Sebenarnya cerita ini lebih tepat disebut dengan hasil curhatan dari hasil penelitian disalah satu daerah di Jawa Timur. Penulis akan menceritakan tentang kondisi di daerah yang penulis maksud.
Sumbergadung adalah nama dusun yang penulis maksud. Dusun yang terletak di ujung timur Kabupaten Jember, tepatnya di bawah kaki gunung raung. Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan Margin (GPS), Dusun Sumbergadung terletak di ketinggian 600 mdpl.
Berdasarkan data penelitian secara langsung oleh penulis dengan beberapa tim, Dusun Sumbergadung memiliki kurang lebih 343 rumah berdasarkan data kartu keluarga.
Sumbergadung hidup dalam kemelimpahan sumber daya alam, diapit dua aliran sungai, serta persawahan yang begitu luas sejauh mata memandang. selain itu, hasil perkebunan seperti sayur-sayuran, umbi-umbian, dan buah-buahan juga menjadikan Dusun Sumbergadung hidup dalam kebutuhan pangan yang melimpah.
Terkhusus pada pertanian kopi, Dusun Sumbergadung merupakan salah satu Dusun penghasil kopi terbesar bagi Kabupaten Jember dan Jawa Timur. Kopi merupakan komiditif utama dan penyumbang hasil terbesar bagi perekonomian Sumbergadung. Â Temuan di lapangan bahwa satiap rumah memiliki minimal 2 ha (hektar) lahan. Dalam 1 ha (hektar), biasanya ditanami 700-800 pohon kopi. Sekali panen per 1 ha (hektar) mampu menghasilkan 5-8 Ton. Â
Penjualan setiap 5 ton mampu menghasilkan 50.000.000 (lima puluh juta rupiah). Dari data-data yang di kumpulkan oleh penulis dan tim, sangat tidak tepat berkesimpulan bahwa Sumbergadung hidup dalam kemiskinan. Seakan merasa kagum dengan sumber daya alam yang melimpah, kami sempat berhenti beberapa minggu. Kami kembali mempelajari data-data sudah kami kumpulkan sebelumnya. Alhasil berkesimpulan lain, ada kebocoran dalam sistem perekonomian disini.Â
Jika dianalisis dengan teori Linking Bucket (teori ember pacah), ada yang salah dengan sistem perekonomian disini. Bayangakan saja kebutuhan sumber daya alam yang melimpah, akan tetapi dari rata-rata pengeluaran rumah tangga, pendidikan, modal produksi pertanian, hingga kebutuhan yang tidak terduga, berkisaran 50.000-100.000 per harinya justru tidak memberikan pemasukan lebih.
Padahal jika dihitung rata-rata 100.000 pengeluaran per harinya, maka dalam satu tahun mengeluarkan biaya sebesar 36.000.000, padahal pemasukan dari hasil panen kopi mampu menghasilkan 50.000.000 per tahunnya.Â
Sebagaimana yang disebutkan diatas, kami mencoba menelusuri dimana letak permasalahan perekonomian di Sumbergadung. Dari data yang kami kumpulkan, ada beberapa persoalan yang membuat kami berkesimpulan bahwa sistem perekonomian di Dusun Sumbergadung mengalami kebocoran.
Beberapa analisis petunjuk memperkuat kesimpulan kami, diantaranya: pembangunan yang rendah, sarana dan prasarana dusun yang  terbatas, budaya konsumtif (ego bersaing dengan tetangga) dan manipulasi perekonomian yang dilakukan oleh beberapa pelaku ekonomi. Jika dianalisis, pembangunan yang rendah melahirkan sumber daya manusia yang lemah.Â
Analisis ini dibuktikan dengan tingginya tingkat perkawinan dibawah umur. Sarana dan prasarana dusun yang terbatas mengakibatkan potensi akses dunia luar seakan terbatas. Perilaku konsumtif melahirkan pemborosan tanpa ada manajemen keuangan yang baik dan menumpuknya hutang yang terbilang cukup banyak.