Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Plus-Minus Jika FPI Menjadi Parpol

22 Januari 2017   10:21 Diperbarui: 22 Januari 2017   10:56 1675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setahu saya, belum pernah ada pernyataan serius dari tokoh dan aktivis FPI (Front Pembela Islam) terkait agenda mengubah FPI menjadi Parpol. Tapi wacana metamorfosis ini telah menjadi kajian serius di beberapa Focus Discussion Group yang peduli dengan dinamika pergerakan Islam dalam percaturan politik nasional selama empat bulan terakhir.

Dan wacana metamorfosis tersebut dilatarbelakangi oleh tiga asumsi dasar: bahwa FPI sering membuat gaduh; sebuah upaya untuk menilai dan menempatkan FPI pada porsinya yang sesungguhnya; dan kekhawatiran jika FPI menjadi Parpol lebih mengacu pada alasan-alasan yang sering kurang valid.

Posisi FPI dalam peta Ormas-ormas Islam di Indonesia, memang agak unik. Tidak mengaku bagian dari NU, tapi FPI justru paling keras suaranya mewakili jamaah Ahlussunnah Wal Jamaah (ASWAJA).

Secara fikhi, FPI sebenarnya lebih dekat dengan Muhammadiyah atau Persis atau DDI, yang praktek fikhinya lebih merujuk ke fikhi Imam Hanbal (Mazhab Hanbali).

Dari sudut model pergerakan, FPI tentu dapat dikategorikan radikal. Tetapi para peneliti pergerakan Islam juga tampak kesulitan menempatkan FPI dalam “satu keranjang” dengan katakanlah organisasi-organisasi, yang diidentifkasi sebagai kelompok radikal-teror, seperti Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), Jamaah Ansharus Syariah (JAS), Jamaah Ansharud Daulah (JAD), apalagi kelompk Tawhid wal Jihad (TWJ). Mungkin karena itulah, belakangan muncul wacana untuk menempatkan FPI sebagai gerakan intoleran. Tujuannya agar FPI dapat “disatukeranjangkan” dengan sebagian besar gerakan radikal lainnya.

Tudingan bahwa FPI merancang gerakan makar, juga terbantahkan oleh pernyataan tegas – yang disampaikan berulang-uang – bahwa FPI adalah pendukung konsep “NKRI Harga Mati”. Sebab betapapun nisbinya, dan mungkin juga hanya sekedar taktik pergerakan, tetapi hanya FPI yang barangkali bisa menyamai NU dalam hal mengusung dan menyuarakan ide “mempertahankan NKRI” dalam setiap wacana publiknya.

Kalau boleh menyebutkan, mungkin salah satu perbedaan dan barangkali juga keunggulan FPI dibanding Ormas-ormas Islam yang sudah eksis, karena FPI lebih fokus pada perintah “nahi munkar”, sementara Ormas-ormas Islam lainnya cenderung lebih banyak mengolah “amar makruf”.

Sebelum munculnya kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok, gerakan massa FPI sebenarnya masih datar-datar saja, kecuali pada penekanan nahi munkar-nya, melalui aksi sweeping tempat-tempat maksiat. Namun setelah memotori berbagai aksi terkait kasus penistaan agama, gerakan FPI mulai dinilai kental sentuhan politisnya. Namun saya tetap menilai FPI tidak memiliki basis massa fanatik yang cukup untuk bermain dalam percaturan politik nasional.

Tentu harus diakui bahwa FPI “sukses” memainkan kasus dugaan penistaan agama melalui mobilisasi serangkaian aksi bela Islam: ABI-I (14 Oktober 2016), ABI-II (411) dan ABI-III (212). Tapi setelah didalami, argumen bahwa FPI mampu memimpin massa dari berbagai kelompok Islam, sesungguhnya kurang valid. Sebab massa ABI bukan semata jamaah FPI. Dan faktor utama massifnya massa pada ABI sebenarnya lebih karena isunya: penistaan agama, yang berhasil “menyatukan” semua gerakan. Artinya FPI hanya berhasil membuat semua gerakan Islam “merasa tidak enak” jika tidak ikut ABI. Sebab isu penistaan, memang memiliki daya tarik tersendiri untuk menyentuh ghirah keagamaan.

Karena itu, FPI pasti berkepentingan untuk merawat sentimen penistaan agama agar tetap on. Sebab tidak ada isu ataupun kasus lain yang bisa dimainkan sebagai isu bersama untuk memancing ghirah keagamaan. Jika ditarik lebih jauh, upaya tim pengacara Ahok untuk menunda-nunda proses sidang Ahok, dalam tingkat tertentu, juga melayani agenda FPI untuk merawat isu penistaaan agama tetap on.

Kembali ke soal basis massa FPI dan kaitannya dengan kemungkinan FPI bermetamorsis menjadi Parpol. Mengacu pada data basis massa FPI hingga Januari 2017, FPI sebenarnya bukan Ormas yang memiliki electoral vote, kecuali di beberapa daerah, terutama DKI, Banten, Bandung. Artinya, dengan perhitungan electoral vote yang cermat, FPI akan kesulitan meloloskan Calegnya dari satu daerah pemilihan (Dapil). Bahkan jika dibandingkan dengan kelompok Syiah, FPI jauh ketinggalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun