Mohon tunggu...
Cerita Pemilih Pilihan

Pesta Demokrasi yang Berujung Patah Hati bagi Pemilik A5

17 April 2019   15:12 Diperbarui: 17 April 2019   15:29 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini tepatnya 17 April 2019 Indonesia mengadakan Pemilihan Umum Calon Presiden/Wakil Presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Begitu banyak warga yang antusias dalam mengikuti pemilu kali ini. Terutama bagi mahasiswa-mahasiswi yang ada diperantauan atau jauh dari kampung halaman begitu banyak yang sangat antusias dengan adanya pemilu karena sudah adanya formulir A5, yang mana para mahasiswa dapat memilih calon presiden/wakil presiden walau tidak di daerahnya sendiri. 

Namun antusias ini dipatahkan begitu saja karena banyaknya kejanggalan dibeberapa TPS. Salah satu nya di TPS 65 Papringan, Caturtunggal, Depok, Sleman, dimana berdasarkan fakta yang terjadi di TPS tersebut bagi pemilik formulir A5 atau DPTB dipisahkan atau baru diberi kesempatan bisa mencoblos jam 12 keatas dengan alasan dari ketua TPS 65 tersebut bahwa mereka mengutamakan warga sekitar atau pemilik DPT Tetap karena surat suara yang terbatas atau tidak mencukupi sejumlah orang yang telah terdaftar untuk memilih di TPS tersebut. 

Hal ini memicu kekecewaan bagi banyak pemilik formulir A5 atau DPTB karena kebanyakan dari mereka merupakan mahasiswa yang mana mereka merasa sudah susah payah mengurus formulir A5 jauh-jauh hari namun hak mereka untuk memilih dibatasi atau dikesampingkan. Salah satunya mahasiswi UGM yang sering disebut Rini, dia mengajukan protes kepada ketua TPS 65 tersebut untuk menanyakan solusi dan kepastian agar ia dapat menggunakan hak nya dengan semestinya, namun tetap saja ketua TPS 65 tersebut tetap pada argumennya bahwa mereka mengutamakan warga sekitar atau pemilik DPT Tetap karena surat suara yang terbatas sehingga pemilik formulir A5 harus menunggu hingga jam 12. 

Ketika waktunya tiba jam 12 masih saja belum ada kepastian bagi Rini dan sejumlah pemilik formulir A5 yang lain dari ketua TPS 65 tersebut, hingga akhirnya Rini diberitahu temannya bahwa temannya tersebut telah melakukan protes kepada KPU Sleman, dan KPU Sleman menanggapi persoalan yang terjadi bahwa Ketua TPS yang merasa kekurangan surat suara untuk mengkonfirmasi kepada KPU dan akan adanya pergeseran surat suara. Akhirnya Rini pun memberitahukan pesan dari KPU Sleman tersebut kepada Ketua TPS 65 agar beliau mengkonfirmasi mengenai kekurangan surat suara di TPS tersebut, lalu Ketua TPS 65 menginformasi kepada pemilik formulir A5 untuk menunggu hingga dapat konfirmasi dari KPU Sleman. 

Namun setelah beberapa waktu para mahasiswa pemilik formulir A5 merasa terlalu lama menunggu dan memprotes kembali Ketua TPS 65 hingga akhirnya Ketua TPS 65 membuat kebijakan untuk menyatukan pemilik DPT dan DPTB (A5) untuk bersama-sama melakukan pemungutan suara atau dengan kata lain pemilik formulir A5 baru bisa mencoblos setelah berbagai drama yang terjadi. Selang beberapa waktu kemudian konflik ini belum selesai juga karena ternyata surat suara untuk mencoblos Calon Presiden dan atau Wakil Presiden habis dan masih banyak pemilik formulir A5 yang belum mencoblos, akhirnya perwakilas bawaslu pun angkat bicara setelah bungkam beberapa waktu di tempat kejadian bahwa surat suara akan dikirim atau adanya pergeseran surat suara dan para pemilik A5 pun dengan serempak menunggu hingga hak nya benar-benar dapat terealisasikan atau dengan kata lain surat suara benar-benar dikirim ke TPS 65. 

Dengan drama pemilu yang sangat panjang ini dari awal terjadi kurangnya koordinasi antara KPU dengan berbagai TPS yang tersebar karena masih banyak Ketua TPS 65 misalnya yang bingung dengan kebijakan dari KPU mengenai mekanisme pemungutan suara bagi pemilik formulir A5 dan DPT Tetap. Selain itu tidak adanya inisiatif dari Ketua KPU 65 Papringan, Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta yang mana sebelumnya beliau telah mengetahui bahwa surat suara kurang atau tidak sejumlah yang semestinya dan seharusnya beliau mengkonfirmasi terlebih dahulu kepada KPU Kabupaten/Kota atau KPU Provinsi mengenai hal tersebut sehingga adanya antisipasi agar proses pemilu berjalan lancar dan tepat waktu. 

Dalam Pasal 8 ayat (14) Pkpu No. 9 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Pkpu Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Pemungutan Dan Penghitungan Suara Dalam Pemilihan Umum dijelaskan bahwa Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi kesempatan untuk memberikan suara di TPS mulai Pukul 07.00 sampai dengan pukul 13.00 waktu setempat. Dari pasal tersebut sudah jelas-jelas menjelaskan bahwa Pemilih yaitu DPT dan DPTB dapat menggunakan hak pilihnya dengan waktu yang sama sehingga seharusnya berdasarkan konflik yang telah terjadi di TPS 65, Ketua TPS tersebut tidak membeda-bedakan waktu bagi pemilik DPT dengan DPTB (Formulir A5) karena ini hal ini bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 

Oleh karenanya banyak mahasiswa dan para pemilik A5 lainnya yang kecewa karena pesta demokrasi pemilu kali ini berjalan ricuh dan tidak semestinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun