Sungguh butuh yang namanya kesiapan mental secara matang jika kita berurusan dengan publik. Apalagi jika itu berkaitan dengan politik dan kekuasaan. Sebab bisa jadi ada banyak yang tidak senang dengan keberanian kita mengungkapkan tiapt-tiap borok-borok orang-orang tertentu dalam ring pertandingan merebut kekuasaan.
Dimana seperti yang dilansir oleh kompas.com (11/6/2019) akhirnya diungkapkan bahwa Direktur Eksekutif Lembaga Survei Charta Politik, Bapak Yunarto Wijaya sebagai target pembunuhan oleh Kivlan Zen melalui orang-orang suruhannya. Meskipun dana yang disalurkan oleh Kivlan Zen tersebut ternyata berasal dari HM politisi PPP yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian.
Sehingga melalui perkara ini, tentu Yunarto sudah mempersipkan dirinya dengan sebaik mungkin, bahkan mungkin sudah memberikan pesan-pesan khusus kepada keluarganya saat kasus rencana pembunuhan ini terungkap. Bahwa jika ada suatu hal kejadian yang paling burukpun terjadi supaya mereka siap dan mengiklaskan hal itu demi bangsa dan negara.
Hal itu dapat disimpulkan sejak beliau memposting di akun media sosialnya yakni di twitter, bahwa dirinya menyatakan tidak memberikan dendam apapun kepada si pelaku secara khusus.
"Sudah tak ada dendam lagi dari saya dan keluarga baik buat yang jadi perencana ataupun eksekutor, Dari situasi-situasi seperti ini saya belajar tentang apa itu kasih, termasuk ketika bisa memaafkan yang memusuhi kita. Ayo terus mencintai Indonesia" tulis Yunarto lewat akun Twitter-nya, Selasa (11/6/2019).
Sebab orang yang cepat melupakan suatu kejadian bahkan dengan segara memberikan maaf karena belajar untuk mengasihi siapapun tentu adalah sebuah tindakan yang menyejukkan. Karena Indonesia butuh banyak kasih dan bukan dendam atau benci.
Dan tentang hal inipun pernah diungkapkan oleh Ahok saat-saat dirinya pernah menjabat sebagai seorang Gubernur di DKI Jakarta. Yakni pada saat diwawancarai oleh Najwa Shihab dalam program Mata Najwa tahun 2013 lalu. Yang menyebutkan bahwa jika ia mati saat menegakkan kebenaran, maka cukup taruh di dalam pusaranya, "Mati adalah keuntungan".
Artinya dirinya dan perjuangannya untuk menegakkan nilai-nilai kebenaran dalam tiap-tiap kebijakannya, tentu akan menjadi ancaman bagi orang-orang yang ingin menghancurkan negara ini dengan pelan-pelan.Â
Yakni lewat tindakan korupsi dan berbagai macam cara-cara curang. Maka pemimpin butuh hadir untuk bisa tetap memegang teguh nilai-nilai kebenaran dan kebajikan dalam setiap kebijakannya.
Juga butuh yang namanya keiklasan dalam membangun bangsa ini. Bahkan jika nyawapun seakan menjadi taruhannya. Beranikah kita bersikap seperti itu?