“Saya sedang jalan kaki di Wamena ke SD Maima di bantalan sungai Baliem. Tapi saya bisa sms sebentar Mas, tdk apa”.
Itu bunyi pesan masuk dari kawan sekuliahan yang baru bersapa kabar setelah 23 tahun tidak bersua. Dia adalah Agustinus Hermino. Saya memanggilnya Mas Her. Seorang doktor dan juga aktivis pendidikan dengan pengalaman menggunung keluar masuk pedalaman Papua dan daerah terisolir lainnya. Jalan kaki empat lima jam untuk mengunjungi satu sekolah, atau mendaki dua gunung juga untuk bertemu anak didik dan guru, adalah aktivitas yang biasa buatnya. Pendidikan, mungkin itu saja yang ada di benaknya.
Pagi tadi, 26 Mei 2016, penulis menyempatkan mengobrol dengan beliau menggunakan fasilitas whatsapp untuk mengetahui aktivitas dan pemikiran beliau tentang pendidikan.
Profil singkat DR Agustinus Hermino

Pengalaman keja DR Hermino adalah segala hal yang berkaitan dengan pendidikan, baik sebagai konsultan individu, staf ahli di Kementrian, head of literacy baseline survey, education advisor untuk beberapa lembaga, pembicara dalam berbagai seminar, simposium di dalam dan luar negeri. DR Hermino juga aktif menulis dengan publikasi nasional dan internasional, termasuk menerbitkan enam buah buku.
*****

"Semesta" dalam tataran Papua saya terjemahkan dalam pemaknaan "Harmoni". Hal itu dikarenakan pendidikan di Papua tidak terlepas dari konteks budaya atau kearifan lokal. Nah harmoni tersebut ada dalam tiga domain. Harmoni diri, harmoni alam dan harmoni kepada Tuhan. Tiga harmoni tersebut dapat berjalan bila ada keterlibatan dari tiga tungku, yaitu: keluarga, masyarakat / adat dan pemerintah.
Harmoni diri adalah pemaknaan agar orang dapat damai dengan diri sendiri atau hati sendiri sehingga akan selalu nampak dalam suasana hati yang tulus & persaudaraan.
Harmoni lingkungan adalah pemaknaan untuk menjaga kelestarian alam atau kalau dalam konteks pendidikan maka pembelajaran tematik bisa langsung menggunakan alam di sekitar sekolah sambil mengetahui pemahaman pelestarian alam.