Tentu Anda pernah mendengar pepatah ini "mensana in corpore sano" dalam bahasa Yunani, yang artinya "dalam badan yang sehat terdapat jiwa yang kuat". Itu artinya kalau tubuh kita kuat, berarti jiwa kita pun kuat.
Butuh motivasi lebih untuk mulai berolahraga? Bagaimana jika kami memastikan bahwa gerak tubuh yang Anda lakukan tak hanya baik bagi fisik Anda, tapi juga mental?
Para ahli sudah lama mempertanyakan apakah aktivitas fisik juga mempengaruhi kesehatan mental dan bagaimana cara kerjanya. Meskipun kita tahu bahwa olahraga punya efek positif bagi tubuh, kita belum banyak mengetahui pengaruh kegiatan fisik pada suasana hati dan emosi.
Beberapa studi terdahulu telah menemukan bahwa olahraga, terutama yang berkaitan dengan berjalan kaki, dapat meredakan gejala pada orang-orang yang mengalami depresi berat. Namun, para ahli sadar banyak studi terdahulu yang mengandalkan laporan yang diberikan sendiri oleh partisipan tentang frekuensi olahraga mereka. Masalahnya, manusia cenderung sulit diandalkan terkait ingatan tentang olahraga.
Para peneliti lantas memutuskan untuk hanya menggunakan studi-studi lama yang bertujuan mengukur kebugaran aerobik partisipan secara obyektif, yang akan naik atau turun tergantung pada apakah seseorang berolahraga dan seberapa banyak ia berolahraga. Kesehatan mental partisipan juga sudah harus ditetapkan berdasarkan pengujian standar di awal dan akhir studi.
Dengan partisipan lebih dari sejuta orang, studi terbaru ini mendapati ternyata ada kaitan cukup besar antara kebugaran fisik dan kesehatan mental. Ketika peneliti membagi partisipan menjadi tiga kelompok berdasarkan kebugaran mereka, partisipan dengan angka kebugaran tinggi memiliki 75 persen kemungkinan lebih besar untuk didiagnosis depresi dibandingkan partisipan yang memiliki angka kebugaran tertinggi.
Olahraga, terutama jalan cepat atau joging, memiliki dampak yang besar dan berarti dalam melawan depresi, tegas Felipe Barreto Schuch, ilmuwan olahraga di Centro Universitario La Salle di Canoas, Brazil, yang menjadi kepala studi bersama Brendon Stubbs, profesor di King's College di London.