Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Reklamasi Teluk Benoa dan Petani Kendeng Membuka Topeng Jokowi

28 Maret 2017   17:22 Diperbarui: 28 Maret 2017   17:46 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilihan presiden 2014, Jokowi-Jusuf Kalla meraih hampir 90% suara rakyat pulau Dewata. Selain karena memang kandang banteng, rakyat Bali menaruh harapan pada Jokowi yang dinilai pro rakyat, dalam hal penyelesaian, atau lebih tepatnya mencabut Perpres Reklamasi Teluk Benoa yang diteken mantan presiden SBY diakhir masa jabatannya.

Namun, hampir tiga tahun menjabat, harapan itu sudah jauh panggang dari api. Hampir tiga tahun sejak pertama kali menduduki Istana, Jokowi tidak pernah bersuara apapun perihal reklamasi Teluk Benoa. Diam, atau lebih tepatnya membisu. Sebagaimana diamnya sang presiden terhadap protes para petani Kendeng, Rembang. Dua kasus ini, setidaknya bisa membuka mata publik, seperti apa sesungguhnya Jokowi itu.

Sosok pro rakyat, yang selama ini digembar-gemborkan oleh media, seakan berbalik 180 derajat kala Jokowi berhadapan dengan pemilik modal besar. Sosok yang dianggap sangat tanggap terhadap persoalan rakyat kecil, langsung dijungkir balikkan hanya oleh masalah reklamasi Teluk Benoa dan petani Kendeng. Diamnya Jokowi adalah diamnya orang yang takut.

Peristiwa dengan para petani Kendeng yang merendahkan diri mereka sedemikian rupa dengan menyemen kakinya, tidak diindahkannya. Aksi Kamisan yang sudah berlangsung bertahun-tahun juga tidak menarik perhatiannya. Jokowi sudah berada di dalam istana.

Yang terjadi adalah para serdadu medianya menyerbu sana-sini dan menciptakan opini. Presiden ini tidak bisa ditekan dengan cara-cara begini, kata mereka. Ah, ada LSM bayaran yang menggerakkan, kata yang lain -- yang ironisnya perutnya kekenyangan karena bayaran membikin opini. Awas Orde Baru akan bangkit karena Cendana memakai isu ini untuk menjatuhkan Jokowi, demikian seru yang lain terutama kepada sesama aktivis.

Ada juga yang melontarkan pertanyaan yang tampak kritis. Apakah kita tidak berhak punya pabrik semen? Apakah kita tidak berhak maju dan modern, seperti Amerika, Rusia, atau Cina? Pertanyaan yang sahih dan enak dilontarkan terutama kalau bukan anda yang harus mati tercekik debu dan kehilangan mata air!

Kita tahu, dan mungkin sedikit maklum, prioritas pemerintahan Jokowi adalah pembangunan infrastruktur. Sama halnya kala Soeharto menjabat di awal periode yang terkenal dengan Repelita-nya. Ketika itu, Soeharto dan antek-anteknya juga berperilaku yang sama: mengorbankan yang kecil.

Ambil contoh pembangunan waduk Kedung Ombo. Waduk yang dibangun dengan hutang itu harus menenggelamkan beberapa desa. Petani-petani sederhana ketika itu melawan dan dihadapi oleh Soeharto seperti menghadapi invasi dari luar, yakni dengan mengerahkan pasukan bersenjata lengkap.

Jokowi tidak perlu melakukan itu. Cukup yang dia lakukan adalah mengabaikan protes-protes ini dan menganggapnya tiada. Dia lebih memilih mengurusi kambingnya daripada menemui petani Kendeng di Istana. Karena Jokowi tahu persis bahwa dia tidak berkuasa dengan senjata. Dia bertarung di tataran persepsi. Itulah sebabnya dia perlu orang yang membentuk persepsi. Maka, bermunculanlah buzzer-buzzer politik dan serdadu media yang membabi buta membentuk persepsi sosok Jokowi.

Kalau orang mengatakan bahwa Yudhoyono adalah presiden yang paling narsistik yang dimiliki Indonesia, orang tidak sadar bahwa Jokowi adalah presiden yang paling sadar media. Lihatlah Vlog yang dia ciptakan. Dia sangat luwes dan alamiah berperan dalam media itu.

Dus, dua kasus ini bagaikan sebuah anomali bagi sosok Jokowi. Jika dia luwes, ingin selalu dianggap pro rakyat, dan selalu berharap jadi media darling, dia tidak perlu takut untuk mencabut Perpres No. 51/2014 yang diterbitkan SBY. Juga tidak perlu takut untuk membatalkan keputusan Gubernur Ganjar Pranowo perihal pendirian pabrik semen di Kendeng, Rembang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun