Mohon tunggu...
Rizki Putra Dewantoro
Rizki Putra Dewantoro Mohon Tunggu... Administrasi - Anak, Suami, Ayah, dan Hamba

It's all around

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Resensi "Machine Gun Preacher"

19 Desember 2011   15:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:02 1150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku pertama kali mendengar kata "Preacher" dari satu lagi band Fall Out Boy yang judulnya "Fame < Infamy". Pada awalnya aku tak tau dan tak berniat mencari apa itu arti kata Preacher. Nah, saat menonton film Machine Gun Preacher, aku tau artinya : Pendeta. Hal ini memperlihatkan begitu banyaknya hal yang belum kita ketahui dan harus terus belajar dari waktu ke waktu. Betul. Preacher adalah pendeta, orang yang memiliki pengetahuan lebih tentang agama, khususnya bagi umat Kritiani. Memang agak janggal mendengar judul film ini. Dua unsur berpadu, Preacher yang identik dengan agama bersatu dengan Machine Gun yang identik dengan kejahatan, khususnya senjata, pistol, alat untuk membunuh. Nah, inilah uniknya film ini, membawa adrenalin dan pikiran selalu berputar, tak ada satu kata pun yang terlewatkan untuk dicerna. Karena, dari setiap adegan dan peristiwa saling berkaitan. Bersetting di Afrika, perbatasan utara negara Uganda, tepatnya di negara Sudan sebelah Selatan. Namun, sang pemeran utama yang dinamakan Sam Childers adalah orang Amerika. Dia adalah pecandu narkoba, peminum alkohol dan dunia malam. Dia baru keluar dari penjara, namun hidupnya berubah karena sang istri, Lyn, yang dulunya juga "mantan" penari striptis memperbaiki perilakunya dengan rajin menjadi jemaat Gereja. Jika dalam bahasa film ini, Tuhan telah menemukan dia. Hidup Sam Childers berubah 180 derajat, meskipun dengan rasa berat untuk mengakui dosa dan di Baptis di hadapan Pastur. Bencana alam angin tornado sempat mengguncang daerah tempat mereka tinggal. Beruntung mereka selamat. Childers dan Lyn mempunyai putri, bernama Paige. Tak lama setelah itu, mereka berhasil membuat bisnis untuk memperbaiki bangunan. Karena banyaknya gedung, tempat tinggal yang rusak karena tornado. Namun semua tidak berjalan begitu saja, karena Childers sempat menjadi pembantu untuk bisnis property yang menjadikannya memiliki sedikit pengalaman. Childers memiliki sahabat. Dia dan sahabat sejak kecilnya ini merasakan bagaimana hidup bersama-sama. Begitu juga dengan gebrakan yang dilakukan Childers : Membuat gereja (tempat berkumpul/rehabilitasi) untuk orang-orang yang memiliki masalah sosial (pecandu narkoba, peminum alkohol, pemain dunia hitam) untuk bertobat. Di gereja yang dia dirikan sendiri itu, dia sendiri yang menjadi Preacher. Dengan suaranya yang lantang, jadilah dia Preacher, memberikan motivasi dan pencerahan bagi kawan-kawannya yang sempat berada di dunia hitam, bahwa tidak ada kata terlambat untuk berubah. Semua bisa berjalan dengan lebih baik dengan jalan yang direstui sang Tuhan. Dari informasi yang didapat dari Gereja kota, bahwa sedang dibutuhkan relawan untuk membantu pembangunan infrastruktur di daerah Afrika, di Uganda. Dengan hati yang mantap, Childers berangkat membantu. Di Afrika itu dia bekerja bangunan, mengaduk semen, memperbaiki rumah-rumah. Selain itu dia terlihat tambah taat dengan sering membaca Alkitab, terutama saat istrihat dan malam hari menjelang tidur. Pertemuan dengan tentara kemerdekaan Sudan Selatan dimulai, namanya Marco. Pertemuan dengan membuat perjalanan dan perjuangan di Afrika dimulai. Konflik di negara Sudan yang memiliki luas, terjadi ketegangan antar suku sampai agama yang memecah belah, sehingga terbagi daerah Sudan Utara dan Selatan. Berbekal keyakinan untuk membantu anak-anak korban dan iba melihat pembantaian terus menerus, Childers berjuang dengan tentara Sudan Selatan mendirikan panti asuhan disana, membuat tempat yang aman untuk berlindung dan menyambut masa depan yang lebih cerah. Konflik identik dengan senjata. Begitu juga yang diperjuangkan oleh Sam Childers. Dia pulang-pergi dari Amerika-Afrika untuk menjalankan misi kemanusiaannya. Tak banyak yang membantunya, begitupun dengan keluarganya dan rumah tangganya yang sempat panas akibat tindakannya ini. Memang, jika semua dijalankan dengan emosi hanya menghasilkan sesuatu yang buruk. Namun, banyak pelajaran yang diambilnya, terutama dari anak kecil Sudan yang di awal film dipaksa untuk membunuh Ibunya sendiri. Begitulah kejamnya yang dinamakan perang saudara. Machine Gun Preacher menyingkap banyak sekali pelajaran. Terutama tentang tindakan, jangan sampai kita terjebak dan jatuh pada lubang yang sama. Karena yang namanya tanggung jawab bukan hanya tentang diri sendiri, namun bagaimana untuk membantu sesama dan orang-orang disekitar kita baik yang dekat dan yang nan jauh disana. Ternyata di akhir film, semua cerita merupakan kisah nyata. Perjuangan Sam Childers dengan berbagai perjalanannya ada di dunia yang sebenarnya. Selengkapnya, tonton saja filmnya. tulisan : lharizki, gambar : google

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun