Mohon tunggu...
rasyid ridho
rasyid ridho Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Verifikasi Parpol Peserta Pemilu, Apa Kabar Parpol yang Pecah Kongsi?

23 Agustus 2017   00:28 Diperbarui: 23 Agustus 2017   01:53 963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aturan mengenai verifikasi partai politik (parpol) peserta pemilu 2019 terus mendapat penolakan dari berbagai kalangan. Pasalnya, KPU dengan mudah menetapkan bahwa verifikasi hanya diwajibkan untuk partai baru, sementara parpol peserta pemilu 2014 tidak perlu mengikuti proses verifikasi. Tentu hal ini sangat merugikan pihak parpol baru karena merasa diperlakukan dengan tidak adil.  

Ada aspek yang terlewatkan atau bahkan sengaja dilewatkan oleh KPU ketika membuat keputusan terkait verifikasi peserta pemilu, yakni dinamika politik pasca pemilu tahun 2014.

Tanpa diberitahu pun, rakyat telah mengetahui betapa dahsyatnya goncangan politik dan betapa riuhnya persoalan yang melanda berbagai partai dalam dekade terakhir ini. Politik itu dinamis. Tak sedikit para politisi yang sebelumnya menyatakan A, namun sedetik kemudian ia mengatakan B.

Maka, atas realitas politik yang dalam kurun waktu 3 tahun berjalan ini, KPU, Pemerintah maupun pansus UU Pemilu yang ada di DPR, harus betul-betul mempertimbangkan aspek ini sebelum memutuskan sebuah aturan khususnya terkait verifikasi parpol peserta pemilu.

Satu contoh tragedi terdahyat yang dalam beberapa tahun terkhir menimpa beberapa parpol adalah, dualisme partai. Golkar dan PPP adalah partai yang pernah tertimpa musibah dualisme tersebut.

Kita tahu bagaimana panasnya gesekan Golkar versi Abu Rizal Bakrie dengan Golkar versi Agung Laksono kala itu. bayanghkan saja, Golkar yang merupakan partai besar menjadi amburadul akibat tragedi dualisme tersebut. Selain saling klaim dan berebut ingin menjadi orang nomor satu di partainya, kantor DPP-nya pun tak luput dari sasaran rebutan oleh masing-masing kubu.

Tidak hanya kantor DPP yang diperebutkan, akibat pecah kongsi, kader Golkar di berbagai daerah juga saling berebut kantor. Saling sikut dan saling pecat, baik dari kubu ARB maupun Agung laksono.

Berbulan-bulan konflik internal terus memanas. Namun akhirnya terselamatkan setelah kedua kubu melakukan rekonsiliasi. Dari hasil rekonsiliasi terbut, hebatnya, Bakrie maupun Agung Laksono sama-sama tidak dijadikan Ketua Umum. Jabatan Ketua Umum diberikan kepada Setya Novanto yang kala itu didepak dari ketua DPR gara-gara kasus minta saham.

Partai lain yang juga ditimpa cobaan dualisme adalah PPP. Ya, hingga kini, konflik yang dialami partai berlambang ka'bah tersebut masih terus memanas. PPP kubu Romahurmuzy dan PP kubu Dzan Faridz. Meski telah melakukan rekonsiliasi, kedua belum juga menemukan titik temu.

Bahkan, kejadian perebutan kantor DPP, DPW dan DPC di berbagai daerah juga dialami oleh kader PPP dari masing-masing kubu. Kantor yang hingga kini terus diperebutkan di antaranya adalah, DPC Cirebon, DPW Jawa Timur, DPC Medan, DPC Jember, dan beberapa kantor di sejumlah daerah lainnya.

Itulah tragedi panas yang dialami beberapa partai politik peserta pemilu 2014 lalu. Maka, dengan kejadian tersebut secara otomatis, partai politik mulai dari kepengurusannya, sekretariatnya, dan beberapa aturan maupun standarisasi verifikasi parpol peserta pemilu lainnya, tentu berubah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun