa (dalam Putri, 2014: 2) kebakaran hutan dan lahan adalah aktivitas yang dilakukan oleh manusia secara alami atau sengaja yang akan menyebabkan terjadinya proses penyalaan serta pembakaran bahan bakar hutan dan lahan. Seringkali warga sekitar membuka lahan pertanian atau perkebunan dengan cara membakar hutan. Membuka lahan dengan cara pembakaran dianggap cara yang murah dan cepat, serta membantu menyuburkan lahan karena abu proses pembakaran akan meningkatkan pH tanah (Syaufina dalam Putri, 2014).

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup terutama hutan sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam UU tersebut dikatakan bahwa membuka lahan dengan cara membakar lahan sebenarnya diperbolehkan dengan syarat tetap memperhatikan kearifan lokal daerah masing-masing. Jika melanggar aturan dan mengabaikan kearifan lokal, pelakunya akan dijerar pidana penjara dan juga denda (hukumonline, 2016). Namun, yang terjadi seringkali banyak pihak 'nakal' yang mengabaikan UU tersebut. Pihak seperti perusahaan yang seharusnya memberikan dampak positif baik ke masyarakat maupun negara, justru berubah menjadi aktor yang merugikan keduanya.

Kebakaran hutan ini tentu saja menimbulkan banyak kerugian. Kebakaran yang terjadi akan mengurangi area hutan. Padahal hutan dijadikan tempat hidup para satwa liar. Dalam hal ini, satwa liar akan kehilangan habitat aslinya. Akibatnya, satwa liar akan bersaing dengan manusia untuk mencari makan maupun tempat tinggal. Tak hanya satwa liar, tumbuhan asli Indonesia juga bisa terancam punah karena kawasan hutan yang semakin sempit. Selain itu, berkurangnya area hutan juga bisa menyebabkan banjir dikarenakan tidak adanya lagi akar pohon yang menyerap air ke dalam tanah. Erosi juga dapat terjadi sehingga mengganggu pasokan air dan akan menyebabkan krisis air. 

Tak hanya merugikan warga Indonesia, kebakaran hutan juga dapat merugikan tetangganegara Indonesia yakni Malaysia dan Singapura. Kebakaran hutan yang terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama tentu saja akan menyebabkan kabut asap memenuhi udara di sekitarnya. Kabut asap ini akan 'terkirim' ke kedua negara tersebut. Dengan adanya kabut asap, mereka yang menghirupnya dapat terserang penyakit ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Atas. Bukan hanya satu atau dua orang, melainkan bisa mencapai ratusan ribu orang. Tak heran jika Malaysia maupun Singapura selalu memprotes keras bencana tahunan ini.

Dalam hal ini, sudah seharusnya pihak-pihak berwenang seperti pemerintah daerah maupun kepolisian lebih memperketat pengawasan terhadap pencegahan pembakaran hutan. Selain itu, kebijakan juga harus ditegakkan dan dibuat lebih ketat sehingga pihak-pihak yang melakukan pembakaran hutan akan merasa jera. Sebagai masyarakat, sudah seharusnya kita juga meningkatkan kesadaran diri dalam menjaga hutan yang ada di Indonesia. Dengan demikian diharapkan bencana yang sudah menjadi bencana tahunan ini tidak akan terulang lagi di tahun-tahun berikutnya.

Raras Sabilla Yani (150905786)

Daftar Pustaka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun