Mohon tunggu...
Rahmat Febrianto
Rahmat Febrianto Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Blogger dan siswa; @rfebrianto; 2eyes2ears.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Investasi pada Saham-saham Perusahaan Pra-IPO: Apa yang Harusnya (telah) Anda Ketahui

7 Oktober 2012   07:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:08 8639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

______________________

Pengantar bagi pembaca.

Tulisan ini saya tulis untuk saya kirim kepada sebuah koran di Padang. Tujuan saya adalah untuk memberi edukasi akan besarnya bahaya yang dihadapi oleh orang-orang menanamkan uangnya di sebuah perusahaan yang menawarkan saham sebelum perusahaan itu menawarkan saham perdana kepada publik di pasar modal atau yang dikenal istilah IPO (initial public offering). Anda semua bisa lihat bahwa di dalam artikel ini saya tidak sama sekali menyebut nama VGMC, kecuali ECMC yang sudah wafat, agar bisa menjadi pelajaran yang lebih luas karena banyak sekali di luar sana yang menunggu giliran mengisap uang dari masyarakat awam. Alasan saya yang lain, dan saya kira alasan itu cukup kuat dan bukti-buktinya ada di tangan saya, dan akan saya publikasikan pada saatnya, adalah karena koran tersebut terafiliasi atau setidaknya memiliki orang-orang kunci yang terafiliasi pada VGMC. Alasan teknis penulisan dan kekinian berita mungkin saja menjadi alasan bagi mereka. Namun, seandainya tulisan di bawah ini tidak pantas terbitpun, saya tetap menyayangkan  media membiarkan kebodohan bertebaran dan pembodohan berlarut-larut--sebuah ironi bagi media yang seharusnya menjadi penjaga moral.

Beberapa bagian dari tulisan ini mungkin telah termuat di dalam tulisan saya sebelumnya di akun kompasiana ini juga. Jadi, anda yang telah pernah membacanya bisa meloncati sebagian dari isi tulisan ini. Selain itu, tulisan ini telah berusia lebih daripada sebulan, sehingga banyak hal yang terjadi belakangan tidak termuat di dalamnya. Mari kita sama-sama belajar.

_____________________

Saat ini di Indonesia ada beberapa perusahaan asing (atau demikian setidaknya menurut pengakuan mereka) yang sedang menawarkan investasi dalam bentuk emas (atau lebih tepatnya sertifikat emas). Satu di antara mereka telah mengalami masalah sehingga para investornya mengalami kesulitan untuk mengembalikan uang mereka. Berita tentang hal ini, di antara beberapa yang lain, ada di http://investasi.kontan.co.id/news/direktur-pulang-investor-ecmc-gamang. ECMC atau East Cape Mining Corporation hanyalah satu contoh. Ada perusahaan lain yang sangat mirip dengannya yang akan mengalami masalah yang sama di masa depan, kalau tidak ingin mengatakan dalam waktu dekat. Namun, penawaran kepemilikan emas, atau sertifikat emas, ataupun saham—dengan berbagai istilah—bukan satu-satunya barang yang ditawarkan. Kepemilikan dalam saham industri pertanian, teknologi tinggi, dan lain-lain juga tengah terjadi di seluruh dunia untuk investasi yang memberikan return tinggi—dikenal dengan HYIP atau high yield investment program—sepertiyang ditawarkan oleh kedua perusahaan ini.

Tulisan berikut ini akan memaparkan risiko atau bahaya yang akan dialami oleh setiap orang yang telah atau akan berinvestasi pada perusahaan-perusahaan yang menawarkan sahamnya sebelum perusahaan tersebut menawarkan saham secara perdana kepada publik atau yang disebut dengan initial public offerings (IPO). Penulis berharap bahwa tulisan ini bisa menjadi panduan tambahan bagi siapapun yang tertarik menjadi investor atau telah menjadi investor pada saham perusahaan manapun sebelum perusahaan tersebut menjual sahamnya di bursa saham manapun. Penulis tidak akan merujuk kepada satu atau lebih perusahaan tertentu, kecuali untuk kasus di atas yang telah terjadi, namun penulis berharap pembaca bisa menjadikan penjelasan di dalam tulisan ini sebagai panduan memilah-milah perusahaan yang legitimat atau tidak untuk tujuan investasi.

Penjelasan berikut ini mengambil latar di Amerika Serikat (AS) dengan dua alasan. Pertama, lembaga di AS lebih waspada dan berpihak pada perlindungan konsumen. Kedua, untuk tujuan perlindungan, pemerintah AS telah menerbitkan panduan bagi investor agar bisa terlindungi. Panduan yang diberikan itu bisa diaplikasikan ke dalam kondisi negara manapun, termasuk Indonesia. Oleh sebab itu, penulis berharap bahwa siapapun yang tertarik dengan jenis investasi tersebut bisa terbantu oleh tulisan ini.

Securities and Exchange Commision (SEC) Amerika Serikat, sebuah lembaga pengawas perdagangan sekuritas dan pasar modal yang setara dengan BAPEPAM-LK di Indonesia, telah menerbitkan sebuah peringatan tentang risiko pembelian saham-saham pra-IPO. Menurut SEC, pembelian atau berinvestasi pra-IPO adalah pembelian saham sebuah perusahaan sebelum perusahaan tersebut menawarkan sahamnya secara terbuka kepada publik. Kebanyakan perusahaan yang menawarkan saham pra-IPO menarik investor dengan janji untuk mendapatkan return yang tinggi—yang biasanya lebih tinggi daripada suku bunga bank yang berlaku.

Para penipu(fraudster) tersebut, menurut SEC, mencoba menawarkan saham-saham perusahaan mulai dari yang dikenal oleh publik, seperti Facebook (saat laporan tersebut ditulis belum menjadi perusahaan publik) atau Twitter, atau perusahaan lain yang diklaim memiliki prospek yang bagus namun belum terkenal. Penawaran disampaikan dengan berbagai cara, mulai dari pendekatan pribadi melalui orang yang dikenal oleh calon investor baik secara langsung atau tidak langsung, surel (surat elektronik atau email), situs internet, atau telepon.

Penawaran saham yang tidak dilakukan melalui bursa sebenarnya biasa terjadi, namun di AS kegiatan ini akan dikategorikan pelanggaran hukum jika penawaran tersebut tidak memenuhi syarat pengecualian yang diatur di dalam Regulation D nomor 504, 505, dan 506. Salah satu syarat pengecualian tersebut adalah bahwa saham tersebut haruslah ditawarkan kepada investor terakreditasi atau terpilih, yaitu orang yang memiliki kekayaan bersih minimum $1 juta (setara dengan Rp9,4 milyar), tidak termasuk nilai rumah tinggal mereka, atau orang yang memiliki pendapatan lebih dari $200,000 (setara dengan Rp1,88 milyar pada tahun ini dan selama dua tahun sebelumnya (atau senilai $300,000 jika untuk pasangan suami-istri).

Selain itu, aturan tersebut juga menerangkan bahwa (1) penawaran tidak boleh dilakukan kepada lebih daripada 35 orang investor, (2) nilai sekuritas yang ditawarkan tidak lebih dari $5 juta selama 12 bulan, (3) perusahaan tidak boleh mempromosikan penjualan saham tersebut kepada publik, misalnya melalui iklan atau promosi lain, (4) investor yang telah membeli saham pra-IPO tersebut harus memiliki atau menahan saham tersebut selama enam bulan atau lebih sebelum diizinkan menjualnya dan tidak boleh menjualnya sebelum saham tersebut didaftarkan ke bursa, dan, yang paling penting (5) laporan keuangan perusahaan secara lengkap, atau dalam kondisi tertentu, minimal neraca perusahaan harus diaudit oleh sebuah kantor akuntan publik.

SEC menegaskan bahwa jika Regulation D tersebut tidak dipenuhi oleh perusahaan yang menerbitkan saham atau sekuritas, maka investor akan berada dalam kondisi risiko yang tinggi.

Apa keadaan atau peristiwa yang tidak diinginkan tersebut menurut SEC?

Yang pertama adalah bahwa penawaran tersebut sama-sekali ilegal atau telah melanggar hukum. Contoh pelanggaran hukum yang paling mudah ditemui adalah penawaran kepada publik melalui berbagai media, mulai dari media cetak hingga internet dan surel, penawaran melalui perjamuan makan malam yang mengundang calon investor dari berbagai kalangan, hingga pendekatan personal. Padahal kegiatan ini dilarang karena penawaran hanya diizinkan kepada investor yang terakreditasi atau terpilih. Mengapa disebut investor “terpilih”? Dengan batas kekayaan yang ditentukan tersebut, maka SEC berasumsi bahwa si investor akan memiliki cukup sumber daya untuk memperoleh informasi tentang sekuritas yang ditawarkan dan risiko-risikonya. Investor yang kaya bisa menyewa dan meminta pendapat secara pribadi dari konsultan, misalnya; sementara investor yang tidak sekaya itu sulit untuk mendapatkan akses pribadi ke konsultan.

Kedua, investor bisa saja terjebak membeli saham pra-IPO sedangkan saham tersebuttidak terdaftar. Jika saham perusahaan tidak terdaftar, maka investor akan mengalami kesulitan besar untuk menjual sahamnya sebelum perusahaan mempublik (go public). Selain itu, investor juga akan kesulitan untuk memeroleh informasi yang segera dan andal tentang perusahaan. Sebagai informasi, perusahaan publik yang terdaftar di bursa harus memublikasikan banyak informasi sesuai aturan otoritas bursa. Namun, tidak jarang perusahaan juga berlomba-lomba memaparkan informasi lain secara sukarela selain informasi wajib. Nah, perusahaan yang belum mendaftarkan sahamnya ke bursa tidak memiliki keharusan seperti itu sehingga otomatis informasi tentang mereka akan minim sekali.

Risiko ketiga adalah bahwa perusahaan yang dimaksud tidak pernah mempublik sama-sekali, tidak seperti yang dijanjikannya. Menurut laporan SEC, sebagian besar penipu (fraudster) merayu investor dengan janji bahwa harga saham setelah IPO akan naik berlipat ganda, sehingga harga pra-IPO yang ditawarkan sangatlah murah. Namun, dalam banyak kasus yang diperiksa oleh SEC, perusahaan-perusahaan jenis ini, yang menawarkan saham pra-IPO, tidak pernah benar-benar mempublik atau menjual sahamnya melalui IPO. Jika ini yang terjadi, maka investasi yang ditanamkan oleh investor tidak akan bisa ditarik kembali.

Sebagai tambahan, SEC mengatur agar setiap perusahaan yang merencanakan mempublik dalam waktu dekat memaparkan secara luas kepada masyarakat rincian rencana mereka untuk mendaftar ke bursa. Di dalamnya termasuk informasi kapan mereka akan mendaftar diri, persiapan apa yang telah dilakukan, siapa perusahaan penjamin (underwriter) yang akan ditunjuk, berapa rencana saham yang akan dilepas, dan apa rencana mereka atas modal yang diperoleh.

Seandainya penawaran sekuritas sejenis ini sampai ke anda, SEC dan FINRA (Financial Industry Regulatory Authority), sebuah lembaga independen yang mengatur semua perusahaan sekuritas yang beroperasi di AS, memberikan pedoman yang bisa anda gunakan untuk melindungi diri anda.

Pertanyaan-pertanyaan berikut harus anda ajukan kepada setiap orang yang menawarkan saham pra-IPO kepada anda:

1.Berusaha menghindari diri dari penawaran menggebu-gebu untuk membeli saham pra-IPO. Saat ia didekati seseorang yang menawarinya investasi seperti ini, si investor harus bertanya, “Mengapa anda datang kepada saya untuk menawarkan peluang investasi yang begitu menggiurkan? Mengapa anda tidak menikmati peluang tersebut bagi diri anda sendiri?

2.Waspadai bujuk-rayu yang digunakan. Rayuan “maut” mereka selalu janji return yang sangat luar biasa dalam jangka pendek. Sebagai perbandingan, bunga bank saat ini maksimum 6% per tahun—dan bahkan bisa lebih rendah lagi mengingat kelesuan ekonomi saat ini. Umumnya, penawaran saham pra-IPO tersebut menjanjikan return yang sangat jauh di atas bunga bank. Jika direnungkan lebih dalam, maka kita seharusnya tidak percaya dengan janji tersebut karena dengan bunga bank yang hanya 6% setahun sementara mereka memberikan “bunga” kepada investor di atas bunga bank. Artinya, perusahaan tersebut justru mencari dana yang lebih mahal—jelas tidak masuk akal.

3.Investor harus memeriksa siapa orang-orang yang mengelola bisnis tersebut. Kita harus tahu siapa saja yang menjadi manajer dan komisaris, termasuk riwayat hukum mereka. Investor seharusnya bertindak layaknya bank yang memberikan kredit. Sebuah bank tidak akan memberikan dananya sebelum mereka memeriksa calon krediturnya. Oleh sebab itu, investor harus sangat-sangat berhati-hati menyerahkan sejumlah uangnya kepada orang yang tidak jelas riwayatnya. Di banyak situs investasi pra-IPO yang penulis periksa, informasi tentang siapa pengelola perusahaan penerbit sekuritas itu sangat minim. Jika pun nama seseorang dicantumkan di sana, informasi terbaik yang bisa diakses adalah akun Facebook atau Twitter atas nama orang tersebut atau hanya berita-berita sehubungan dengan kegiatan orang tersebut di dalam jamuan makan malam yang diadakan oleh perusahaan tersebut dan dimuat juga di situs-situs yang berafiliasi dengan perusahaan-perusahaan tersebut. Sebagai perbandingan, anda jauh akan lebih mudah mendapatkan informasi tentang riwayat penulis sendiri dibandingkan dengan para direktur perusahaan-perusahaan yang menawarkan saham pra-IPO tersebut—padahal mereka mengklaim diri sebagai perusahaan dunia dan sedang berkembang pesat.

4.Calon investor harus memanfaatkan kemewahan abad ini yaitu mesin pencari di internet untuk mendapatkan lebih banyak informasi tentang perusahaan, keamanan sekuritas atau saham yang ditawarkan, dan reputasi manajer dan perusahaan itu sendiri. Penulis mendapat informasi bahwa kebanyakan investor yang telah berinvestasi pada saham pra-IPO bukanlah pengguna internet yang aktif yaitu orang-orang yang hanya memanfaatkan internet untuk mengakses media sosial saja hingga orang-orang yang sama-sekali tidak mengenal internet.

Manajer harus dikendalikan

Para investor pada perusahaan jenis HYIP penting untuk memahami bahwa manajer perusahaan, haruslah selalu dikontrol perilaku mereka. Pengendalian perilaku manajer, di dalam literatur bisnis, didasarkan dari teori keagenan. Menurut teori ini ada dua pihak yang saling “berhadapan” di dalam perusahaan: investor dan manajer. Investor adalah pemilik perusahaan, sementara manajer adalah agen, yaitu orang yang mendapat kepercayaan investor untuk menjalankan uang perusahaan.

Mengapa manajer perlu dikendalikan? Jawabannya adalah karena mereka dan kita adalah manusia biasa. Kita bisa lalai, kita bisa curang. Manajer “diberi” uang oleh investor. Uang itu bisa digunakan untuk kepentingan investor, yaitu dengan memperbesar bisnis, melipatgandakan perusahaan, juga bisa digunakan untuk kepentingan manajer, misalnya membeli kendaraan dinas, meningkatkan gaji diri mereka, atau bermalas-malasan.
Menurut teori keagenan, perilaku manajer bisa dikendalikan, dari sekian banyak cara, melalui dua lembaga eksternal. Kedua lembaga tersebut adalah bank dan auditor. Ketika perusahaan mendapat laba, laba tersebut bisa dibagikan seluruhnya kepada investor sebagai dividen dan tidak ada yang tersisa untuk diinvestasikan lagi; bisa diinvestasikan kembali oleh manajer dan tidak ada yang dibagikan sebagai dividen; atau bisa sebagian dibagikan sebagai dividen dan sisanya diinvestasikan kembali. Jika kita misalkan investor menginginkan seluruh keuntungan perusahaan dibagikan sebagai dividen, sementara manajer ingin mengembangkan perusahaan, maka untuk menutupi kekurangan dana, manajer harus meminjam dana dari luar. Dana tersebut kemudian diperoleh dari bank.

Di sinilah peran bank masuk sebagai pengendali perilaku manajer. Investor mungkin tidak memiliki waktu untuk mengawasi operasi perusahaan. Mungkin karena kesibukan si investor, kompetensi investor yang tidak memadai, atau mungkin juga oleh kompleksitas bisnis perusahaan. Di sisi lain, bank memiliki kemampuan yang cukup untuk melakukan hal-hal yang tidak bisa dilakukan oleh investor tadi. Mereka, misalnya, memiliki divisi atau unit yang didedikasikan khusus untuk menganalisis setiap kredit yang disalurkan. Mereka juga bisa menyewa konsultan luar jika diperlukan.

Namun, berbeda halnya jika investor yang melakukannya. Misalnya, jika saya memiliki saham di sebuah perusahaan di Indonesia, saya mungkin masih bisa memahami informasi keuangan yang disampaikan oleh perusahaan karena latar belakang pendidikan saya. Namun, waktu saya tentu tidak akan bisa secara penuh tercurahkan untuk itu. Kompleksitas perusahaan mungkin juga akan menyulitkan saya melakukan pengawasan. Oleh sebab itu, wajar jika saya membutuhkan orang lain untuk melakukan ini bagi saya dan bank bisa melakukannya secara tidak langsung. Hipotesis atau pegangan saya adalah jika bank mau memberikan kredit kepada perusahaan yang sahamnya saya miliki, maka saya bisa menyimpulkan bahwa investasi saya aman; sebaliknya jika bank tidak bersedia atau tidak lagi memberikan pinjaman kepada perusahaan, maka saya harus juga menarik diri dari sana. Demikian peran bank dalam mengawasi perilaku manajer.

Peran auditor berhubungan dengan keterbukaan informasi, kejujuran penyampaian informasi, dan kedekatan antara nilai yang disampaikan oleh manajer kepada investor dengan realitas ekonomi perusahaan. Logikanya, sebuah perusahaan yang dananya berasal dari investor pasti harus menyampaikan informasi, berupa pertanggungjawaban, kepada investor tersebut. Bagaimana investor bisa yakin bahwa informasi itu benar? Bagaimana caranya investor bisa tahu bahwa manajer memang melaporkan nilai kekayaan perusahaan yang sebenarnya, bukan rekayasa?

Walaupun anda adalah seorang akuntan yang terlatih sekalipun, anda tidak akan lebih paham tentang perusahaan itu, tentang nilai perusahaan itu, dibandingkan dengan para manajernya. Setiap perusahaan itu unik, berbeda satu dengan yang lain. Tidak mudah untuk menilai, misalnya, aset perusahaan perkebunan sawit dengan pertambangan minyak. Antar perusahaan tambang sendiri juga akan berbeda-beda. Misalnya, penilaian kinerja perusahaan penambangan minyak tidak sama dengan penambangan emas, walaupun keduanya sama-sama perusahaan tambang. Bahkan, bisnis pertambangan minyak sendiri terbagi menjadi bisnis pengangkatan minyak mentah dari bumi ke permukaan, bisnis penyaluran minyak mentah, dan bisnis penyulingan minyak mentah.

Untuk itulah auditor “diundang masuk” oleh investor. Mereka, auditor, memiliki keahlian, pelatihan, dan pengalaman untuk menilai aset perusahaan, menentukan apakah informasi yang disampaikan kepada investor adalah informasi yang tepat atau tidak. Layaknya memilih calon suami atau istri, anda tentu akan lebih tenang, yakin, dan mantap untuk mengawininya jika ia terbuka kepada anda, jika seluruh informasi tentang dirinya bisa diverifikasi. Anda tentu akan keberatan menikahi seseorang yang tidak anda kenal dan tidak ada seorang pun dari kenalan yang anda percayai mengenal calon pasangan hidup anda. Demikianlah kira-kira perumpamaan peran auditor sebagai mata dan telinga investor.

Sekarang, jika kita amati baik-baik, inap-inapkan, maka perusahaan-perusahaan jenis HYIP tidak memiliki pengendalian sejenis ini. Mereka tidak mendapatkan dananya dari bank. Walau bukan merupakan keharusan untuk memiliki utang dari bank, namun adalah sebuah pilihan yang aneh jika sebuah perusahaan memilih sumber dana yang biayanya lebih tinggi daripada bank. Lihat saja klaim imbalan yang bisa dijanjikan oleh perusahaan-perusahaan jenis HYIP ini. Sangat jauh melebihi penawaran bank.

Kedua, mereka tidak memiliki laporan keuangan. Jika bukan perusahaan publik, belum terdaftar di bursa saham manapun, memang tidak ada kewajiban baginya untuk menyusun laporan keuangan. Namun, jika perusahaan tersebut mengklaim memiliki sumber penghasilan yang menggiurkan, apakah anda tidak tertarik untuk memastikan informasi tersebut? Jika mereka mengklaim bisa memberikan return, dividen, atau imbalan, tidakkah anda tertarik untuk mengetahui apakah return, dividen, atau imbalan itu sudah pantas bagi investasi anda? Apakah yang anda terima lebih tinggi atau lebih rendah daripada seharusnya? Tidakkah anda ingin memastikan pertumbuhan perusahaan, prospek perusahaan, dan, di atas semuanya, informasi tersebut telah disajikan dengan jujur? Di sinilah peran auditor diperlukan.

Penulis telah membaca cukup banyak artikel yang membuktikan bahwa keberadaan bank atau institusi lain yang menjadi penyandang dana bagi investasi perusahaan, selain investor dan keberadaan auditor yang berkualitas adalah sebuah keharusan jika perusahaan ingin tetap hidup dan tumbuh. Bahkan perusahaan terburuk di dalam sebuah industri sekalipun terbukti memilih auditor yang terbaik, yang dikenal oleh publik, agar dianggap sebagai perusahaan yang bonafid. Demikian juga dalam meminjam uang. Kredibilitas perusahaan akan dipandang tinggi jika ia, misalnya, bisa meminjam uang ke bank berskala internasional dibandingkan bank berskala lokal, misalnya propinsi. Sedemikian penting peran pengendalian eksternal dari institusi luar. Bahkan, sebagai investor pun anda mesti memastikan apakah ada sebuah perusahaan lain yang juga berinvestasi di perusahaan yang sama. Mengapa? Karena mereka memiliki dana lebih banyak daripada anda, sumberdaya yang lebih besar daripada anda, pengalaman yang lebih banyak dibandingkan dengan anda, sehingga anda bisa meniru setiap keputusan investasinya jika anda ingin aman, berkembang, dan tidak merugi.

Lalu apa yang harus anda lakukan sekarang? Jika anda sedang mempertimbangkan untuk masuk ke dalam bisnis HYIP, maka anda sebaiknya menundanya atau bahkan membatalkannya. Pilihlah investasi yang memberikan imbalan yang wajar. Jika anda telah terlanjur masuk ke dalam bisnis tersebut, kurangilah risiko anda. Yakinlah bahwa kerugian anda akan lebih besar jika anda tetap di sana. Anda akan terjebak ke dalam ilusi yang disebut dengan eskalasi komitmen yang mana anda terus-menerus menambah investasi karena yakin dengan cara itu anda bisa mengurangi kerugian karena berharap imbalan yang akan anda terima lebih besar. Padahal, cara mengurangi kerugian adalah dengan men-deeskalasi komitmen tersebut, berhenti berinvestasi dan menerima kerugian saat ini sebagai kerugian terkecil yang bisa anda dapatkan daripada tetap ngotot meneruskannya.

Padang, 11 September 2012

Referensi

http://www.finra.org/Investors/ProtectYourself/InvestorAlerts/FraudsAndScams/P123316diakses 27 Juni 2012

http://www.sec.gov/investor/alerts/pre-ipo.htm diakses 27 Juni 2012

http://www.sec.gov/investor/pubs/preipo.htm diakses 27 Juni 2012

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun