Mohon tunggu...
Rudy Wiryadi
Rudy Wiryadi Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

pelangidipagihari.blogspot.com seindahcahayarembulan.blogspot.com sinarigelap.blogspot.com eaglebirds.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tutup Buku Lama, Buka Buku Baru

22 Juli 2017   08:06 Diperbarui: 22 Juli 2017   14:49 1404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dulu, Anda dan dia pernah dekat. Kini, setelah putus, kalian bak dua orang yang tak pernah saling kenal. Haruskah segala sesuatu tentang mantan sang kekasih dihapuskan sepenuhnya dari hidup kita? Sejumlah psikolog menguak aspek positif menjalin pertemanan dengan sang mantan.

Selalu ada alasan untuk memutus segala bentuk komunikasi dan interaksi dengan sang mantan, mulai dari menghapus seluruh kontaknya di ponsel, memutuskan pertemanan di media sosial, hingga membuang semua benda kenangan yang terkait dengannya.

Sejatinya, hubungan asmara boleh berakhir, namun pertemanan dan persaudaraan sesungguhnya tak mengenal kata akhir. Kondisi ideal ini memang tidak mudah dijalani, namun tentu saja bukan sesuatu yang mustahil untuk dipelajari.

Bagaimana kita memutuskan yang terbaik dalam hal komunikasi dengan mantan? Jawabnya ada pada teori ekspektasi dari Victor Vroom, profesor dari Yale School of Management. Berdasarkan perspektif tersebut, interaksi antara sepasang mantan kekasih dipengaruhi oleh pandangan dan harapan kedua pihak terhadap sejumlah aspek, yaitu bagaimana hubungan dimulai, proses yang terjadi, dan bagaimana hubungan tersebut berakhir.

Oleh karena itu, seseorang akan melakukan hal yang dapat membuatnya merasa lebih baik. Jika menjauh dari mantan akan melindungi diri dari sakit hati yang lebih dalam, itulah yang ia lakukan.

Namun, jika mengakhiri interaksi secara tiba-tiba justru lebih menyakitkan, ia mungkin akan memilih untuk tetap berkomunikasi dengan mantan dari waktu ke waktu, sambil beradaptasi dengan kondisi yang baru.

Jadi, yang manapun pilihan Anda, semua berpulang pada harapan yang Anda miliki.

"Bila seseorang berharap dapat berteman dengan mantannya, atau berharap dapat menyambung kembali hubungan yang telah berakhir, maka kemungkinan ia akan menjaga interaksi dan berusaha memperbaiki hubungan," ujar Penny Handayani, M.Psi., Psikolog.

Namun, wajar pula jika seseorang memutuskan silaturahmi dan komunikasi bila ia merasa suatu hubungan meninggalkan efek negatif yang ingin dihindari, misalnya bersifat traumatik, menyakitkan atau merugikan.

"Hal ini bersifat cukup personal dan individual, dalam arti apa yang dirasakan oleh seseorang belum tentu sama dengan hal yang dirasakan oleh mantannya," tandas Anissa Azura, S.Psi.,dari Luminosity Training & Consulting.

Sementara itu, Dian Novita Siswanti, S.Psi., M.Si., M.Psi., Psikolog,staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar, menilai kedua pihak harus berbesar hati menerima status baru dan memformulasikan kembali bentuk hubungan antara keduanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun