Mohon tunggu...
Rofi Wahyudi
Rofi Wahyudi Mohon Tunggu... Islamic Banking Lecturer of UAD Yogyakarta -

Selanjutnya

Tutup

Money

BMT sebagai Rumah Ekonomi "Wong Cilik"

21 Agustus 2017   13:42 Diperbarui: 21 Agustus 2017   13:53 899
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Setiap kita tentunya menginginkan sebuah rumah yang dapat menaungi ketika terik panas disiang hari, menaungi dari guyur air hujan yang jatuh dari langit, hangat ketika musim dingin datang menghampiri. Tanpa kita sadari rumah mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan. Sehingga lebih dari itu semua, kemana pun kita pergi, tujuan akhir kita adalah pulang ke rumah.

Baitul Maal wa Tamwil (BMT) atau juga sering disebut koperasi syariah memiliki peran penting sebagai rumah ekonomi bagi wong cilik untuk membantu melepaskan diri dari jeratan kemiskinan menuju kesejahteraan ekonomi. Yang dimaksud "wong cilik" dalam tulisan ini adalah para pedagang kecil dan masyarakat miskin. Salah satu persoalan mendasar dalam membangun dan mengembangkan usaha wong cilik adalah masalah permodalan.

Tidak dapat dipungkiri, modal sebagai tulang punggung dari kegiatan berdagang sangat dibutuhkan karena dengan modal, usaha mikro (keci bawah) yang dijalankan oleh para pedagang dapat memberikan suntikan pendapatan yang lebih lebih besar. Sedangkan di sisi lain, bagi masyarakat miskin dapat memperoleh akses layanan BMT melalui baitul maal berupa zakat, infak dan shadaqah untuk membantu masyarakat miskin dalam upaya memberdayakannya dengan program zakat produktif.

Lebih dari 80% struktur usaha wong cilik kita di Indonesia adalah pedagang kecil yang baru disadari akhir-akhir ini oleh banyak pihak menjadi penyelamat ekonomi nasional akibat krisis yang terjadi. Dan harus diakui bahwa BMT sebagai rumah ekonomi wong cilik mampu memberikan dukungan dalam bentuk modal dengan syarat yang mudah dijangkau oleh para pedagang kecil. Bahkan secara konsep dasar, hubungan BMT dengan para anggota tidak sekedar hubungan bisnis akan tetapi juga lebih menekankan pada kekeluargaan. Inilah esensi dari rumah yang mampu melindungi para penghuninya.

Persoalan lain yang dihadapi wong cilik kita adalah terjerat rentenir dan bunga tinggi dengan prosedur yang gampang dan sederhana. Hal ini seolah sudah menjadi kebiasaan umum bahwa untuk memperoleh modal yang mudah dan gampang cukup dengan meminjam dana ke rentenir. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh susahnya memperoleh modal dari lembaga keuangan termasuk lembaga keuangan mikro syariah.

Berbisnis (bermuamalah) menurut Islam tidak sekedar bekerja. Ada sebuah nukilan kisah sangat menarik tentang Umar Bin Khathab yang biasa menghabiskan sebagian malamnya untuk meronda, melihat kondisi umat yang dipimpinnya dari dekat. Tidak terasa malam terus beranjak. Fajar pun mulai terkuak. Ketika melewati sebuah gang, ayunan langkahnya tertahan. Dari bilik sebuah rumah kecil, ia mendengar seorang ibu sedang bercakap dengan putrinya.

"Tidakkah kau campur susumu? Hari sudah menjelang pagi," kata ibu kepada putrinya. "bagaimana mungkin aku mencampurnya. Amirul mukminin melarang perbuatan itu," sahut putrinya. "orang-orang juga mencampurnya. Campurlah! Amirul mukminin tidak mengetahuinya," balas sang ibu. "Jika Umar tidak melihatnya, Tuhan Umar melihatnya. Aku tidak mau melakukan karena sudah dilarang," jawaban sang anak yang sungguh menyentuh hati Umar. Kelak menurut kisah, dari rahim si anak ini terlahir Umar bin Abdul Aziz, yang sering disebut khalifah kelima setelah Ali bin Abi Thalib karena keadilannya.

Nukilan kisah di atas menunjukkan betapa berbeda bekerja untuk bekerja (mencari nafkah) dan bekerja untuk ibadah. Yang pertama, akan cenderung menghalalkan segala cara untuk tujuan mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Sedangkan yang kedua, melihat hasil yang baik hanya diperoleh dengan cara yang baik, yakni cara-cara yang dibenarkan Allah. Mungkin keuntungan  yang diperolehnya memang tidak banyak, tapi berkah. Oleh karena bekerja bisa menjadi ibadah, maka tempat bekerja pun adalah tempat ibadah. Seorang karyawan BMT bisa saja terus melayani nasabah, tetapi hatinya sujud dan tunduk kepada Allah, "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam" QS. Al-An'am [6:162].

Ketika BMT dan pasar menjadi tempat ibadah, bekerja tidak lagi sebatas karena dorongan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi  melainkan yang jauh lebih penting dari itu adalah meningkatkan kualitas pekerjaannya sebagai bentuk ibadah. Dengan kata lain, ketika BMT menjalankan fungsinya secara bersama-sama sebagai lembaga bisnis (tamwil) juga sebagai lembaga maal dan sampai menyentuh akar persoalan tersebut di atas maka dengan demikian, BMT benar-benar sebagai tuan rumah ekonomi bagi wong cilik. Wallahu 'alam

*Artikel ini pernah dipublikasi di majalah bulanan BMT Bina Ummah Yogyakarta

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun